PART 33

367 42 48
                                    

TOLONG DIBACA DULU INI YA.

Hola, ketemu lagi sama update-an shoelaces nih.

Total words sekitar 3400. Wow, ini rekor menulis terpanjang gue dalam satu part.

Saking semangatnya nulis menuju ending, baru tau bisa gini sensasi nulis mau ending wkwk.

Udah pada siap pisah sama Ruby Kevias? Kalo ada waktu lagi gue nulis. Hampir selese nih Shoelaces :(

Karena wordsnya lumayan banyak, kalian bisa pelan-pelan aja bacanya. Kalo cape bacanya, berenti aja dulu nanti dilanjutin lagi hehe.

Hope you enjoy this story

*  *  *

Di tempat ini mereka berbagi udara yang sama. Merasakan angin yang sama dan berada di bawah kilauan gemintang yang sama pula. Tapi, nurani dan akal dalam tubuh masing-masing tak sama.

Tak terhitung berapa kali awan hitam menutup bulan dan menampakkan kuasa bulan kembali, benda langit itu menjadi saksi bisu kisah singkat yang dilontarkan Daniel dan Aska bergantian.

"Red Mask," suara bariton itu kembali menyadarkannya dalam lautan pikiran yang tak kunjung pupus.

Belum sempat Kevias menjawab, orang yang memanggilnya sudah menyodorkan buku merah bergambar topeng miliknya. Buku diary miliknya. Yang sudah lama tak dilihatnya sejak disita Ruby saat dirinya sedang photo shoot album kenangan.

Perlahan, Kevias menerima diary tersebut dan setelahnya memori kembali mengingatkannya saat itu. Saat dirinya menangkap basah Ruby membaca isi bukunya.

BUUUK

"Eh anjing lo," Ruby kaget dan merasakan sakit di bagian kepala karena bola basket yang tiba-tiba mengenai kepalanya.

Posisinya pas sekali, seseorang memasukan bola basket ke ring dan tepat di bawahnya ada Ruby.

Belum sempat Ruby kembali mengucapkan sumpah serapah, teriakan sang pelaku membuat Ruby mengurungkan niatnya.

"RUBYYYY!!!!" diteriaki seperti itu, Ruby menolehkan kepalanya cepat dengan memasang senyum kegirangan.

"Hai Nona," dengan tenang Ruby masih duduk. Tak lagi memegangi kepalanya yang pasti masih ngilu terkena jurus shooting dari Kevias.

Ruby tetap tersenyum, semakin lebar melihat pipi putih Kevias yang memerah padam karena amarah. Cewek itu melihat tajam buku merah bergambar topeng di tangan Ruby.

Posisi Kevias saat ini di daerah three point lapangan. Tidak lumayan jauh dari tempat duduk Ruby.

"Balikin!" suaranya keras. Semenjak menjadi kakak kelas dari semua kakak kelas a.k.a kelas dua belas, Kevias lebih berani berteriak saat sedang bertengkar dengan Ruby.

Sinar matahari sore semakin redup. Ruby tersenyum melihat wajah Kevias yang terkena bias cahaya oranye sang surya.

Rambut Kevias masih dicepol rapi dengan hairnet karena itulah peraturan sekolahnya saat sedang melakukan photoshoot album kenangan resmi.

"Dicepol bikin leher lo keliatan panjang dan gue suka. Cantik deh," ungkap Ruby yang dari tadi melihat Kevias dengan mendongak karena posisinya yang duduk.

Shoelaces [Completed]Where stories live. Discover now