PART 8

509 128 94
                                    

"Sayang, kemarilah...." suara bass dari ruang televisi membuat Kevias mengurungkan niatnya untuk menaiki tangga menuju kamarnya.

Kevias berbalik dan duduk di sebelah ayahnya yang dari wajahnya saja Kev sudah tahu bahwa ayahnya ingin bicara serius dengannya.

Hari sudah malam, ayahnya sudah pulang dari pekerjaannya di kantor. Aries Kevias memang memiliki sekolah SMA Budi Bhakti tapi dia juga memiliki perusahaan sendiri.

Jarang-jarang ayahnya mengajak berbicara serius seperti sekarang. Jadi Kevias harus menuruti ayahnya kali ini.

Aries Kevias mengelus puncak kepala Kevias lembut, saat anak semata wayangnya itu sudah berada di sampingnya. Kevias hanya diam sambil terus melihat ke ayahnya, menunggu apa yang ingin dibicarakannya.

"Jangan buat usaha Ayah menjadi sia-sia." Aries memecah keheningan di antara mereka berdua. Kevias tersenyum kecil sambil menaikkan alisnya tidak paham dengan apa yang diucapkan ayahnya.

"Ayah sudah memberikanmu pendidikan di sekolah resmi itu bukan tanpa alasan. Ayah ingin kamu bersosialisasi dengan orang lain, belajar bukan hanya dari buku Sayang, tapi juga dari pengalaman hidup orang lain. Kamu bisa belajar dari lingkungan sekitarmu."

"Tapi Ibu yang menginginkan aku untuk homeschooling dulu, beliau menyuruhku untuk fokus dengan pelajaran, tidak terus bermain dengan teman. Itu lebih berguna untuk masa depan yah," sanggah Kevias, di depan ayahnya seperti anak perempuan pada umumnya. Dia akan mengatakan bahwa pendapatnya benar, walapun beda dengan pandangan orangtuanya.

Aries menghela nafas, susah sekali memberi tahu Kevias yang keras kepala. Sejak kejadian hari itu, Aries tidak pernah lagi menyebut nama aslinya. Itu keinginan Kevias sendiri "Tapi Sayang, ibumu sudah tidak ada...,"

Kev langsung memotong ucapan ayahnya. "Enggak Yah, Ibu masih bersama kita di sini. Dia selalu ada di hati kita, Yah," kata Kevias lagi. Aries membawa Kevias ke dalam benaman dadanya.

"Dengarkan Ayah sayang, kamu tau kenapa Ibumu sangat jenius? Kamu tau kenapa Ibumu sangat ceria? Cantik dan berwawasan tinggi?" Dalam pelukan ayahnya, Kevias menggeleng lemah.

"Biar Ayah beri tau satu hal, waktu kecil Ibumu sama seperti kamu saat ini, terlalu menutup diri dari dunia sekitar, tiap hari fokus dengan belajar, tapi saat usianya 16 tahun sama sepertimu saat ini, ibumu memutuskan untuk merubah dirinya...."

Kevias menegakkan tubuhnya, menghadapkan dirinya pada ayahnya. "Maksud Ayah?"

"Ibumu sadar saat usianya mulai dewasa, dengan ilmu yang banyak, pengetahuan yang luas, Ibumu akhirnya bisa bersosialisasi dengan orang lain, bahkan lebih mudah dari orang yang selalu sok akrab dengan sebayanya." ada jeda sebentar, lalu Aries melanjutkan.

"Ibumu ingin kau sepertinya, memiliki teman dan mudah bersosialisasi namun tetap berpikir maju karena memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas. Jika ibumu masih di sini, dia pasti akan mengambil keputusan seperti Ayah."

Kevias menghela napas panjang setelah mendengar cerita ayah tentang ibunya. Kevias sedih karena ayahnya mengingatkan kenangan indah masa lalunya dengan ibunya.

"Jadi Ayah mohon Sayang, jadilah anak baik. Jangan bertengkar lagi dengan murid lain. Dan mulailah bersosialisasi dengan siswa lain," tandas ayah sambil tersenyum pada akhir kalimatnya.

Kevias tersenyum miris, berarti ayahnya sudah mengetahui masalahnya dengan Hera tempo hari di sekolah, yah mungkin memang berat permintaan dari ayahnya.

Namun Kevias akan mencobanya, mengikuti jejak ibunya. Mengenang ibunya dengan baik dari sifat baru yang akan dia bangun mulai sekarang.

* * *

Kevias baru saja keluar dari ruang kepala sekolah. Dia mendapat bimbingan betapa tidak bolehnya berkelahi di sekolah, ini terkait dengan insiden beberapa hari lalu saat dia berjambak ria dengan Hera. Ada murid lain yang melihatnya dan melaporkannya pada guru-guru.

Kevias terus berjalan di keheningan. Sekarang masih KBM, Abel tiba tiba menghalangi jalan Kevias. Abel menaik-tundukkan tubuhnya sendiri, sama saat waktu itu Abel minta maaf pada Ruby. "Makasih Kev, nolongin aku hari itu. Maaf hari itu aku langsung kabur, aku takut banget soalnya," jelasnya.

Kevias memberi muka datar. Mungkin Abel hanya ingin mengucapkan formalitas semata. Kevias hanya berdeham kecil membalas perkataan Abel, dia melanjutkan langkah ke kelas dengan Abel yang mengikuti di sebelahnya.

Hening di antara keduanya sampai mereka melewati lapangan basket. Tiba tiba Abel berkata,
"Kev, mau nggak jadi temenku?" pinta Abel dengan suara pelan.

Kevias menghentikan langkahnya dan menatap Abel di sampingnya yang ikut berhenti.

Kevias tidak membalas perkataan Abel. Dia membiarkan Abel menjelaskan lebih detail. "Aku takut dibuli lagi sama Hera dan kawan-kawannya. Aku janji bakal jadi temen kamu yang setia, nolongin kamu saat kamu butuh aku. Seengaknya dengan kita berteman kita bisa ngerjain peer bareng, bisa makan di kantin bareng, bisa ke perpustakaan bareng, bisa hang out bareng, bisa...,"

"Stop!" tegas Kev dengan suara pelan namun menusuk. Dia tidak tahan dengan ocehan Abel. Kevias sudah biasa mendengar ocehan-ocehan mengenai siswi di SMA Budi Bhakti yang ingin berteman dengannya.

Alasannya hampir sama seperti apa yang diungkapkan oleh Abel tapi melihat bagaimana penampilan dan kelakuan abel di sekolah yang berbeda dari siswi-siswi sebelumnya yang memohon dengan sangat saat ingin berteman dengan Kevias, gadis itu yakin Abel tulus ingin berteman dengannya. Abel berbeda.

Kevias lebih nyaman berteman dengan seorang yang nerd dibanding yang nge-hits di sekolah. Kevias yakin seorang Abel tidak akan mengkhianatinya, tidak akan memeras uangnya. Kevias yakin dengan semua fakta itu.

Belum lagi ayahnya yang tadi malam menyuruh Kevias untuk membuka diri dari siswa lain, mencari teman di sekolah walaupun sebenarnya dari balik semua itu, Kevias benar benar tulus ingin berteman dengan Abel.

Kevias menengadahkan kepala ke atas sebentar melihat awan yang seputih kapas berhamburan. Kevias kembali menghadap Abel yang merasa bersalah karena bicara terlalu banyak. Abel menunduk takut.
"Oke, mulai sekarang lo temen gue...." Perkataan Kevias membuat Abel langsung mendongak menatap Kev kembali.

Kevias berdoa dalam hati semoga ini keputusan yang benar baginya. Abel tersenyum lebar dan memeluk Kevias senang. "Makasih Kev...."

Dari kejauhan Ruby melihat semuanya. Dia melihat seorang Nona Kevias yang membuka pintu hatinya untuk Abel. Orang yang saat ini harus selalu ia awasi karena Ruby meyakini dia adalah Red Mask.

Ruby tersenyum miring lalu mendongak menatap awan  bergumul, kumpul jadi satu. Dan bergerak ke arah matahari, menutupi silaunya untuk sebentar.

*  *  *

Shoelaces [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang