[63]

221 24 1
                                    

        

Di tengah sunyi rumah susunmu, Anumet menelepon.

"Halo?"

"Lebih baik kaucepat-cepat lari, Anak Muda."

"Hei! Bagaimana data distribusinya?"

"Jangan banyak tanya, Anak Muda. Lari!"

"Karena?"

"Ada orang di kabinet yang mau mengobrak-abrik fasilitas Veritasensor. Kami sudah dapat peringatan. Aku dan Brekit sedang menyembunyikan apa saja yang bisa disembunyikan."

"Mana Gilles?"

"Gilles menghilang."

Kamu bertambah bingung. Kamu memang baru bergabung sebentar. Belum sempat tahu rahasia apa yang Anumet dan Brekit sembunyikan. Bahkan, kamu tidak tahu ada rahasia di antara mereka berdua. Mereka benar-benar tak pernah menunjukkan apa-apa ke hadapanmu.

Apakah yang mengejar mereka itu Gilles?

"Sudah dulu, ya. Radar menunjukkan mereka akan datang dalam sepuluh menit. Kamu lari! Jangan kembali ke sini!"

Telepon ditutup dengan bantingan keras.

Kamu belum tahu akan lari ke mana. Yang jelas kamu bersyukur semalam kamu pulang. Kalau kamu bersikeras bertahan di sana dan mengintip pekerjaan Anumet dan Brekit, bukan tak mungkin sekarang kamu sudah tidak bernyawa lagi.

*

Seseorang menghampiri kamu, yang tengah duduk di taman belakang rumah Veritasensor. Ia berdiri di atas papan kambang, memakai helm, dan tengah menggigit sekeping Oreo Mega Stuf. Ia menyapamu dengan sempurna. Nama depan hingga nama belakang, tanpa kesalahan ejaan dan lafal. Ia memperkenalkan diri sebagai Raimi Bostervik, anggota komitariat Veritaject. Ia minta izin duduk di sebelahmu. Kamu tak punya pilihan lain selain mengiyakan.

"Aku cuma mau beritahu sesuatu."

Kaucoba mencubit lenganmu. Tidak bisa. Lenganmu tidak bergerak. Ini bisa jadi ketindihan, atau bisa jadi cuma mimpi. Namun, kauputuskan untuk tidak bangun sekarang.

"Di dalam pemerintah sendiri ada pengkhianat. Kamu tahu?"

Kamu menggeleng. Tetap tidak bisa.

"Pengkhianat ini sudah lama. Dia mencoba masuk lewat Profesor Tamara. Semua omongannya disensor supaya yang keluar ke media selalu satu suara dengan pemerintah. Dia mundur, lewat Kirkin, asisten yang sudah bekerja buat Profesor selama lima belas tahun."

Kamu mencoba menggerak-gerakkan bibir. Tetap tidak bisa. Sepertinya, kamu memang dipancangkan di sana sebagai tiang hidup yang cuma bisa menyaksikan Raimi bicara.

"Suatu hari aku menemukan data. Data ini mengerikan. Ada sih, di suatu tempat, di bawah laci atau di mana, gitu. Nanti kuberitahu. Intinya sih, data itu mengungkapkan siapa memihak siapa, berdasarkan hasil ujicoba Veritaject formula asli. Yang merah darah. Tintanya juga merah. Tulisan terkait Veritaject yang benar itu selalu merah." Raimi berhenti, lalu mengeluarkan sebuah botol kaca berwarna hijau gelap dari dalam saku celananya. Kecil saja, segenggaman tangannya. Ia buka tutupnya, lalu ia tenggak isinya sampai habis.

"Data ini sempat mau kubicarakan ke Kirkin. Paman itu tidak terima. Dia bilang Profesor tidak mungkin pro dengan kebohongan putih. Eh, dia tidak percaya. Dipikirnya ia bekerja sama selama lima belas tahun lantas Profesor terus jujur dengannya? Cuih. Tidak ada kejujuran yang gratis di dunia ini!"

Tetapi kamu merasa kamu sedang tidak berada di dunia. Rohmu mungkin sedang dipinjam lelembut dari akhirat.

"Hei! Kaudengar aku tidak! Kamu tahu kenapa aku bisa menemuimu di sini?"

Ini bukan duniamu.

"Ini akhirat! Aku sudah mati! Otakku hilang. Entah siapa yang memuseumkannya."

Kamu bergidik, tetapi tetap saja, kamu tak bisa menoleh ke bahumu sendiri.

"Di Pottjen Doll. Otak mereka semua juga hilang. Karena mereka tahu apa yang sebenarnya," desis Raimi.

Di seberang bangku, berpuluh meter jauhnya, kamu melihat sepasang manusia paruh baya.

Mereka mendekat, hingga wajah mereka jelas tampak di hadapanmu.

Anumet dan Brekit.

Lalu seorang pemuda bungkuk berkacamata. Ia melintasi bangku tempat kamu dan Raimi duduk, tanpa menoleh.

"Zsolt. Anumet. Brekit. Banyak lagi. Kami semua mati. Semua otak kami...."

Seketika, tubuhmu terasa ringan. Terangkat ke udara, lebih tinggi daripada lampu di puncak tiang. Badanmu tersedot ke pusaran yang mengombang-ambingkanmu tak beraturan.

Hingga kamu terhanyut.

Ke tempat di mana kamu masih tak sanggup mencubit lenganmu dan melihat bahumu sendiri.


Cepat tangkap sesuatu, berpeganganlah, lalu bangunlah di [32].

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang