Vickey berjongkok, mengelus kepala anjing yang sedang menjilati sepatu boot-nya. "Dimana pemilikmu?" gumamnya.

Kemudian seorang lelaki muda berlari ke arah mereka sambil berteriak, "Ryder... disitu kau rupanya!"

Lelaki berkaus hijau pastel itu terengah-engah. Dia memegangi lutut kemudian berkata, "Lelah aku mencarimu."

Vickey menatap laki-laki asing itu, kemudian terpikir olehnya untuk menanyakan keberadaan Alesha.

"Maaf, kau tahu dimana Alesha? Eh, maksudku gadis yang menempati rumah ini?"

Lelaki berambut cokelat itu mengulas senyum, "Aku tetangga baru, aku tidak tahu dimana orang yang kau sebut tadi. Kau tahu, aku baru saja pindah ke wilayah ini kira-kira dua puluh empat jam yang lalu."

Vickey tersenyum. Sebenarnya dia tidak mempedulikan orang ini, karena yang ia pedulikan adalah 'Dimana Alesha?"

Dengan putus asa dia pergi, tanpa berpamit pada si laki-laki ataupun anjingnya.

"Hei, siapa namamu?" laki-laki berkaus pastel itu berteriak.

"Vickey." Jawab Vickey tanpa menoleh. Dia berlari kecil kemudian masuk ke mobil yang tadi ia kendarai lalu melaju cepat ke sebuah kedai teh di ujung perumahan ini.

"Americano less sugar." ujar Vickey pada pelayan yang sedang berdiri dibalik meja panjang tempat pemesanan.

Pelayan cantik berambut hitam itu menulis pesanan Vickey dengan cekatan kemudiaan ia menawarkan beberapa menu baru -yang kebanyakan berupa camilan- kepada Vickey. Tak mau bertele-tele, Vickey menunjuk sebuah gambar di kartu menu yang disodorkan si pelayan kemudian duduk meninggalkan meja pemesanan ke sebuah meja pengunjung yang terletak di sudut kanan ruangan, tepatnya dekat pintu masuk.

Vickey duduk termenung. Menyesali hal yang telah ia perbuat, dan menyesali kenapa teman satu-satunya harus pergi.

Pikirannya melayang pada kejadian di taman itu. Waktu itu, Vickey mengajak Amber dan Alesha untuk pergi berjalan-jalan. Tapi karena Amber sedang merasa lelah, iapun menolak ajakan Vickey, tak mau kalah Vickey terus memaksanya bahkan memaksa Alesha untuk mengajak Amber.

Dan dengan hati yang terdesak Amber mau berangkat bersama keduanya menggunakan mobil putih Alesha. "Tapi jangan marah jika aku hanya tertidur di bangku taman!" gertak Amber, tawa kedua temannya menyembur.

Dan benar saja, Amber tertidur di bangku taman. Alesha juga ikut malas-malasan, membuat Vickey makin kesal dengan tingkah keduanya.

Vickey menyimpan perasaan dendam yang amat sangat pada Amber, "Dia selalu mengacau kesenanganku bersama Alesha! Awas saja nanti, akan kubuat kamu menyesal hingga tidak mau ikut kemanapun kami pergi!" bentaknya dalam hati.

Amber memang selalu begitu, bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap mereka berencana liburan dia memang memiliki banyak alasan untuk menolak mereka pergi, kecuali ke toko buku.

Kemudian saat Alesha sedang pergi membeli minuman ringan, Vickey mengajak Amber ke sebuah gazebo yang mirip pondokan tua. Disana ia mulai melampiaskan kekesalannya. Dia menyerang Amber dengan membabi buta. Dan Amber yang tidak tahu tentang kesalahannya tidak cukup kuat untuk membalas atau bahkan membela dirinya dari serangan Vickey yang bertubi-tubi. 

Amber duduk tersandar di dinding gazebo itu. Dia merasa lemas karena banyak kehilangan darah, tapi Vickey terus menerus menerjangnya. Hingga suara Alesha yang berteriak memanggil mereka terdengar, Vickey berlari dari tempat itu dengan meninggalkan Amber yang berlumur darah. 

Vickey kembali terfokus saat seorang laki-laki memasuki kedai. Dia laki-laki yang tadi memakai baju hijau, kini ia mengenakan kaus biru masih dengan celana jeans yang sama.

"Vickey!" sapanya dengan senyumannya yang lebar. Vickey mengulas senyum simpul ketika lelaki itu menghampiri mejanya. 

"Hei, apakah kau berpikir kita berjodoh?" ucap lelaki itu sembari menarik kursi di hadapan Vickey dan duduk disana, dia tertawa.

Vickey kembali tersenyum, "Mana ada orang yang tidak saling mengenal bisa berjodoh." ucapnya bergurau.

"Hei benar, perkenalkan, aku Almer." dia mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh tangan Vickey.

Vickey merasa canggung berada di hadapan lelaki itu. Dia mengemati kulit pucatnya, hidungnya runcing dan rambutnya agak panjang dan ikal, itu mengingatkannya pada hobbit di film The Lord Of The Ring, tepatnya Peregrin Took, sangat mirip. Bibirnyapun merah muda dan kecil, sungguh menggemaskan.

Tapi dia tak bisa lama-lama disini karena Almer tahu jika Vickey mengamatinya sejak tadi. "Aku pergi." ucapnya. Kemudian dia bangkit ke kasir, memberikan beberapa lembar uang dam membiarkan Americano dan makanannya -yang ternyata tiramisu- yang ternyata telah dbungkus itu di kasir.

"Hei, makananmu!"

...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 01, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Friend Is Never ThereWhere stories live. Discover now