Chapter 3

29 15 2
                                    



CHAPTER 3

Tak ku sangka, sahabatku adalah seorang psikopat. Yah, aku sudah mampu menyimpulkan bahwa dia adalah psikopat. Karena tidak mungkin seorang manusia membunuh dengan cara sesadis itu kalau tidak ada gangguan jiwa.

Aku harus bagaimana? Membencinya karena dia telah membunuh Amber atau memaafkannya?

Sungguh, aku ingin memaafkan Vickey. Tapi semua yang dia lakukan membuatku merasa membencinya. Pikiranku menuntut untuk memaafkannya, tapi hatiku tak mengizinkan.

Aku hanya bisa bertanya-tanya, ada masalah apa dia dengan Amber?

Pikiran-pikiran buruk mulai membayangi Alesha. Matanya menatap lurus ke arah terbitnya bulan purnama.

Tangannya yang kanan meremas-remas ujung bed cover. Giginya menggigit ujung kuku ibu jari tangan kiri. Dia merasa amat cemas, khawatir, dan penasaran.

Dimana kau Ansley? Kenapa kau tak kunjung pulang? Aku sangat ingin menceritakan seluruh kejadian ini padamu. Aku sangat takut Ansley.

Rasa sesal menusuk hatinya. Andai dia tidak marah-marah pada kakaknya, pasti si tampan masih ada disini. Ansley adalah saudara satu-satunya yang dimiliki Alesha.

Kedua orangtua-nya pergi ke Washington untuk bekerja. Setiap bulannya ayah Alesha mengirimkan sejumlah uang untuk keperluan putra-putrinya. 

Ansley adalah kakak yang menyenangkan bagi Alesha. Dia sangat menarik, dan juga baik. Setiap ada masalah apapun itu pasti Ansley membantu Alesha untuk menyelesaikan masalahnya. Dan apakah kali ini Ansley mampu membantu adik satu-satunya?

Di dalam penyesalan Alesha terselip rasa takut pada Vickey. Dia takut kalau-kalau gadis itu tiba-tiba datang padanya dan menyakitinya. Apalagi Ansley sedang tidak ada dirumah.

"Alesha?" ketakutan Alesha semakin menjadi ketika mendengar seseorang memanggilnya dari luar rumah. Bel berbunyi berkali-kali, namun Alesha tidak merespon.

Oh astaga! apakah Vickey ada di depan rumah. Aku harus bagaimana, aku sungguh tidak berani untuk sekedar menemuinya. Tuhan, bagaimana ini?!

Alesha tetap diam, bahkan ia sangat berhati-hati saat bernafas.

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki dari balik pintu kamarnya. Suaranya semakin mendekat dan mendekat. Orang misterius itu mengetuk pintu kamarnya, kemudian mulai memutar knop pintu dan membuka pintu perlahan-lahan.

"Nona? Teman nona menunggu diluar. Sepertinya Vickey. Apakah nona tidak mau menemuinya?"

"Oh astaga, bibi Angela! Aku sangat terkejut melihatmu." Alesha menghembuskan nafasnya lega.

"Maafkan aku, Nona. Diluar ada teman nona yang menunggu, apakah nona mau menemuinya?" Angela mengulangi kalimatnya.

"Um, tolong katakan padanya aku tidak ada dirumah, Bi. Katakan bahwa aku ikut Ansley ke Washington."

"Ba.. baiklah Nona." Angela berkata ragu-ragu.

Wanita tigapuluhan tahun itu kemudian berlalu dengan seribu rasa khawatir.

^Tak lama kemudian...

Gubrakk!!!

"Jangan!" Alesha berteriak, dia terkejut ketika seseorang tiba-tiba menendang pintu kamarnya.

"Ah, maaf. Aku hanya ingin bertemu denganmu, tapi aku tak sengaja menendang pintu. Maafkan aku."orang itu memohon.

"Kenapa kau memasuki kamarku tanpa pemisi, hah! Apa kau tidak memiliki sopan santun?!" gadis itu memaki orang yang kini berdiri di depan pintu.

The Friend Is Never ThereHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin