Chapter 2

58 15 0
                                    

Matahari memancarkan sinarnya yang menyilaukan. Hari sudah cukup terik.

Terlihat dari kaca jendela kamar tidur Alesha yang sudah tersibak. Sinar itu kian menyeruak memenuhi setiap sudut kamar yang menghadap langsung dengan surya.

Alesha menutupi wajahnya dengan selimut, merasa matanya sakit terkena pancaran sinar emas itu.

Ia kembali tertidur. Namun acara tidurnya tidak berlangsung lebih lama lagi karena seseorang memasuki kamarnya, berusaha membangunkan Alesha.

Lelaki bertubuh tinggi itu menyibak selimut yang telah menutupi seluruh bagian tubuh gadis itu. Ia memanggil-manggil nama gadis yang berada di hadapannya. namun karena merasa tak ada jawaban, akhirnya sebuah tamparan kecil mendarat di bahu gadis yang masih terlelap ini.

"Tolong hentikan!" akhirnya Alesha mampu mengumpulkan sedikit kesadarannya, hanya sekedar untuk menghetikan tingkah kakaknya yang rutin dilakukannya setiap pagi ini.

Lelaki berumur duapuluhan tahun ini mengerutkan dahinya. Kalau dilihat sekilas dia sepertinya orang yang jenius.

Terlihat menarik. Ia memiliki wajah dengan pipi tirus khas orang Amerika, matanya yang sedikit sipit berwarna cokelat muda memancarkan karisma tersendiri yang sulit dijelaskan. Kulitnya putih bersih seperti kulit orang Eropa. Hidungnya bangir, sebangir orang Italia. Dan rambutnya yang agak panjang berwarna hitam pekat, seperti orang Korea.

Sebenarnya dia orang mana?

"Bangunlah Al, kau harusnya sudah mandi sejak dua jam yang lalu. Dan lihat dirimu, kau malah belum bangun." Si tampan itu mencoba menarik seluruh selimut yang di pakai adiknya, namun Alesha menariknya lagi. Dan terjadilah aksi saling tarik menarik.

"Pergilah Ainsley! Aku merasa sangat lelah, aku benar-benar lelah. Kau tahu, kan, aku baru pulang pukul sebelas malam." Alesha mengusir kakaknya, namun nada bicaranya terdengar seperti orang yang bergumam dalam tidur.

"Aku beri waktu lima menit untuk keluar dari kamar, aku mau pergi berlibur. Kalau kau tak mau ditinggal sendirian dirumah ini, maka keluarlah dari kamar ini dalam waktu lima menit! Karena aku tidak akan pulang dalam hitungan hari." manusia tampan itu mengancam dengan nada yang sangat lemah lembut. Mengalun indah di telinga Alesha.

"What?! Lima menit itu tidak cukup!" gadis cantik yang tertidur –hampir pulas – itu menghempaskan selimut yang tadi ia pertahankan. Tubuhnya terperanjat dan segera mengomel pada kakaknya.

Sia-sia, Ansley telah keluar dari kamar seluas 5x8 meter itu dan segera memasang sikap acuhnya –yang pastinya sangat tidak disukai Alesha.

"Kau tak mempedulikanku?! Terserah saja, pergi saja sana, aku mau dirumah." Mulut gadis SMA itu mulai mengomel lagi.

Dengan rambut yang acak-acakan ia melangkah ke kamar mandi. Jalannya terseok karena masih mengantuk, walaupun ia sudah sempat bersikap anarkis pada saudara satu-satunya itu.

...

"Baiklah Vickey, kau mau kemana lagi?" wanita paruh baya –dengan dandanan semacam bangsawan- itu melirik putrinya yang sedang memakai sepatu boot yang selalu digunakannya saat pergi.

Vickey tidak menjawab.

"Ayolah Vickey, kau baru pulang pukul sebelas malam. Mau kemana lagi kamu?" wanita itu melangkah menghampiri Vickey.

Tadi malam Vickey dan Alesha memang pulang malam. Mereka berdua di-interogasi oleh petugas kepolisian, dan didampingi oleh Albert –si dokter muda- juga. Mereka selesai pukul sembilan, kemudian keduanya pergi ke taman yang sudah sepi untuk mengobrol, sekedar untuk sedikit mengurangi kesedihan mereka.

The Friend Is Never ThereWhere stories live. Discover now