22. Happy me

185 27 6
                                    

Vote sebelum baca^^
👍

**

-Achel POV-



Apa yang biasanya pelajar lakukan ketika jiwa dan raga sudah segera ingin keluar kelas tapi guru atau dosen itu tetap asyik menjelaskan padahal waktu belajar sudah habis?

Well, inilah yang aku rasakan sekarang.

Maksudku, Ayolah!

Aku ingin segera pergi ke mading karena pengumuman pemenang lomba seleksi ada di sana. Di saat suasana luar sudah terdengar ramai tapi kelasku masih pusing memikirkan mata pelajaran yang tiada habisnya, rasanya ingin sekali berteriak kalau semua ini tidak adil.

Tapi apa daya, nyaliku terlalu ciut untuk sekedar mengingatkan waktu habis ke dosen termenyeramkan yang pernah aku temui ini. Bisa-bisa aku dicap sebagaimana mahasiswa yang berkarakter tidak baik, kan tidak lucu ya?

Tiga puluh menit berlalu ketika akhirnya sang dosen berkata: "Mungkin cukup sekian materi yang kita bahas hari ini. Tolong rangkuman untuk materi selanjutnya dikerjakan." Sambil berpamitan lalu keluar kelas. Seketika semua orang di kelas ini bergembira karena akhirnya bisa merdeka juga. Bagaimana pun, hak kami selama tiga puluh menit telah dirampas.

Aku dan Elina buru-buru membereskan buku lalu berlari keluar kelas. Tidak sabar melihat dua grup manakah yang yang akan mewakili kampus ini. Semoga salah satunya diambil oleh The Sound of Memory. Sungguh, aku sangat menginginkan itu jadi kenyataan.

Saat aku dan Elina berada di tangga untuk turun, aku melihat di ujung bawah sana tersender dua orang pria arogan yang sedang jual pesona. Sontak aku dan Elina berhenti berlari lalu saling menatap dan berkata "What the...?"

Yoi. Dua pria itu adalah Mas Fey dan Kak Ikbal. Sedang apa duo sejoli itu nongkrong tidak jelas di bawah tangga ketika banyak orang berlalu-lalang?

"Gue rasa kita harus stay cool." ucapku kepada Elina.

"Setuju. Kita harus pura-pura ngga melihat mereka." jawabnya kemudian.

"Entah apa yang dilakukan mereka tapi yang jelas para cewek di sini ngga henti-hentinya memandang mereka."

"Ayo, Chel. Kita pura-pura jalan sambil ngobrol, oke?"

"Caw."

Aku dan Elina lalu berjalan pelan sambil mendiskusikan tentang materi pelajaran tadi. Berhubung tangga ini cukup lebar dan duo sejoli itu ada di sebelah kanan, jadi kami berdua jalan di sebelah kiri.

Sebisa mungkin kami berdua pura-pura tidak menyadari kehadiran mereka. Dan, sekitar tiga anak tangga lagi kami resmi berada di lantai bawah.

Saat kami berbelok, kami bertabrakan dengan dua orang pria yang hendak naik ke tangga. Tabrakan itu terjadi dengan cepat dan tak terduga sampai buku jurnal yang kami bawa terjatuh ke lantai. Dua pria itu terkejut lalu dengan segera mengambil buku jurnal dan mengembalikannya kepada kami.

"Maaf, gue ngga sengaja nabrak kalian." kata si yang paling tinggi dengan senyuman yang menghadirkan lesung pipit di pipinya. Ya Tuhan siapa pria ini? Kenapa aku baru melihatnya?


Ganteng bor.


"Kalian gapapa?" kata yang satunya lagi tidak kalah ramah. Oh lihatlah rambutnya yang acak-acakan begitu keren di wajahnya yang tirus.

"Gapapa." jawab Elina seketika.

"Gue juga minta maaf ya. Gue langsung belok gapake ngerem." sambungku kemudian —sambil tersenyum kecil.

Beloved NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang