4. Unexpected

332 47 4
                                    

-Achel POV-



Hari ini adalah hari pertama aku belajar. Perkenalan dengan salah satu dosen yang mengajar di kelas sudah aku lalui dengan senang hati. Ternyata dosen-dosen disini sangat baik. Tapi aku percaya beberapa hari kemudian akan bertemu dengan dosen jahatnya. Huhu.

Aku sedang berjalan sendiri di koridor kampus yang gelap dan panjang. Tanganku menenteng sebuah minuman segar karena aku baru saja dari kantin. Sampai sekarang aku sudah mendapatkan banyak teman. Tapi tetap saja teman baikku hanya satu, yaitu Elina.

Asalkan kalian tau, dari sejak kejadian di kantin waktu itu, sampai sekarang aku tidak berbicara lagi dengan Mas Fey. Kalau bertemu pun rasanya seperti tidak kenal saja. Entahlah tapi aku rasa ada sesuatu di balik semua ini.

Aku ingin sekali mengajaknya bicara dan mengulang semuanya dari awal. Aku rindu sosoknya yang selalu mengangguku kapanpun aku di kampus. Namun keberanianku tidak setinggi itu.

Sesaat aku mendengar suara piano di salah satu ruangan di koridor ini. Suaranya sangat enak di dengar. Melodinya membuatku mengikuti suara ini. Aku langkahkan kaki sambil mempertajam pendengaran telingaku. Hingga aku tiba di depan ruangan yang bertuliskan "Ruang Musik". Pintunya terbuka jadi aku bisa melihat keadaan di dalamnya.

Berbagai macam alat musik modern dan tradisional tersusun rapi menyejukkan mata. Langkahku membawaku masuk ke ruangan itu. Hingga aku menyadari ada satu laki-laki di ujung yang sedang duduk sambil bermain piano.

Dilihat dari postur belakangnya, sangat tidak asing bagiku. Apakah dia... Mas Fey?

Kubiarkan kaki ini terus melangkah seiring merdunya melodi piano. Perasaanku tidak karuan ketika menyadari kalau yang di hadapanku ini ternyata memang Mas Fey. Wangi tubuhnya pun bisa aku kenali dengan baik.

"Lo dari mana aja, bal? Gue dari tadi nungguin disini. Bukannya kita mau rapat tentang lomba aransemen musik tingkat provinsi ya?"

Tiba-tiba dia berbicara. Itu menandakan dia menyadari kehadiran seseorang disini. Dia mengira kalau aku adalah Kak Ikbal.

Aku berdiam di tempat karena dia tidak lagi memainkan pianonya. Sampai akhirnya dia membalikkan badan dan menemukanku yang sedang berdiri sambil berusaha tersenyum kecil di hadapannya. Ekspresi kaget yang ditahan mulai terpancar dari wajahnya. Antara salah tingkah dan canggung, aku tidak tau apa aku harus pergi, atau diam disini.

"Oh, hai. Ada apa datang kesini?" katanya sambil berdiri dan membenarkan bajunya yang aku rasa tidak kusut sama sekali.

"Gue dari kantin dan mau pulang lewat sini. Terus gue denger suara piano dan gue penasaran aja. Dan disinilah gue sekarang," jawabku dengan nada rendah. Suasana hening dan canggung ini membuatku gila. "Kenapa emangnya?" lanjutku.

Dia berjalan ke arah meja yang ada disampingnya dan mulai menggendong tas. "Nothing. Yaudah gue pergi dulu ya. Ada urusan sebentar." katanya sebelum dia tersenyum dan melangkahkan kaki lalu meninggalkanku yang diam sambil menatap kosong seonggok piano.

Lagi, dia menghindariku.

Kalau seperti ini terus bagaimana semuanya akan berakhir?

Aku berlari ke arahnya sebelum dia berhasil mencapai pintu. Sontak aku pegang lengannya yang keras untuk mencegah dia pergi. Ya, sekarang waktu yang tepat untuk mengakhiri teka-teki membingungkan ini.

"Mau sampai kapan saling menghindar kayak gini?" tanyaku diiringi desahan lelah yang dari tadi terkunci rapat di dalam dada. "Kenapa Mas Fey selalu pergi saat gue datang? Ada masalah apa sampai lo mendadak berubah?"

Beloved NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang