Part 13

108K 10K 397
                                    

Sepertinya kita memang nggak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan kepada kita. Mengapa begitu? karena kita nggak pernah tahu kapan kesempatan itu bakal ditarik kembali dari kita. Dan, ketika kesempatan itu hilang, tak ada yang dapat kita lakukan selain pasrah. Percayalah, menunggu kesempatan yang sempat kita sia-siakan untuk dapat kembali ke kita membutuhkan usaha yang bikin makan ati. 

Kayak aku sekarang ini. Aku keukeuh kalau Kahfi memang ada something dengan Sekar. Kubiarkan juga Kahfi memberikan 'waktu dan jarak' untuk hubungan kami supaya aku bisa meyakinkan diriku sendiri soal perasaanku padanya. Untuk beberapa hari, aku masih bisa tahan. Kahfi yang berlalu lalang di ruang dosen, tersenyum pada semua orang, termasuk padaku, tetapi hanya sampai disitu saja. Kami juga sesekali berpapasan di gedung kampus. Entah dia yang baru akan memasuki ruangan, sementara aku baru saja selesai mengajar. JGL KW Super itu juga nggak pernah lagi mengirim ucapan selamat pagi atau selamat tidur. 

Sesi curhat yang kulakukan dengan Mami beberapa waktu lalu memberikanku cukup banyak pelajaran. Pertama, don't judge a book by its cover. Sebenarnya kalau untuk yang satu ini, Mami adalah orang kesekian yang memperingatkanku. Kedua, aku harus menumbuhkan rasa percayaku pada pasangan. Berhubung pasanganku adalah orang yang super cakep dan super ramah dan super baik, hal ini agak sedikit susah kulakukan. Tapi, aku ingat lagi kata-kata Mami, aku harus percaya padanya. ketiga, harus jujur dengan diri kita sendiri. Ini yang paling penting. Aku itu tipe orang yang agak berat mengakui apa yang aku rasakan ke orang lain. Ngaku suka, susah. Ngaku cemburu, susah. Ngaku sayang, susaaaah banget. sementara, Mami bilang, segala sesuatu itu harus diutarakan, karena lawan bicara kita bukan mentalist yang bisa baca pikiran kita. 

Masalahku dengan Kahfi sedikit menurunkan performaku dalam bekerja. Sudah entah berapa kali dalam empat hari belakangan ini Pak Bachtiar memarahiku perkara aku salah memasukkan data. Harusnya yang kumasukkan adalah beban maksimum, aku malah input ke tekanan. Aku juga beberapa kali salah memasukkan rumus. Harusnya rumus kuat tarik sejajar serat, yang kumasukkan malah kuat tarik tegak lurus serat. Yang membuatku semakin malu, Pak Bachtiar ini nggak segan-segan negur aku di depan dosen. Beneran deh, dia kayaknya masih nganggap aku mahasiswa bimbingannya, bukan rekan sesama dosen. 

Keteledoranku bertambah lagi saat sebuah chat whatsapp masuk ke ponselku.

From: Rio

Kak, bahan gerber dan garis pengaruh belum Kakak email ke aku, lho. Aku tunggu 2 hari krn aku pikir Kakak lg sibuk bgt soal riset dgn Pak Bachtiar. 

Aku menepuk jidatku. Kenapa bisa lupa, sih? Harusnya bahan itu sudah kukirim ke mereka, karena minggu depan aku akan mengadakan kuis. Aku memang nggak bilang ke mereka kalau aku akan mengadakan kuis. Namun, aku selalu memberikan hint kalau aku akan mengadakan kuis dengan entah memberikan banyak tugas atau mengirimkan bahan kuliah tambahan.

to: Rio

Saya akan kirim sekarang. 

Kubuka laptopku. setelah mencari-cari bahan tentang gelagar bersambung atau biasa disebut gerber serta contoh-contoh soal tentang garis pengaruh, aku membuka akun emailku dan segera mengirim file-file tersebut ke email Rio yang memang sudah masuk dalam kontak emailku. 

Sebuah ide tiba-tiba terlintas di pikiranku. Aku melirik jam di layar ponsel. Masih jam lima sore. Segera aku melesat ke kamar mandi, mandi seadanya lalu berganti pakaian. Aku memilih jins pensil, kaus tanpa lengan, serta scarf Alexander Mcqueen yang baru diberikan Bang Ben padaku. Aku segera mengambil kunci mobil yang teronggok di sudut meja rias di kamar tidurku. Kutatap wajahku di depan cermin, memastikan kalau make up tipisku tetap terlihat flawless. Senyum mengambang di wajahku. Perfect as usual.

Sorry Not SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang