19

4.9K 614 60
                                    

Cuma mau ngasih tau kalau dua minggu ke depan (bisa saja lebih), saya bakal rehat update bab baru (berlaku untuk semua cerita saya). Alasannya sudah saya jelaskan di cerita 'Mencari Arti Bahagia'.

Itu aja sih yg mau saya omongin. Selamat membaca dan sampai ketemu lag di bab yang selanjutnya🙋🙋🙋
🌸🌸🌸

Suasana restoran itu terasa pengap dan menegangkan. Meski terdapat banyak orang yang memadati setiap kursi yang ada, tetap suasana restoran yang dipenuhi suara orang-orang yang mengobrol sambil menikmati makanan tak dapat menghilangkan nuansa tidak mengenakan yang meliputi dua wanita beda usia yang memilih duduk di bagian pojok.

Aura tidak mengenakan itu begitu terasa, hingga membuat sosok wanita yang duduk di depan Arlita bergerak tidak nyaman di tempat duduknya. Arlita sendiri bahkan memang sengaja malah menambahkan suasana tidak mengenakan tersebut dengan menatap sinis sosok wanita tidak tahu malu di depannya itu. Walau Arlita pada keseharian dan pribadinya yang lembut dan tak pernah merendahkan orang lain, kali ini Arlita menjelma menjadi pribadi yang bukan dirinya sama sekali. Ia bahkan berniat menjadi sosok ibu tiri dalam negeri dongeng yang menyiksa anak tirinya sedemikian rupa.

"Selain penghancur rumah tangga orang, ternyata kau sekarang jadi bisu juga ya, nona Defara?" ucap Arlita dingin sambil menatap sosok penghancur rumah tangga serta hati anaknya itu.

"Ma... maaf tante." Defara akhirnya berhasil juga mengeluarkan kata yang sudah berulang kali ia hafal tersebut.

Arlita mendengus kesal, bahkan nada sinis di suaranya terdengar jelas saat berkata, "Maaf setelah lebih dari tujuh tahun berlalu? Dimana otakmu nona Defara saat seenaknya datang menemui saya lalu meminta maaf? Tidakkah otakmu yang licik itu berfikir bahwa semuanya sudah tidak lagi bisa diperbaiki dengan kata maaf darimu?"

Kepala Defara semakin tertunduk mendengar perkataan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di depannya. Semua kata yang telah ia susun bersama Sasa menghilang entah kemana. Bahkan lidahnya keluh hanya untuk sekedar mengucapkan satu katapun. Tapi, sekuat mungkin ia memberanikan diri mengangkat kepala untuk menatap wanita di depannya itu, lalu otaknya kembali menyusun setiap kata dan berucap, "Saya tau saya sudah terlalu banyak salah sama tante sekeluarga. Bahkan kalau memang nyawa saya bisa digunakan untuk menebus semuanya saya rela, tante."

Arlita mendengus meremehkan ucapan wanita tidak tahu malu di depannya tersebut. "Nyawa kau bilang? Memangnya kau pikir seberapa berharganya nyawa seorang wanita licik sepertimu ini? Yang mengupayakan segala cara demi tercapainya tujuanmu untuk menghancurkan kebahagiaan orang lain."

Defara merasa tertohok, namun kali ini ia menolak menundukkan kepalanya lagi. Malahan ia dengan piawai menampilkan ekspresi yang menunjukkan jika ia benar-benar menyesal saat berkata, "Saya tau dosa saya sudah terlalu banyak sama tante juga seluruh anggota keluarga tante. Tapi, sebagai sesama manusia apakah saya tidak berhak mendapat kesempatan kedua untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi? Bukankah tante terkenal sebagai sosok yang memiliki belas kasih yang begitu luas karena banyaknya uluran tangan tante untuk membantu sesama, masa dengan belas kasih sebanyak itu tante tidak mau memberikannya sedikit saja kepada saya?"

Lagi Arlita mendengus keras. Muak melihat wajah penuh muslihat wanita di depannya. "Kemurahan hati saya hanya akan saya berikan untuk orang-orang yang memang pantas untuk mendapatkan. Tapi untuk wanita seperti kau ini, sampai napas terakhirpun kau tidak layak mendapatkannya."

"Saya mohon tante, tolong maafkan semua kesalahan saya di masa lalu. Sekarang saya ingin memulai kehidupan yang baru. Dan kalau tante mengizinkan, saya ingin menjalin hubungan lagi dengan anak tante. Bahkan saya bersedia jadi ibu bagi an... "

Semerah Warna Cinta [TTS #3 | SELESAI]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ