14

4.5K 633 54
                                    

Pengumuan dikit, sekarang saya ingin menetapkan target untuk semua cerita yg saya tulis. Buat baca bab selanjutnya, saya mau 200 vote dan 50 komen.

Bagi kalian yang benar-benar ingin membaca, saya rasa target vote dan komennya nggak akan ngebebanin kalian. Dan jika ada isi komennya yg saya rasa bisa merusak mood saya dalam menulis, maka akan saya hapus.

Segitu aja yg ingin saya sampaikan. Untuk seterusnya, jangan bosan ya buat menuhin target saya. Selamat membaca dan semoga coretan dari seorang pemula ini bisa menemani kalian di waktu senggang.

Suasana hati Vania pagi itu terasa sangat ringan saat menyiapkan sarapan pagi. Selain karena kehadiran sang kakak yang memutuskan menginap satu malam di rumahnya, kakaknya itu juga tidak lagi banyak bertanya perihal perkataan Vania yang keluar begitu saja dari mulutnya setelah alasan berbelit yang Vania rangkai untuk mengalihkan perhatian kakaknya terlihat sukses.

Makanya pagi ini hati Vania terasa plong tanpa ada yang mengganjal saat menyiapkan sarapan pagi untuk pria nomor satu di hidupnya tersebut. Bahkan saking asyiknya dengan kegiatannya memotong sayuran, Vania tidak sadar jika sedari tadi ia sedang diperhatikan dengan intens. Bukan, bukan oleh sepasang mata tajam yang dimiliki oleh kakaknya, melainkan oleh Mala yang menerobos begitu saja masuk ke dalam rumah sahabatnya tersebut dengan tujuan meminta makanan gratis seperti yang selalu dilakukannya semenjak ia mulai akrab dengan sosok wanita beranak satu tersebut.

Menurut sepenglihatan Mala yang bisa dibilang cukup jeli, ada yang berbeda dari sosok wanita yang kini tidak mengenakan hijab tersebut. Untuk itu Mala pun bertanya, "Keliatannya senang banget Van, kamu hari ini?"

Sontak saja Vania berbalik sambil memegang dadanya yang berdegub kencang karena terkejut. Begitu melihat siapa orang telah membuat ia terkejut, tak ayal Vaniapun berdecak kesal lalu kemudian kembali berbalik untuk meneruskan acara masaknya yang tertunda.

"Ya elah Van, teman datang kok dicuekin?"

Masih tak ada respon yang berarti, Mala menarik kursi di meja di depannya lalu kemudian mendudukkan dirinya di sana tanpa permisi. Dengan jeli malahan Mala memperhatikan sosok temannya itu dari meja makan yang terletak hanya beberapa langkah dari dapur, tempat Vania yang masih sibuk memasak.

"Mobil siapa Van, yang parkir di depan itu?"

"Mobil yang mana?" Vania menolehkan sedikit kepalanya hanya untuk mendapati pemandangan dimana temannya sedang mencomot tahu goreng yang terletak di meja makan sana. Sontak saja Vania berdecak kesal melihat temannya yang selalu semaunya sendiri tanpa meminta izin, meskipun Vania tidak pernah marah untuk itu.

"Itu, mobil keren yang sering muncul di tv itu, yang harganya bisa beli rumah sama liburan ke luar negeri, yang sekarang lagi parkir di depan pekarangan rumah kamu."

"Oh... " Vania mengangguk paham. "Itu mobilnya mas Nara." lanjutnya kemudian.

Mata Mala seketika berbinar begitu mendengar nama pria yang sering ia lihat fotonya di ruang ruang guru, di atas meja kerja Vania. Rasa kagum dan simpati masih begitu besar ia rasakan di hatinya. Bahkan tidak menutup kemungkinan bisa saja menjadi cinta jika mengingat betapa seringnya ia mengenang nama sosok pria bernama Nara itu.

"Kakak kamu ada di sini?" tanya Mala antusias.

Insting Vania sebagai sesama seorang wanita mendadak membunyikan alarm peringatan. Apalagi binar mata yang tak biasa di mata Mala yang bisa dimasukkan dalam katogeri waspada membuat Vania mengeluarkan kata penuh peringatan. "Jangan macam-macam, La!"

"Apanya yang macam-macam?"

"Binar di mata kamu itu sudah nggak normal lagi kalau dibilang cuma kagum. Aku peringatkan sama kamu, kamu itu perempuan baik-baik, jangan sampai rasa berlebihan kamu itu malah merubah apa yang sudah baik di dalam diri kamu." sahut Vania cepat.

Semerah Warna Cinta [TTS #3 | SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora