Runaway [II]

508 111 45
                                        

Grego menatap gadis di hadapannya, yang kini berdiri tegak meski rintik hujan mulai menerjangnya. Baru 3 hari Grego tidak berjumpa dengan gadis itu, namun rasanya seperti berbulan-bulan lamanya.

"Kakak ke mana aja dari kemarin? Aku chat, sms, telpon, datengin ke gedung FK, sampai ke rumah Kak Grego juga, tapi Kak Grego seolah ditelan bumi. Aku khawatir banget tahu gak? Kenapa sih? Gak bisa apa bales pesan aku sebentar aja? Kakak di mana beberapa hari ini?" seru Clairine.

Grego dapat menangkap rasa frustasi yang ditahan gadis mungil itu. Jika saja Clairine tahu, kalau Grego sama frustasinya. Jika saja Clairine tahu, kalau Grego sama gundahnya. Jika saja Clairine tahu, kalau Grego belum siap untuk bertemu gadis itu.

"Jawab aku, Kak!"

Grego sudah punya jawabannya, namun hatinya masih ragu. Apakah pilihannya benar? Apakah ia tak akan menyesal nantinya? Begitu melihat wajah Clairine, semua terasa abu-abu kembali. Grego seolah harus mencerna dan memikirkan ulang lagi keputusan yang tadinya sudah terasa begitu mantap.

"Ini udah setengah 4 pagi, mendingan lo balik ke rumah lo, tidur."

Dan lagi, akhirnya Grego lebih memilih untuk menghindar. Rasanya ia perlu waktu sebelum mengutarakan keputusannya pada Clairine. Bukan hari ini, bukan saat ini untuk menemui kebebasan.

"Bukan itu jawaban yang aku mau! Jawab aku, kakak ke mana? Kenapa seolah menghilang gitu aja? Kenapa gak bisa dihubungin sama sekali?" tanya Clairine bertubi-tubi, membuat kepala Grego rasanya ingin pecah sekarang juga, belum lagi hatinya yang terasa begitu perih melihat Clairine sefrustasi ini.

Grego ingin menumpahkan segalanya, Grego ingin menceritakan semuanya. Hanya saja lelaki itu tidak bisa. Ia tidak mampu. Semua kata-katanya terasa tertahan di ujung lidahnya yang kelu dan pikirannya tak mampu merangkai kata-kata untuk ia sampaikan kepada Clairine.

"Itu bukan urusan lo. Gak usah khawatir sama gue. Lagian lo bukan siapa-siapa gue,"

Hujan masih berupa gerimis, namun langit Clairine seolah sedang dihujani dengan petir yang menyambar-nyambang dan langitnya nyaris runtuh.

Lo bukan siapa-siapa gue

Kalimat itu terngiang berulang kali di telinga Grego.

Damn it! Maki Grego dalam hati.

Lidah sialannya tak sejalan dengan pikirannya. Bagaimana mungkin kata-kata itu harus keluar saat ini? Bagaimana mungkin kata-kata seperti itu bisa terlontar dengan mudahnya dari mulut Grego.

Bukan itu yang Grego maksud. Sama sekali bukan! Berkali-kali Grego memaki dirinya sendiri dalam hati, namun kata-katanya tak bisa ia tarik kembali. Grego bisa melihat perubahan raut wajah gadis di hadapannya.

"Trus selama ini aku apa?" tanya Clairine dengan amat lirih, nyaris tak terdengar.

"Apa selama ini aku cuma mainan Kak Grego? Atau aku cuma pelarian Kak Grego dari Lala?"

Mendengar kalimat Clairine barusan, entah mengapa amarah Grego memuncak. Grego tidak pernah main-main dengan perasaannya.

"Gue bilang pergi!" bentak Grego.

Grego tidak pernah menjadikan Clairine sebagai tempat singgah, atau pelarian. Grego menyukai Clairine apa adanya, tanpa ada bayang-bayang Lala. Grego menyukai Clairine sebagai Clairine, dan apabila hatinya terbelah dua, itu adalah persoalan lain.

Clairine tersentak mendengar bentakan Grego yang diluar perkiraannya. Gadis itu mundur selangkah dan terdiam menatap Grego dengan sayu.

"Tapi aku sayang sama Kak Grego. Aku... Gak bisa pergi,"

ÈvaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang