Drizzle

536 119 72
                                        

Mereka bilang ketika kita ingin melupakan sesuatu, kita malah cenderung semakin mengingatnya. Entah bagaimana hal itu terjadi, nyatanya adalah demikian.

Clairine ingin menenggelamkan seluruh pikirannya tentang Grego jauh ke dalam. Berulang kali ia berusaha tak perduli di mana lelaki itu berada, namun selalu berujung dengan menatap ke kamar seberang.

Sejak kemarin, Clairine belum menjumpai batang hidung lelaki itu. Mulai dari dirinya menunggu bersama Lala, hingga kini tinggal dirinya sendiri.

Jangan tanyakan berapa banyak pesan yang telah ia kirimkan. Clairine pun tak tahu. Jemarinya secara otomatis mengetik sejumlah pesan dan memencet tombol panggilan yang tertuju pada nomor Grego. Sayangnya, selalu dijawab oleh sang operator.

"Lo kenapa sih? Tumben banget megangin hp lo terus. Lo beneran patah hati?" tanya Jennie yang tidak tahan selema 3 hari ini melihat kedua sahabatnya bak robot yang menjalani aktivitas sehari-hari.

Tubuh keduanya berfungsi sebagaimana mestinya, namun ada pergerakan tak biasa yang terlihat pada Lala dan Clairine. Dimulai dengan sering melamun, jarang berbicara, dan terus menatap ponselnya.

"Hah?"

Hanya sebatas itu respon yang diberikan Clairine. Jennie pun sudah mulai terbiasa dengan sikap kedua temannya akhir-akhir ini. Awalnya Jennie sendiri bingung dengan perubahan keduanya, namun kemarin Jennie berhasil memaksa Clairine untuk menceritakan apa yang terjadi. Jennie bahkan rela menginap di rumah Clairine demi mendengarkan cerita gadis itu sampai jam 3 pagi.

Clairine menceritakan semuanya, mulai dari dirinya dan Grego, sampai semua yang ia ketahui tentang Grego dan Lala. Gadis itu bercerita tanpa ekspresi, meski sesekali terkekeh pelan dan matanya berkaca-kaca, namun ketika lampu sudah dimatikan, Jennie bisa merasakan bahu sahabatnya bergetar menahan tangis, atau mungkin menangis tanpa suara, berusaha merahasiakan kesedihannya dari Jennie.

Bertahun-tahun bersahabat dengan Clairine membuat Jennie tahu pasti bagaimana sifat gadis itu. Clairine bukan gadis yang bisa menangis di depan umum. Gadis itu memilih pergi ke suatu tempat yang sepi dan menyendiri untuk menangis. Gadis itu tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis dengan sengaja. Jika ia bisa, ia akan menyembunyikan tangisnya.

Seumur-umur, Jennie baru pernah melihat Clairine menangis di hadapannya 2 kali. Pertama kali, ia melihat Clairine menangis saat menonton drama korea yang kata Clairine sedih banget dan yang kedua, ketika Clairine dan Jennie sedang berjalan-jalan di kompleks perumahan Jennie kemudian tiba-tiba bertemu dengan seekor anjing super besar yang berakhir mengejar Clairine.

Selama ini, Jennie tak pernah melihat Clairine menangis karena orang lain, atau lelaki manapun. Meski kisah cintanya selalu berakhir dengan bertepuk sebelah tangan, Jennie tidak pernah melihatnya menangis, atau apakah mungkin Jennie tidak tahu?

"Lo beneran jatuh cinta sama dia?" Tanya Jennie lebih jelas.

Clairine hanya terdiam membisu. Bukannya tak ingin menjawab, namun Clairine sendiri bingung harus menjawab apa. Dirinya seolah linglung dan bodoh dihadapkan dengan sebuah perasaan bernama cinta. Clairine tentunya gadis normal yang melewati masa kanak-kanak dan remajanua dengan cinta monyet dan sederet lelaki yang ia kagumi, baik nyata ataupun tokoh-tokoh dalam novel yang ia baca. Hanya saja, saat ini ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini.

Ah, cinta itu rumit.

"Mungkin," jawab Clairine singkat.

Rasanya ingin tidur saja.

[:]

Orang seringkali berkata mereka menderita insomnia ketika tak bisa tidur dan terjaga hingga pagi, tapi insomnia bukanlah sekadar demikian. Clairine bukan pengidap insomnia dan gadis itu jelas tahu, namun beberapa hari ini gadis itu merasa sulit untuk tidur, atau terus tertidur.

ÈvaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang