Chapter 17 - Drama Is Over, but I'm broken

2.3K 138 31
                                    


Sepanjang perjalanan aku menggigit jariku keras sampai membekas. Aku menahan agar tangisku tidak keluar. Aku tidak duduk di samping Gio,Sheila lah yang menempatinya. Memang seharusnya begitu. Mereka tak saling bicara. Hanya suara mesin mobil saja yang menyelubungi kami.

            Kami duduk di salah satu Starbucks di Kemang. Disini tempat paling pas untuk ngobrol,karna masih ramai sampai pagi.

            "Ok.Kalian mau minum apa?" tanya Gio. Tak ada respon dari aku dan Sheila. Aku tidak ingin memasukan apa-apa ke mulutku. Mungkin Sheila juga berpikir sama. Gio tidak protes,dia meninggalkan kami,pasti untuk memesankan entah apa.

            Kulihat Sheila,dia menunduk. Begitu dia melihatku,aku justru refleks menunduk. Apa yang harus aku lakukan?

            "Sheila" Dia mengulurkan tangannya sambil tersenyum padaku. Senyumnya tulus,tidak dibuat-buat. Dia pasti orang yang sangat baik. Tak ada dendam atau kekesalan di matanya sedikitpun padaku. Dia tidak memandang aku marah seperti tadi dia memandang Gio.

            Kusambut tangannya. "Kanya" setelah tangan kami tak bersentuhan lagi,aku memulai pembicaraan. "Gue sama Gio gak ada apa-apa. Seperti yang tadi Gio bilang,gue cuma bayar utang budi gue sama dia. Karna dia pernah nolong gue"

            "Nolong kamu?Emang kamu ditolong apa?" suaranya lembut dan ramah. Tutur katanya juga sangat baik,dia seperti malaikat saja. Tak ada pandangan menyalahkan sedikitpun di matanya. Hanya ada pandangan ingin tahu yang sebenarnya tanpa emosi sedikitpun.

            "Jadi gini ceritanya,tahun lalu gue mecahin guci. Harga guci itu lima belas juta,gue,gue gak tahu harus bayar pakai apa. Gue gak mungkin minta orang tua gue,ternyata disana ada Gio. Tanpa ngomong apapun dia bayar semuanya. Terus kita ngobrol baik-baik,dia bilang gue gak perlu bayar,cukup jadi pacarnya selama setahun"

            Sheila tersenyum,kali ini senyumnya sedih. "Apa lama-kelamaan kalian gak saling suka?"

            Deg. Aku harus bisa menahannya,kurasa ini caranya untuk mengakhiri tugas. "Lo tenang aja,selama setahun ini kita gak ada apa-apa. Semua ini cuma sandiwara kita berdua. Gu,gue sama Gio sama-sama gak ada perasaan..." Sebenarnya Gio yang gak ada perasaan. "Gue tinggal di rumah Gio karna orang tua gue kerja di Singapore,tapi bener gak ada apa-apa. Lo bisa pastiin ke Kak Gina. Kita cuma akting mesra aja di depan mereka,di belakang mereka kita bener-bener biasa aja. Bahkan kalo lo gak percaya kita ada surat kontraknya kok,di surat kontrak itu juga terterta kalo gue boleh suka sama Gio"

            "Lagipula Gio juga gak suka sama gue kok,gue baru aja tahu alasannya Gio nyari pacar bayaran,dia nungguin elo. Di,dia sayang banget sama elo. Dia masih nyimpen foto kalian,di foto itu Gio kelihatan bahagia banget. Gue aja gak pernah ngelihat dia kayak gitu" mataku sudah berkaca-kaca. "Ka,kalo lo gak percaya kita lihat aja surat kontraknya,ada kok di laptop Gio. Gu,gue balik ke rumah dulu deh ngambil laptopnya" aku berdiri.

            Sheila menahanku. "Gak perlu...Duduk aja" Begitu aku duduk,Sheila tersenyum. "Aku percaya kok sama kamu."

            Gio membawa tiga hot cup, "Maaf lama. Ini hot chocolate,di minum ya." Dia duduk di samping Sheila. "Sheil,sekarang aku mau ngejelasin semuanya ke kamu. Tolong..."

            "Gak perlu,Gi" Sheila melihatku. "Kanya udah ngejelasin semuanya barusan" Aku sadar sekarang kenapa Gio marah sekali kalau Stephie memanggilnya 'Gi',ternyata itu adalah cara panggilan dari Sheila.

            "Oh ya?" Kini mereka berdua melihatku. Aku cepat-cepat meminum hot choco agar tidak salah tingkah,tapi malah lidahku melepuh. Aku menahannya supaya tak menarik perhatian mereka. "Berarti tadi aku lama banget ya,sampai Kanya udah ngejelasin semuanya. Terus,apa kamu percaya?"

Pacar Lima Belas Juta (END)Where stories live. Discover now