C h a p t e r 6

2.7K 135 2
                                    

Zaidan berjalan pelan menuju kelasnya. Di perjalanan, ia dicegat oleh Rizki.

"Eh, lu, sini ikut gua,"

Rizki membawanya ke halaman belakang sekolah.

Firasat gua ga enak, nih, batin Zaidan.

"Lu ada hubungan apa, sih, sama Shania?" tanya Rizki.

"Teman, sahabat, mantan, rival dalam fisika," jawab Zaidan enteng.

"Jauhin dia, dia milik gua sekarang,"

"Kalau ga gua jauhin?" ujar Zaidan menantang.

"Lu akan ngerasain akibatnya,"

BUGH!! Satu tonjokan melayang ke dada Zaidan. Rizki pergi begitu saja. Zaidan meringis. Dadanya sakit. Sangat sakit. Ia langsung merogoh tasnya.

Whut, obat gua di Nay! Sial, batinnya.

•••

Shania menatap bangku di sebelahnya. Biasanya, Zaidan sudah datang. Tapi kini, bangku itu kosong. Shania memutuskan untuk mengirim pesan pada Zaidan.

ShaniaaP : JAEEEDAAN
ShaniaaP : Lu dimana oii

Tak lama kemudian, Zaidan membalasnya.

Zai. : Gua di halaman belakang
Zai. : Bilang Nay, gua butuh dia sekarang
Zai. : ASAP.

Shania bingung. Jarang sekali Zaidan mengirim "ASAP" (As Soon As Possible), yang artinya "secepatnya".

Zai kenapa? Dia baik-baik saja, kah?

•••

Nayla dan Erick langsung melesat ke halaman belakang begitu mendapat pesan dari Shania. Mereka menemukan Zaidan, terduduk pasrah memegangi dadanya.

"Mana obat gua, wei? Cepet, sakit ini," gerutu Zaidan.

Nayla memberikan obat milik Zaidan dan sebotol air mineral.

"Siapa, bang, yang udah buat penyakit lu kambuh gini?" tanya Erick.

"Si kakak kelas ayan yang nge-fans sama Isha itu. Gila, jantung gua ditonjok. Kalau gua mati, gimana?" cerocos Zaidan, lalu meminum obatnya.

"Dia nyuruh gua buat jauhin Isha, yang jelas-jelas ga akan gua lakukan. Isha itu teman gua, mana bisa gua jauhin dia?" lanjut Zaidan.

"Nanti kita bilang ke Kak Sha deh," ujar Erick.

"Ga usah, gua ga mau buat dia khawatir atau benci sama Rizki," tolak Zaidan.

"Pokoknya kita mau bilang ke Kak Sha. Diam aja udah," ujar Nayla bersikukuh.

"Yaudah, lah,"

•••

Zaidan berjalan menuju kelasnya dengan lemas. Bel masuk sudah berbunyi 3 menit lalu. Untung saja saat Zaidan masuk, belum ada guru. Zaidan langsung duduk dan meletakkan kepalanya di atas meja.

"Lu dari mana aja, Zai? Gua takut lu kenapa-kenapa," tanya Shania.

"Tadi gua kenapa-kenapa. Sekarang baik-baik aja," jawab Zaidan sambil mengangkat kepalanya dan tersenyum kecil.

"Kenapa, sih? Cerita, lah,"

"Lu tahu kan, jantung gua bermasalah? Yaa, itu, tadi kambuh lagi. Selengkapnya tanya Nay sama Erick aja," ujar Zaidan santai, seolah-olah hal itu bukanlah masalah.

"Oh.... Sekarang, udah baik-baik aja, kan?" tanya Shania memastikan.

"Udah, Sha. Tenang aja, gua sehat, kok," Zaidan tersenyum.

•••

Shania menghampiri Nayla dan Erick, yang kebetulan sekelas dengan kedua sahabatnya, Diva dan Domini.

"Nay! Erick! Abang lu kenapa tadi?" tanya Shania.

Nayla & Erick menceritakan semuanya, dari A sampai Z. Raut wajah Shania berubah.

"Ih, apa-apaan si Rizki," ujar Shania. Dari wajahnya, sudah terlihat bahwa ia marah.

"Apaan sih, apaan?" timbrung Diva dan Domini.

Shania menceritakan ulang kejadian tadi.

"Aduh, gua salah ngasih usul kemarin," ujar Domini sambil menepuk keningnya.

"Oh, iya. Nay, Erick, gua penasaran. Kalian kan adiknya Zaidan, kok bisa sama-sama kelas X, sih?" tanya Diva.

"Melenceng dari topik pembicaraan," ujar Shania.

"Suka-suka gua, lah,"

"Jadi gini, gua sama Erick kembar. Terus, waktu kelas 7, kita ikut akselerasi," jelas Nayla.

"Nah, karena kita ikut aksel, dari kelas 7, kita langsung naik ke kelas 9. Ya, gitu," sambung Erick.

"Ooooooo...." Diva ber-oh ria.

"Shania, gua mau ngomong,"

•••

Gimana?😂

Btw, enaknya update berapa hari sekali?
Comment, ya!

I hope you enjoy the story,guys.
Share ke temen² kalian juga yak!
Jangan lupa vote & follow!

Auf Wiedersehen.

After ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang