Bab 44 - Memohon

110K 14.4K 3.4K
                                    

Antariksa tahu bahwa ia telah menciptakan jarak ketika kata-kata yang menyakitkan itu keluar dari mulutnya, tanpa bisa dikendalikan. Seolah hanya membuktikan bahwa perkataan yang ia dengar dari mulut Rei memang benar. Ia benci saat ia ingin membuat pilihan namun ada yang mengacaukan.

Riuh teriakan para murid terdengar memekakkan telinga. Hampir semua bersorak riang ketika keluar dari ruang ujian. Ujian Nasional sudah berakhir hari ini.

Antariksa memasukkan kedua tangannya ke dalam sakunya, di sampingnya Auriga beberapa kali mengeluh hanya karena ada beberapa soal yang begitu membingungkan. Dan Antariksa hanya bisa mengangguk, memberi tahu jawaban yang benar.

Azka dan Radit datang dari arah koridor, berteriak girang ketika mendapat sebuket bunga dan coklat dari para penggemarnya. Kedua sejoli itu memang tidak bisa dipisahkan.

"FOTO ANJIR, FOTO!" Kata Radit begitu heboh, menarik Antariksa dan Auriga untuk mendekat.

Bagaimana ekspresi yang tepat untuk saat ini? Tersenyum? Antariksa tertawa mengejek dalam hatinya. Bagaimana ia bisa tersenyum sedangkan ada seorang perempuan yang diam-diam melihatnya dari lantai atas menatapnya dengan dalam dan sendu.

Kamera yang dibawa oleh Radit kini berpindah tangan kepada laki-laki yang entah siapa namanya sedang bersiap memfoto mereka. Rasanya telinga Antariksa panas mendengarkan gelak tawa setiap orang.

"Pose yang keren! Gini dong! Ahela, keren dikit dong Nta!" Seru Radit, sambil merangkul Antariksa dengan riang.

Mau tidak mau laki-laki itu terkekeh, menampilkan senyum yang lebar. Setelah sesi foto pemaksaan itu selesai, ketiga temannya itu heboh berfoto dengan semua cewek cantik yang lewat.

Maka ketika ia kembali mendongakkan kepalanya, ia menangkap Aurora berdiam diri di lantai atas. Sedetik bertatapan gadis itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Mungkin, ini pertemuan terakhir mereka di sekolah.

"ANTA!" Teriakan dengan suara riang dan lembut itu membuat Antariksa menoleh. Mendapati Ratih membawa banyak bunga.

Refleks, ia menghela napas malas berniat untuk pergi, namun Ratih terlebih dahulu sampai di sampingnya.

"Liat dong! Gue dapet banyak bunga!" Ia memamerkan bunga-bunga cantik itu dengan bangga, seolah ingin membuat Antariksa cemburu.

"Hm," laki-laki itu hanya tersenyum kecil dan kembali datar seperti semula.

"Seminggu lagi Nta! Seminggu lagi!" Ratih memekik riang.

Setiap kali Ratih berkata mengenai soal beasiswa itu, Antariksa tahu bahwa hatinya tiba-tiba saja merasakan hal aneh. Tidak perlu ia cari tahu kenapa, karena jawabannya begitu sederhana.

"Kita foto dulu dong!" perempuan itu menggandeng tangan Antariksa, membuat laki-laki itu langsung menghindar.

"Gila ya lo?!" sentaknya refleks.

Ratih terdiam untuk beberapa detik, "Salah?"

"Gue gak suka digandeng." Antariksa mendengus yang dibalas senyum oleh Ratih.

"Yaudah, kita foto deketan aja."

"Gue gak suka di foto." Antariksa menjauh dan berjalan ke arah lapangan basket yang diikuti oleh Ratih.

"Lo kenapa sih?" Ratih mendelik kesal.

"Apa?"

Ratih menghentakkan kakinya, kesal akan sikap Antariksa yang begitu aneh. Ia berjalan menjauh karena merasa Antariksa memang sedang dalam bad mood.

ProtectWhere stories live. Discover now