Bab 34 - Cemas

121K 14.9K 1.7K
                                    

Antariksa : Lo dimana? Masih beli cemilan?

Antariksa : Woi anak bu Prita, lo kok belum balik?

Antariksa : Gue jemput ya. Tunggu di depan, awas kena hujan, gue bawa jaket ya.

Antariksa : Lo dimana? Udah pulang? Capek nih woi nunggunya, mana gerimis lagi.

Antariksa : Capek nyari lo di mini market, lo dimana, sayang? Gue khawatir lo kenapa-napa. Udah malem soalnya.

Antariksa : kalau lo pulang lewat jam setengah sebelas, gue smackdown lu Ra.

Antariksa : Gila ya lo, jangan bilang lo di culik?

Antariksa : Gue udah nelpon untuk yang ke 58 kali.

Antariksa : Pulang!

Aurora menggigit bibir bawahnya sambil mematikan handphonenya. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Ia tahu bahwa dirinya salah, tapi tidak bisakah Antariksa bersikap biasa saja? Tidak perlu membentak seolah-olah Aurora melakukan sesuatu yang fatal.

Perempuan itu membenamkan kepalanya pada bantal, menangis dengan meredam suara. Rei, Nandra, Antariksa, semua orang itu berlarian di pikirannya.

Tidak bisakah sekali saja Antariksa mengerti dirinya?

***

Seminggu...

Dua minggu...

Rekor bagi Antariksa mampu untuk tidak berbicara sedikitpun pada Aurora. Biar saja. Biar saja gadis itu tahu kalau Antariksa marah.

Harusnya ia juga tahu bahwa dirinya tidak sepenuhnya benar. Tetapi dari sikap gadis itu kelihatan baik-baik saja tanpa dirinya. Membuat Antariksa meragukan Aurora menyukainya atau tidak.

Sebenarnya, gadis itu terlihat beberapa kali mencoba mengatakan sesuatu ketika mereka berpapasan. Namun, seperti tertahan. Lalu, gadis itu ngacir dari hadapannya.

Nakalnya Aurora itu tidak jauh beda dengan Ratih, membuat Antariksa jadi ekstra waspada melindungi gadis itu. Belum lagi beberapa waktu lalu, Aurora kembali meluncur di tangga dengan asiknya bersama Renata hingga terjatuh dan diam-diam Antariksa tersenyum kecil dari belakang.

Ah, hubungan mereka mirip seperti anak-anak yang sedang bertengkar. Namun Antariksa menikmatinya, seperti tiba-tiba dua hari lalu, gadis itu meletakkan roti dan sekotas susu di meja Antariksa.

Antariksa menunggunya bicara. Hanya itu yang ia inginkan. Seberapa panik dirinya ketika Aurora pulang malam waktu itu, membuatnya sadar, Ia terlalu takut kejadian yang dialami Ratih menimpa Aurora.

Antariksa berjalan ke arah pintu, lalu bersender pada bingkai pintu sambil memperhatikan kamar yang persis di depan kamarnya itu. Sebuah dering ponsel membuatnya mengalihkan pandangannya, handphonenya bergetar di dalam kantung celana trainingnya. Antariksa langsung menggeser tombol hijau itu.

"Ya?"

Suara itu membalas, terdengar dingin dan menusuk membuat Antariksa terpaku seketika. Membuat detak jantungnya berpacu kencang.

"Woi anjing! Jangan main-main lo!" bentak Antariksa, seluruh tubuhnya sudah dingin.

Terdengar suara tawa yang menusuk telinganya, ia menyebutkan sesuatu, dan Antariksa langsung memakinya.

"Beneran lo lakuin itu, abis lo sama gue, Anjing!" desis Antariksa lalu mematikan handphonenya.

Ia menutup matanya sepersekian detik, berusaha berpikir jernih dan langsung mengambil jaketnya.

ProtectWhere stories live. Discover now