Air matapun mulai berjatuhan melalui kelopak mata yang terdapat beberapa lebam di sekitaran mata sayu tersebut. Wanita yang sedari tadi hanya bisa berbaring tengkurep karena terdapat beberapa lebam di punggungnya yang menyisakan rasa sakit yang sangat hanya bisa terguguh dalam ketidak-berdayaan. Betapa sebuah pemikiran bodoh yang dirinya ambil demi mencari rasa aman untuk masa depan dirinya juga putri kecilnya dari sosok yang ia anggap mampu untuk mewujudkan semua itu. Namun nyatanya semua itu hanyalah hayalan belaka, karena bukannya mendapat apa yang ia mau, justru pengkhinaan serta kekerasan fisik yang ia dapat.

Memang pantas perempuan hina, kotor, dan penuh dosa seperti dirinya mendapat perlakuan seperti itu setelah banyaknya dosa yang pernah ia lakukan. Dan lelaki ini, yang duduk dengan senyum penuh ancaman di samping dirinya yang tergeletak tak berdaya, yang ia anggap sedikit saja memiliki rasa cinta untuknya setelah sekian lama bersama, kini menjelma bak malaikat pencabut nyawa yang siap mengambil nyawanya kapan saja.

"Apa yang kau pikirkan, sayang?"

Tersentak dari lamunan karena mendengar kata sayang yang diucapkan dengan nada dingin tersebut memaksa ia mengerjapkan matanya dengan cepat. Setelah kesadarannya kembali, ia akhirnya memutuskan untuk mempertanyakan apa yang selama ini bercokol di benaknya. "Bu... bukannya papa mencintaiku?"

Pria paruh baya itu menaikkan sebelah alisnya sembari menunggu kelanjutan kalimat dari penghangat ranjangnya tersebut.

"Lalu, kenapa papa tega memperlakukan aku seperti in..."

Belum lagi kalimatnya selesai terucapkan, tawa meremehkan dari pria paruh baya di sampingnya menghentikan apapun yang ingin ia ungkapkan. Dan setelah tawa itu mereda, keluarlah pernyataan menyakitkan dari bibir pria paruh baya itu.

"Jangan salah, Far! Tentu kau tidak pernah lupa bahwa selama kita saling 'menghangatkan' satu sama lain, sekalipun aku belum pernah mengatakan cinta padamu. Jangan mengira jika selama belasan tahun ini aku hanya 'menyentuhmu' saja dikarenakan hatiku sudah kau miliki. Bukan, karena pada kenyataannya semua itu kulakukan tak lain dan tak bukan untuk pencitraan di depan wanita yang aku cintai yang dengan suka rela aku katakan bahwa wanita itu bukan dirimu. Kau selama ini tak lebih hanya sebagai penghangat ranjangku, jalang yang bersedia melakukan apapun untukku. Yang bahkan mau-maunya aku suruh untuk memporak-porandakan kehidupan rumah tangga serta bisnis dari orang yang aku anggap saingan."

Jeda sejenak, pria itu tersenyum meremehkan begitu melihat tatapan kosong dari sosok wanita yang terbaring tak berdaya di sampingnya. Dan dengan sangat tega ia kembali melanjutkan kalimat kejamnya untuk semakin menggores luka di hati wanita tersebut. "Jangan menganggap lebih dirimu apalagi jika kau sampai berbangga diri karena perhatian dan limpahan materi yang kuberikan padamu. Nyatanya kau tidak seberharga itu untuk mendapatkan cinta dariku. Wanita yang dengan suka rela membuka kedua kakinya untuk pria yang berstatuskan suami dari ibunya sendiri bukanlah wanita yang pantas untuk mendapatkan cinta dari seorang lelaki. Camkan ini baik-baik, kau tak lebih hanya sebagai pe***ur bagiku."

Dan tanpa perasaan serta rasa kasihan barang sedikitpun, pria itu meninggalkan sosok wanita yang telah melahirkan seorang anak untuknya dalam keadaan mengenaskan. Tatapan kosong juga air mata yang berjatuhan dari wanita yang selama belasan tahun hidup dengannya tanpa ikatan resmi tersebut tak jua menghentikan langkahnya. Karena baginya, wanita tersebut sama saja dengan wanita penghibur yang sering ia pergunakan pelayanannya semasa muda dulu. Jadi, meruntuhkan harga diri wanita itu sampai tak bersisa bukanlah masalah besar untuknya.


🌸🌸🌸



Hermanu yang baru saja melangkahkan kakinya menjejaki lobi kantor setelah bertemu dengan klien di salah satu restoran yang tak jauh dari lokasi kantornya berada langsung di sambut Arif, sang asisten sekaligus tangan kanannya yang memang ia minta untuk menggantikan dirinya di sana.

Semerah Warna Cinta [TTS #3 | SELESAI]Место, где живут истории. Откройте их для себя