1.8 - Her Secret

37 8 0
                                    

Masa liburan berlalu cepat.

Farrel dan Fausta hanya menghabiskan liburan dengan berbagai kegiatan di rumah seperti bermain game, menjaga Fanya, lalu pergi bersama teman-teman dekat. Tambahan bagi Farrel adalah ia yang sering pergi bersama Avari untuk urusan vlog dan blog mereka yang semakin lama semakin meningkat hasilnya.

Fausta sendiri menyibukan diri dengan berlatih basket dengan rekan satu timnya.

“Apaan, sih, Taaa?” Farrel sedang menyikat giginya saat Fausta berteriak dari luar agar Farrel lekas bergegas dikarenakan mereka akan terlambat di hari pertama masuk sekolah sebagai senior tertinggi alias anak kelas dua belas. “Iya hetdah, berisik bet kayak knalpot. Ntaran lagi gue kelar ini,”

Sementara itu Fausta merutuki Farrel yang tak juga selesai. Farrel telah terbangun sejak pukul empat, namun ia baru mau mandi jika sudah pukul enam. Hal itu tidak pernah berubah sejak ia sekolah dasar hingga nyaris lulus saat ini.

Lima belas menit kemudian mereka telah selesai. Berdiri di depan pintu dan memakai sepatu setelah berpamitan pada Fanya yang keadaannya kian membaik sejak pulang dari rumah sakit.

“Hari ini lo yang bawa,” kata Farrel final. Ia tidak mau lagi disuruh-suruh seperti babu oleh adiknya, meski secara harfiah soal urusan menyetir mobil mereka selalu bergantian tetapi tetap saja pagi ini Farrel sedang malas menyetir.

Jadilah Fausta yang membawa mobil untuk menghindari kematian dini jika Farrel tetap dipaksa menyetir jika dalam keadaan malas seperti itu.

“Kelas dirolling nggak, ya?” itu adalah pertanyaan kesekian yang akhir-akhir ini sering ditanyakan Fausta.

Rolling lah, tiap tahun kan selalu gitu. Kenapa? Lo pengen sekelas sama Vari?” tanya Farrel dengan tangan yang mengotak-atik kamera digital yang ia kalungkan pada lehernya.

Fausta mendecih. “Akhir-akhir ini justru lo yang keliatan deket banget sama Vari, Rel,”

Farrel menoleh. Ia termasuk cowok yang memiliki insting super kalau urusan seperti ini. Ia yakin kalau ia mendengar nada cemburu pada suara Fausta tadi. “Cemburu lo, ya?” tanya Farrel usil. “Tapi, ya, Ta. Sebagai sahabat dekat dan partner baik di dunia blog dan vlog-nya Vari, gue tau banget dia tuh cemburu karena lo jadi deket banget sama Arin,”

Kali ini Fausta ikut menoleh. “Hah? Gue deket sama Arin karena satu tim di basket. Udah itu aja.”

Farrel menatap Fausta sengit. Dari zaman masih menjadi zigot memang adik kembarnya itu tak pernah peka soal urusan perasaan. “Gue juga deket sama Vari karena satu tim di dunia per-vlog-an. Udah itu aja.” balas Farrel, membalik perkataan Fausta.

Fausta mendengus. “Lagian, Arin sahabatnya Vari. Gue tau banget sesama cewek itu kalo sahabatan selalu curhat-curhatan, dan paling enggak Arin bakal cerita ke Vari kalo gue sama dia cuma sebatas temen di basket doang,”

Telinga Farrel menajam saat Fausta mengucap kalimat ‘Arin sahabatnya Vari’, meski matanya tak fokus pada cowok itu. “Kalo aja lo tau seberapa sering Vari kena tikung sama sahabat sendiri,” Farrel menggumam, sangat pelan.

“Hah? Kenapa?”

“Enggak, tadi kalo nggak salah gue liat foto lo lagi cebok di kamera gue,”

“Bangsat lo,”

Farrel seketika menoleh dengan ekspresi dramatis. “Ya Allah, Fausta berkata kasar. Ampunilah dosanya ya Allah, biarkan lah dia masuk surga-Mu ya Allah, biarkan dia bertemu dengan hamba yang suci ini di surga-Mu ya Allah,”

“Hehe, orang suci nggak mungkin sering ngambilin aib-aib sama komuk orang, abis itu di zoom ampe akar-akar dari bulu-bulu halus di muka keliatan,”

Ice CreamWhere stories live. Discover now