1.7 - Deal

109 6 0
                                    

Keiza kaget.

Tentu saja, ini ketiga kalinya Kenan mengunjungi rumahnya. Dan sudah tiga kali pula Keiza hanya menyuruh cowok itu hanya berdiri di luar seraya bersandar pada kap mobilnya. Jahat memang, tapi Keiza tak akan membiarkan cowok mana pun memasuki rumahnya. Ralat, Keiza tak akan membiarkan siapapun memasuki rumahnya kecuali orang-orang tertentu. Keiza memiliki alasannya sendiri mengapa ia tak memperbolehkan mereka masuk.

Dan membiarkan Farrel masuk ke dalam rumahnya adalah kesalahan terbesarnya.

Dan sialnya, cowok itu berhasil menemukan dan membuka salah satu barang penting Keiza.

Bahkan, Avari sekali pun yang bernotaben sahabatnya hanya pernah memasuki rumahnya satu kali. Itu pun Keiza terpaksa menyuruhnya masuk karena hujan deras disertai petir dan angin membuat cewek itu tak bisa pulang ke rumahnya. Jadi Keiza memberikan tempat berteduh sementara dengan amat sangat terpaksa pada sahabatnya itu.

“Lo ngapain, sih, Ken, ke sini melulu? Nggak capek apa lo gue suruh berdiri lama di depan pager kayak orang ambien, hah?” omel Keiza sambil menutup pagar rumahnya, lalu mendekati Kenan dan berdiri satu meter di hadapan cowok itu.

Kenan tersenyum kecil. “Setengah jam berdiri doang mah nggak ada artinya buat gue asal gue ketemu sama lo.”

Keiza tak tahu apa yang harus ia lakukan selain memasang ekspresi ingin muntah.

“Emang bener, sih. Lo itu kayak ganja, bikin kecanduan.”

Keiza melotot. “Jadi selama ini lo ngeganja?!”

“Namanya perumpamaan, bodoh.”

Keiza berdecih. “Oh. Udah sana lo balik. Mau ujan nih, kan, jadinya gara-gara lo dateng.”

“Hah, kok mau hujan? Padahal mataharinya lagi ada di depan gue.”

Keiza kembali merasakan perutnya mual.

Kenan dengan iseng berjinjit dan memanjangkan lehernya ke arah pagar rumah Keiza yang sangat tinggi. Walaupun sudah begitu, pagar rumah Keiza masih jauh lebih tinggi.

“Ngapain lo? Cacingan?” Keiza berusaha memasang sinisme dalam nada suaranya, tetapi nada sinisme itu tak terdeksi sama sekali.

Kenan menatap Keiza heran. “Gue penasaran aja, di dalem rumah lo tuh ada apaan, sih? Kenapa, gue nggak pernah dibolehin masuk? Apa lo takut kalo gue mengandung bakteri? Selau, Kei, gue higienis.” kata Kenan ngaco.

“Iya lo bakteri. Mau sehigienis apa kek, yang namanya bakteri ya tetep aja bakteri, harus dijauhi.”

Kenan berdecak. “Ya udah, kalo gue bakteri, berarti lo nasi basi atau roti kadaluarsa. Kan, nasi basi sama roti kadaluarsa banyak bakterinya.”

Keiza menatap Kenan seperti menatap sepatunya yang terkena tokai burung. Kesal. Tentu saja, memang siapa yang ingin disamakan dengan nasi basi atau pun roti kadaluarsa? Sepertinya memang benar, orang putus cinta itu kewarasannya sedikit menurun. Kalau Kenan, bukan hanya sedikit, tapi sangat-sangat menurun.

“Dasar gila,” cibir Keiza. “Gue mau masuk, sana lo balik,” Keiza melangkah hendak membuka pagar rumahnya, tetapi sebuah tangan menahan bahunya. Dengan cepat Keiza mengendikan bahunya lalu menoleh ke arah sang pemilik tangan, Kenan. “Hih, jangan pegang-pegang gue! Dasar bakteri,” ucap Keiza. “Gue males harus ngusap-ngusap bahu gue pake tanah tujuh kali! Lo nggak kasian sama gue, hah?”

Kenan menarik tangannya dari bahu Keiza lalu menundukan kepalanya, layaknya seorang anak kecil yang tengah dimarahi oleh ibunya. “Maaf, Ma. Kenan janji nggak bakal nakal lagi,”

Ice CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang