Mozaik 12

603 76 5
                                    

Sorot matanya tajam. Menatap dalam ke kedua bola mataku yang sama-sama berwarna biru cemerlang seperti miliknya. Bentuk wajahnya tetap tak terlihat. Gelap. Begitu kontras dengan kedua mata yang tampak menyala.

Aku dengar Ibu berteriak memanggilku. Memintaku kembali.

Aku sempat melirik mereka. Ian berada di depan pintu kantor, menghalangi gerak ibuku yang ingin mendekat. Aku tahu Ian juga mengkhawatirkanku tapi sepertinya dia menahannya. Membiarkan ini semua menjadi urusanku.

Aku berbalik ke hadapan sang hitam. Makhluk itu mengulurkan lengannya padaku. Lengan kering berselimut kain hitam compang-camping. Dia menganggukkan kepalanya seakan memintaku untuk ikut pergi bersamanya.

Aku merasakan kehangatan dari makhluk ini.

Kehangatan yang menenangkan jiwaku.

Kehangatan yang baik.

Bukanlah kehangatan jahat dari sesosok iblis.

Dengan sadar aku meraih lengannya yang panjang itu.

Aku menyentuhnya.

Aku genggam erat lengannya.

Sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan.

Tapi, kehangatan ini begitu mendamaikan. Seolah inilah kehidupanku dan dialah keluargaku yang sesungguhnya.

Duar!!!

Bagai sebuah bom yang meledak dan menghancurkan jantungku. Saat aku menggenggam erat lengannya, diriku seperti tersengat listrik ribuan volt. Seluruh tubuhku bergoncang hebat. Sengatan itu menjalar dari jari tanganku sampai ke setiap ujung tubuhku.

Ketika sengatan itu mencapai kepala, mendadak saja muncul sebuah memori lain dalam otakku. Memori yang belum pernah aku alami. Sesaat tapi pasti, aku melihat wajah seorang wanita. Dengan mata abu-abu dan rambut pirang sebahu.

Tak lebih dari satu detik kejadian itu berlangsung. Tapi rasanya seolah begitu lama.

Mataku berkunang-kunang.

Kepalaku pening.

Pandanganku kabur.

Aku roboh.

Setengah sadar, aku dapat mendengar suara mereka.

Ibu ...

Ayah ...

Ian ...

saudara-saudaraku ....

Suara mereka menggema pelan seiring dengan tubuhku yang melayang menjauhi mereka.

Ada yang membawaku.

Dia menculikku.

Kenapa kau menggangguku?

Kenapa kau menculikku?

Aku bukanlah anak-anak ....

Entah berada di mana aku. Yang jelas aku sedang berdiri di tengah-tengah hutan belantara. Pepohonan membentang luas sejauh mata memandang dan terlihat jelas cahaya senja menerobos masuk melalui celah-celah pohon pinus yang menjulang tinggi.

Banyak abu hitam di sini. Menutupi setiap dedaunan pepohonan dan membuatnya hitam kelam.

De Javu!

Aku yakin bahwa ini adalah mimpi. Mimpiku ini terulang kembali.

Seorang gadis memelukku dari belakang. Dia menangis. Aku belum pernah bertemu dengan gadis itu. Tapi, sepertinya dia mengenal baik diriku. Aku melepaskan kedua lengannya yang melingkar di perutku dan aku pun berbalik untuk melihat wajahnya lebih jelas.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang