Mozaik 10

691 80 2
                                    

Kami pergi dari hutan itu. Kembali menyeberangi sungai menuju rumah Shanty. Mereka pasti terheran-heran melihatku berjalan seserius dan secepat ini.

"Dane, tunggu!" sahut Shanty.

Mereka bertiga segera berlari menyusulku.

"Dane, apa yang terjadi padamu?" tanya Siman.

Aku menghentikan langkahku. Berbalik menatap wajah mereka.

"Man ... ini saatnya. Akan aku ceritakan semua masalahku selama ini padamu. Menceritakan alasan kenapa aku membutuhkan bantuanmu," kataku.

Siman bergeming.

Shanty dan Iza masih kebingungan dengan sikapku.

"Tapi aku ingin membicarakan ini semua bersama nenekmu, Shanty," imbuhku menatap wajah Shanty.

Kami segera menuju rumah Shanty. Ketika Shanty hendak membuka pintu rumahnya, neneknya muncul dari dalam. Dia tersenyum padaku seakan telah mengetahui maksud dari kedatanganku.

"Masuklah."

Aku, Siman, dan Iza duduk di kursi kayu panjang sedangkan Shanty setengah duduk di samping kursi goyang yang diduduki neneknya.

"Nek, Danny mau bicara," ucap Shanty.

Neneknya hanya tersenyum sambil manggut-manggut. Kemudian nenek itu menatapku. Menatap mataku lekat-lekat.

"Ada apa, Nak?" tanyanya.

"Begini, Nek ... beberapa minggu lalu aku sering bermimpi." Aku menarik napas sebelum melanjutkanya. "Dalam mimpiku, aku melihat sebuah desa Di desa dalam mimpiku itu, aku melihat semua saudaraku. Tapi aku heran, kenapa mereka semua termasuk aku masing-masing membawa sebuah senjata tajam? Kemudian aku bermimpi sebuah hutan. Hutan berwarna hitam dan di dalam hutan tersebut aku bertemu dengan seorang gadis. Gadis dengan rambut merah. Aku tidak bisa mengenali wajahnya. Tapi aku yakin gadis itu berasal dari sebuah desa dalam mimpiku karena sebelumnya aku pernah melihat gadis itu berada di tengah saudara-saudaraku yang juga berada di desa itu. Aku bukan hanya bermimpi tentang mereka semua. Aku juga bermimpi sesosok makhluk yang paling ditakuti oleh anak-anak di setiap desa. Aku bermimpi Sandekala ...."

Mereka semua tertegun heran. Hanya nenek itu yang tampak dari tadi berwajah kalem.

"Semenjak aku bermimpi hal itu, aku sering melihat penampakan makhluk itu. Di jalan, di sekolah, di rumah. Dan yang paling membuatku takut adalah saat aku melihatnya di atas pohon beringin di tengah-tengah ladang sayuran di pegunungan Andekhala sana," kataku. "Kalian berdua juga pernah melihatku di bawah pohon beringin itu dan kalian pasti heran ada apa denganku karena aku tak bergerak di bawah pohon tersebut, 'kan?" tanyaku pada Iza dan Siman.

Mereka mengangguk tapi tak sepatah kata pun terucap. Mereka ingin mendengarkan ceritaku lagi. "Ketika aku hendak kembali ke atas. Menuju kalian. Aku tiba-tiba saja tidak bisa bergerak. Seakan-akan makhluk itu mengikatku, memelukku, menjeratku, dan tak mau melepaskanku lagi. Aku tidak mengerti kenapa makhluk itu terus menggangguku. Mengusik kehidupanku. Apa yang diinginkannya dariku?"

Shanty terus menatapku. Entah ekspresi apa yang terlihat dari wajahnya. Aku tak bisa lagi membedakan wajah antara bingung, heran, dan gelisah.

"Menurut seorang paranormal teman sepupuku, aku harus menemukan desa dan gadis berambut merah dalam mimpiku agar aku tahu jawaban kenapa makhluk itu terus menggangguku."

Nenek itu masih memperhatikanku. Mendengarkan ceritaku. Wajahnya yang sedari tadi tenang kini mulai menegang. Matanya tajam. Keriput di wajahnya tampak kaku.

"Dari sebuah situs di internet yang pernah aku baca, dijelaskan bahwa desa bernama Nekalalah desa yang paling banyak dan sering dikunjungi oleh Sandekala. Itu membuatku yakin bahwa desa dalam mimpiku itu bernama Nekala.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now