"Jangan diganti!" seru Grego seketika. Soalnya dari tadi, kerjaan Clairine tuh ganti-ganti lagu terus selama macet.

"Siapa juga yang mau ganti? Aku juga suka lagu ini!"

"Ikut-ikutan ih," canda Grego. Clairine hanya membalas ucapan Grego dengan cibiran dan diakhiri dengan dua insan itu mendendangkan Dear God bersama.

Lupakan segala kemacetan yang mereka hadapi, asalkan bersama, rasanya tak masalah membunuh waktu berdua di dalam mobil. Dengan ditemani playlist Grego yang terus mengalun tanpa henti malam itu, Clairine mempelajari lagu-lagu kesukaan Grego, begitu pula sebaliknya.

Sebuah hal kecil yang kadang berarti lebih.

[:]

"Clairine, foto yuk! Masa gue gak punya foto sama lo sih?"

Clairine mengerjapkan matanya berulang kali. Demi apapun, baru kali ini Clairine dihadapkan dengan seorang cowok yang minta foto dengannya. Biasanya tuh temen-temen ceweknya yang suka minta foto bareng, mulai dari foto cantik sampai foto aib.

"Foto apa?"

Grego berdecak kesal. Foto ya foto. Masa Clairine gak ngerti?

"Foto itu momen yang diabadikan? Ngerti gak lo?" Clairine lagi-lagi hanya mencibir mendengar kalimat sarkas Grego. Meski sudah entah berapa kali Clairine dihadiahi ucapan pedas Grego, tetap saja lelaki itu mampu membuatnya terus merasa kesal.

"Lama lo," tanpa menunggu Clairine, Grego memposisikan dirinya di sebelah Clairine dan mengambil gambar keduanya dengan kamera ponsel.

"Eh! Aku belom siap!"

"Gak akan foto kalo nunggu lo siap. Nanti gue cetak, trus gue kasih lo,"

Clairine kira Grego cuma bercanda. Lagian siapa sih zaman sekarang ini yang masih nyimpen foto jadi kalau bukan kepentingan khusus?

Rasanya semua sudah dalam bentuk file dan tersimpan rapi di jejaring internet.

"Nih!" Grego menyerahkan selembar foto berukuran 4×6 ke tangan Clairine.

Astaga! Laki-laki itu benar-benar melakukannya!

"Buat apa?"

"Buat lo simpen, bisa juga lo taro di dompet. Jadi kalo lo kangen sama gue, lo bisa tinggal liat foto itu. Mungkin dengan ngeliat foto itu lo akan merasa lebih dekat sama gue,"

Clairine memukul pelan bahu Grego yang hanya balas terkekeh geli.

"Pede jaya ih!"

[:]

Clairine tersenyum tipis ketika untaian memori itu mengalir begitu saja, mengikuti rintik hujan yang mulai membasahi bumi di pukul setengah 4 dini hari. 

Seperti gerimis yang jatuh perlahan mendarat mencium tanah, mungkin seperti itulah Clairine saat ini. Jatuh perlahan, entah disadari ataupun tidak. Dari sekian kali gadis itu berhadapan dengan cinta tak sampai, rasa sakitnya tak pernah berkurang, karena patah hati tak akan sirna karena terbiasa.

Seperti jatuh cinta yang tak pernah terasa sama, seperti setiap kisah cinta yang punya cerita mereka masing-masing, begitu juga dengan patah hati. Hanya saja, kenapa harus saat ini? Clairine tak mengerti, mengapa di saat dirinya mulai membuka hati, patah hati itu harus datang. Clairine juga tak tahu mana yang lebih baik, patah hati sekarang, atau nanti ketika ia sudah jatuh terlalu dalam dan tak bisa keluar dari jurang bernama cinta.

ÈvaderWhere stories live. Discover now