Udara di luar sangat dingin, hari natal tinggal menghitung hari. Salju sudah mulai turun. Senja kala itu terlihat hampir seperti malam. Apple masih saja duduk di teras rumah keluarga Edwards, di Sheffield. Natal kali ini, Daisy mengajaknya ke rumah kakek dan neneknya di sana. Bocah berusia delapan tahun itu terus saja menopang dagu sambil sesekali memerhatikan kotak berbalut bungkus kado mengkilap berwarna merah yang bergambar Santa Clause.
Itu sebuah kado dari ayahnya—tepatnya kado yang diberikan padanya 3 tahun yang lalu. Bocah itu selalu mengganti bungkus kado tersebut saat natal. Dia menganggap itu hadiah dari ayahnya—menyedihkan.
"Apple, ayo masuk. Di luar sangat dingin." Ucap sang nana dari ambang pintu. Bocah itu menoleh sebentar sebelum membuang pandangannya lagi.
"Nana masuk saja, aku masih ingin di sini." Ucap Apple.
"Apple, ayo masuk!" Ucap Daisy sambil memeluk pundak putranya itu, Apple hanya menoleh sebentar dan membuang pandangannya lagi. Mereka hanya terdiam beberapa menit.
"Apa kabar Angel, ya, Mom?" Tanya bocah itu.
"Dia pasti baik-baik saja." Ucap Daisy.
"Kapan aku akan merayakan natal dengannya?" Tanya Apple penuh harap.
"Mungkin tahun depan atau beberapa tahun lagi," Ucap Daisy. Apple sudah mulai mengerti tentang perceraian. Di saat dimana ia akan tinggal tanpa orangtua yang utuh, begitu yang dikatakan teman-temannya.
"Ayo, masuk!" Daisy menuntun Apple untuk masuk ke dalam. Dan Apple masih saja memegang kotak itu erat-erat.
Terkadang Daisy harus berbohong dengan memberikan hadiah dan ia mengatakan kalau itu dari Niall tapi Apple sering mengabaikannya karena ia pikir itu bukan dari ayahnya jika bukan ayahnya sendiri yang memberikan padanya. Bahkan, ia akan membuang kado itu.
Malam hari di kediaman keluarga Edwards memang masih sangat kental dengan suasana pedesaan dan sangat indah. Rumah itu masih terbuat dari dinding dan lantai kayu. Mereka suka mengobrol di depan perapian saat musim salju sambil menikmati cokelat panas.
"Apple, aku ingin menjadi seorang penyanyi saat sudah besar nanti, maukah kau menyanyi bersamaku?" Tanya Finnbar, dia adalah anak dari Violetta, kakak dari Daisy.
"Aku tidak ingin menjadi penyanyi!" Ucap Apple ketus dan pandangannya masih fokus ke layar TV yang sedang menayangkan film serial natal.
"Lho? Mengapa? Kan kita bisa terkenal seperti—"
"Aku bilang aku tidak mau!!" Apple memotong kalimat Finnbar dan menatap bocah yang 2 tahun lebih tua darinya itu.
Apple sedang membohongi dirinya sendiri, ia sedang mengingkari perasaannya, ia sedang menyingkirkan mimpinya itu, dia mencoba melupakan mimpinya untuk menjadi penyanyi. Saat ia kecil, ia sangat ingin menjadi penyanyi. Terkadang ia menyanyi bersama Niall saat akhir pekan dan yang akan mereka lakukan hanyalah menyanyi dan menyanyi sepanjang hari libur itu.
Apple dan Angel juga suka ketika mereka diajak ikut tour bersama Niall dan One Direction walaupun itu hanya beberapa hari. Mereka sangat senang jika Niall mengizinkan mereka untuk menonton konser mereka saat mereka menggelar konser di Inggris. Mereka sangat senang saat mereka bisa bercengkrama dengan anggota One Direction atau keluarganya, atau Darcy yang selalu ikut ke mana Harry pergi.
Bocah ini sangat merindukan hal itu.
Hal yang mungkin takkan pernah ia dapatkan lagi.
Dia ingin kembali di mana ia adalah anak dari seorang bintang terkenal, Niall Horan.
Ia ingin kembali di mana ia dan ibunya selalu ada di saat acara penting One Direction.
Ia sadar jika ia takkan merasakan itu lagi dan ia sudah memutuskan untuk melupakan semua itu dan berhenti bermimpi.
YOU ARE READING
Incomplete (On Editing and Re-publishing)
RomanceBOOK 1: Broken. The hearts need more time to accept what the minds already know. [Highest rank #20 in Romance] Copyright © 2014 - 2015 by juliamulyana. All Rights Reserved.
