“Mom… apa kau gila?” tanya Austin menatap Caitlin dengan tatapan datarnya.

                Ck! Austin memang benar-benar mewarisi sifat daddy nya yang cuek dan dingin.

                “Kau mengataiku gila?” dengus Caitlin. “Aku ini ibumu!” dengus Caitlin lagi.

                “MOOOMMM!!!! JAXON GILA!!!!” pekikan nyaring itu langsung membuat Caitlin terlonjak kaget. Ia melihat Jean berlari ke arahnya dengan Jaxon yang berada di belakang Jean.

                “Jean… ada apa?” tanya Caitlin.

                “Dia gila Mom… yang benar saja. Dia memberiku darah manusia! Itu benar-benar gila!” dengus Jean.

                Caitlin menatap Jaxon dengan tatapan kaget. “Jax… dari mana kau dapat darah manusia?” tanya Caitlin.

                “Dariku…” ujar Dustin yang barusaja masuk ke dalam ruangan itu.

                Caitlin berdecak sebal. “Dustin!! Jangan pengaruhi saudara-saudaramu dengan darah manusia! Paham!” tegas Caitlin pada putra keduanya itu.

                “Kenapa? Ini enak?” komentar Dustin.

                “Kau benar-benar gila, Dust!” tukas Jean.

                “Yang dikatakan Dustin benar. Darah manusia memang enak!” ucap Austin merebut gelas berisi darah segar dari tangan Jaxon.

                “Hey… itu punyaku!” protes Jaxon kesal.

                Caitlin melotot kaget saat Austin meminum darah itu sampai tandas.

                “Ya ampun! Kenapa kau minum!” dengus Caitlin marah.

                Austin berdecak. “Ini enak, mom,” balas Austin. Caitlin memutar bola matanya jengah.

                “Jaga kelakuanmu, Austin!” tegas Justin yang baru saja bergabung bersama Jasmine dan Elle di belakangnya.

                “Caitlin!!! kita akan pergi ke London!” pekik Elle memeluk tubuh Caitlin.

                “Ke London? Untuk apa?” tanya Jean heran.

                Elle berdecak. “Tentu saja mengunjungi kakek nenekmu juga paman kalian, bodoh!” dengus Elle.

                “Paman? Paman Liam? Ah… aku sudah tidak sabar!” balas Jean antusias.

                “Ku harap kau tidak jatuh cinta pada pamanmu sendiri,” ucap Dustin dengan nada menyindir membuat Jean cemberut.

                “Harry dan Carly juga akan ikut,” tukas Justin.

                “Carly?” tanya Dustin.

                “Ahh… ku harap juga tidak ada yang akan jatuh cinta pada calon tunangan Paman Harry…” sindir Jean melirik Dustin.

                “Mom, Dad… itu foto siapa?” tanya Jasmine menunjuk foto keluarga Justin dulu yang tertempel di dinding ruang keluarga. Tepat di atas layar TV LCD yang besar.

                “Itu… itu foto kami,” ucap Elle tersenyum.

                “Tapi aku hanya tahu itu kalian berdua, paman Liam dan paman Harry juga kakek nenek. Yang lain siapa?” tanya Dustin.

                “Itu paman Niall, paman Zayn, paman Louis dan tante Dakota…” ucap Austin.

                “He? Darimana kau tahu?” tanya Jaxon heran menatap Austin –kakaknya.

                “Sok tahu!” dengus Jean.

                “Tidak! Austin benar! Itu paman dan tante kalian,” sela Caitlin.

                “Mana mereka?” tanya Dustin.

                “Mereka—“

                “Oh sudahlah! Yang pasti mereka tidak ada lagi di sini! Sekarang! Pergi ke kamar kalian masing-masing dan segera kemasi barang-barang kalian!” suruh Caitlin yang memotong ucapan Elle.

                “Moomm…” rengek Jean danJasmine.

                “Patuhi saja perintah mom kalian!” tegas Justin.

                Jean dan Jasmine mendengus. Daddy nya ini memang benar-benar pelit. Dengan berat hati, Jean dan Jasmine meninggalkan ruangan menuju kamar mereka bersamaan.

                “Apa yang kalian tunggu?” tanya Justin menatap ketiga putranya yang masih duduk di sofa. “Pergi ke kamar kalian!” tegas Justin.

                Dustin mendengus, kemudian bangkit dari sofa bersama dengan Jaxon. Sedangkan Austin masih tetap duduk disofa.

                “Austin…” desis Elle.

                Austin tampak malas. “Aku tahu apa yang terjadi pada mereka dan kalian dulu!” ucap Austin cuek kemudian bangkit dari sofa.

                “Kau mewarisi kemampuan Zayn rupanya?” tanya Justin.

                Austin menoleh. “Menurutmu?” tanya Austin cuek kemudian benar-benar pergi meninggalkan ruangan itu.

                “Dasar es! Mirip sekali denganmu! Aku tidak ragu jika dia benar-benar anakmu!” tukas Elle asal.

                Caitlin terkekeh kecil, kemudian memeluk bahu Elle dari samping. “Typical Austin,” ucap Caitlin.

                “Ya. Dan itu anakmu dan keponakanmu!” dengus Justin.

                “C’mon, Elle… kita harus menyiapkan semua ini dengan baik! Ayo!” ajak Caitlin semangat meninggalkan Justin yang masih terdiam di ruang tengah.

                Justin mengalihkan matanya pada foto keluarganya itu. Senyum samar terlihat dari bibir Justin.

                “Kalian lihat? Anak-anakku sepertinya akan mewarisi kekuatan kalian,” desis Justin menghembuskan napasnya. “Thanks. Aku merindukan kalian.” Ucap Justin lagi kemudian berlalu pergi dari ruang keluarga.

                ***

   —THE—END—

                ***

The Immortal LoveWhere stories live. Discover now