Chapter 1

8.2K 260 3
                                    

=======

Caitlin segera menyingkap selimut yang membalut tubuhnya saat tidur. Namun, Caitlin segera saja menghentikan aksinya itu ketika merasakan lututnya sangatlah perih.

    Caitlin melirik ke arah lutut kakinya. Matanya membulat sempurna melihat ada sedikit darah segar yang sudah sedikit mengering di kulit sekitar lututnya.

    Caitlin terpaku, ingatannya kembali berputar pada mimpinya tadi malam. Mimpi ketika ia dikejar-kejar oleh si mata merah itu dan jatuh hingga lutunya tergores lantai hitam itu.

    Segera saja Caitlin menggelengkan kepalanya tak percaya. Ini tak mungkin. Kenapa mimpi itu seakan-akan menjadi nyata? Batin Caitlin merinding.

    “CAITLIIIN…… BISAKAH KAU CEPAT? KITA HAMPIR TERLAMBAT!!!” pekik Carly dari luar kamar Caitlin.

    Caitlin mendengus sebal. “IYA, BAWELL!!!” teriak Caitlin.

    Caitlin mengabaikan rasa sakit di lutunya dan berjalan terseok menuju kamar mandi untuk bersiap-siap. Sebelum adik kecilnya itu makin berkoar-koar tak jelas padanya.

    ***

    Caitlin turun ke meja makan dengan langkah yang sangat hati-hati. Lututnya masih terasa perih—bahkan sangat perih ketika terbasuh air sewaktu mandi tadi.

    Carly yang melihat Caitlin dengan jalan yang terseok-seok dan sedikit pincang heran dan menautkan alisnya.

    “Kau kenapa?” tanya Carly.

    Cailtin menggeleng. “Tidak tahu. Lututku berdarah saat aku bangun tidur tadi,” jawab Caitlin enteng.

    Caitlin segera mendudukan bokongnya di salah satu kursi tepat di depan Carly. Caitlin sedikit meringis kesakitan ketika ia duduk dan menekuk kakinya.

    “Kau kenapa Caitlin?” tanya Daddy Caitlin—Mr. Sonenclar.

    “Tidak apa, Dad. Lututku hanya sedikit lecet…” jawab Caitlin.

    Caitlin segera mengambil roti yang sudah terolesi selai di atas piring yang berada di depannya. Ia mulai menikmati sarapannya pagi ini.

    “Kau yakin bisa menyetir?” tanya Carly.

    Caitlin mengalihkan pandangannya dari roti ke arah adiknya itu. “Tentu saja! Memang ada apa?” tanya Caitlin.

    Carly mendesah pelan. “Kakimu kan sakit…” ucap Carly malas.

    “Bukan berarti jika kakiku lecet, aku tidak bisa menyetir, Car…” jawab Caitlin seraya mendengus.

    “Sudahlah… biar Dad saja yang mengantar kalian hari ini. Lagi pula benar apa yang di katakan adikmu itu, Caitlin…” ujar Mrs. Sone melerai perdebatan Caitlin dan Carly.

    Caitlin mendengus dan akhirnya mengangguk pasrah.

    “Ya sudah… ayo kita berangkat, Dad sudah hampir telat…” ajak Mr. Sonenclar pada kedua putrinya.

   Caitlin dan Carly segera menyusul Dad mereka setelah berpamitan dengan Mom mereka.

    ***

    “Hati-hati ya, honey…” pesan Mr. Sonenclar pada Caitlin setelah sampai di halaman sekolah Caitlin.

    Caitlin mendengus kesal. “Iya, Dad. Aku bukan anak kecil lagi… aku bisa menjaga diriku sendiri…” ucap Caitlin sambil memutar bola matanya jengah.

    Mr. Sonenclar terkekeh mendengar penuturan putrid tertuanya yang satu ini. Sungguh lucu dan menggemaskan.

    “Aku masuk dulu, Dad. Bye Dad… bye, Carly…” pamit Caitlin pada Dad dan adiknya.

The Immortal LoveWhere stories live. Discover now