"Lumayankan, Ma, hemat beras."

Hani melengos dan berjalan melewati Bian yang menatapnya tanpa ekspresi. Dasar muka triplek! Datar mulu, maki Hani dalam hati.

"Sabar ya Bian. Hani kelihatan masih kekanakan."

"Gak papa, Ma. Bian pulang dulu." Ujar Bian seraya mencium punggung tangan Tiara, mama Hani. Kemudian mengambil ponselnya yang berserakan di lantai kemudian keluar rumah sembari menatap tajam Hani yang duduk di meja makan. Hani tidak mau kalah dan menjulurkan lidahnya ke Bian. Bian tersenyum sinis melihatnya dan berlalu menutup pintu rumah Hani.

Tiara duduk di meja makan dan memandang tajam putrinya. "Hani, bener kamu tadi berkencan?"

Hani menganggukkan kepalanya sambil memakan kerupuk yang ada di meja makan. "Iya ma, cakep deh orangnya ma. Mana baik lagi. Mama pasti suka deh sama anaknya."

"Kamu gak boleh pacaran. Dan itu tidak bisa ditawar, ngerti kamu." Ucap Tiara tegas membuat Hani tersedak.

"Uhuukkk...uhukkk..." Hani mengambil gelas berisi air putih dan langsung meminumnya hingga tandas. "Apa mama mau kalau Hani jadi perawan tua nanti? Hani kan udah besar Ma, harusnya udah pantes punya pacar dong." Lanjut Hani.

"Pokoknya kamu gak boleh pacaran, titik!" Ucap Tiara dengan tegas sekali lagi.

Hani bangkit dari kursi. Hilang sudah moodnya untuk makan siang ini. "Mama, Mas Bian, juga Bang Deni sama aja. Semuanya nyebelin! Kalian seneng ya kalau Hani jadi perawan tua." Teriak Hani kemudian pergi meninggalkan mamanya. Tak digubrisnya mamanya yang memanggil-manggilnya.

Di dalam kamar, Hani berbaring telentang ditempat tidur sambil memijit kedua pelipisnya dengan jari-jarinya. Hani merasa pusing memikirkan semua orang terdekat dihidupnya. Dia merasa terkekang. Setiap langkahnya selalu saja diawasi oleh pria tampan yang tinggal di seberang rumahnya, yang juga merupakan teman abangnya. Dia ingat dulu waktu dia masih kecil selalu ngintilin Mas Bian dan Abangnya kemanapun di rumah ini. Sekarang keadaan berbalik, Mas Bian selalu tahu dimana dia berada entah bagaimana caranya. Lelaki itu seperti tidak ada kerjaan saja. Seingatnya malah dulu Mas Bian tidak pernah semenyebalkan seperti sekarang ini. Dulu Mas Bian sangat baik dan manis kepadanya, selalu membantunya dalam pelajaran. Bahkan menurut mamanya, dari semenjak dia lahir, Mas Bian hampir setiap hari ke rumah hanya untuk melihatnya dan mengajaknya bermain. Kalau diingat-ingat, Mas Bian jadi menyebalkan sejak dia SMP kelas 8. Yah, kalau tidak salah sih sejak dia menyatakan cintanya ke Mas Bian. Mas Bian langsung memarahinya serta mengatainya sebagai anak yang kecentilan dan menjaga jarak dengannya sejak saat itu. Hani malu sekali rasanya. Sudahlah ditolak cintanya plus dimarah-marahi, dibilang anak kecil genit lagi. Kan malu jadinya. Sejak itu kutetapkan untuk menghapus rasa cintaku dari Mas Bian.

Mas Bian itu wajahnya tampan pake banget. Rambutnya hitam tebal, alisnya tebal, sorot matanya tajam bagai mata elang, hidung mancung, bibirnya tipis dan sedikit cambang dan kumis, membuatnya jadi sangat maskulin. Tubuhnyapun tinggi dan berotot dengan kulit agak kecoklatan. Pantas aja sih banyak cewek yang naksir Mas Bian. Hampir setiap minggu kulihat dia berganti pasangan. Entah darimana dicomotnya cewek-cewek itu. Kok ada saja gandengannya. Mungkin kalau dijejerkan, pacarnya sudah seperti truk gandengan panjangnya. Huhh..dasar playboy cap badak.

Dianya sendiri kerjanya gonta-ganti pasangan, sedangkan aku sekalipun tidak pernah punya pasangan. Setiap hampir saja dapat gebetan, Mas Bian selalu menggagalkan. Apa sih maunya dia itu. Pacar bukan, abang bukan, apalagi suami...sudah jelas, bukan. Cuma tetangga doang.

Mungkin sebaiknya aku pindah kuliah saja. Tapi ya gak mungkin juga kan. Nanggung dong, udah mau semester terakhir juga. Tapi kalau begini terus, gimana aku bisa punya pacar. Aku kan cewek normal yang juga ingin dicintai dan mencintai. Ingin punya acara malam mingguan diapelin cowok. Seperti malam ini misalnya. Soalnya inikan malam minggu, masa cuma ditemeni musik dan tv. Ckk

Drrrttt.....drrrttt...

Hani maraih ponselnya disebelah nakas dan membaca nama yang tertera di layar.

"Evan...?" Ucapnya lirih. Ternyata dia gak kapok gara-gara insiden tadi siang dengan Mas Bian. Biasanya yang lain udah gak ada kabarnya begitu mendapat ancaman dari Mas Bian. Yesss!

"Haloo..."

"Love...kamu baik-baik saja?"

"Baik...ada apa Evan?"

" Boleh gue ke rumah lo sekarang?"

"Lo masih mau ketemu gue?" Ucap Hani yang langsung duduk tegak sangkin terkejutnya.

"Jelas dong. Yang penting lo memang gak ada hubungan apa-apa kan dengan cowok tadi siang."

Jelas tidak! Ucap Hani dalam hati.

"Nggak kok. Dia bukan siapa-siapa kok."

"Tapi kok dia ngelarang lo dekat dengan cowok sih."

"Udah deh gak usah ngebahasin cowok sinting itu. Mending lo cepetan ke rumah gue sebelum mama dan abang gue pulang."

"Oke Love...gue udah di depan rumah lo kok. Bukain dong pintunya."

"Dasar lo ya. Ngapain nelponan lama-lama gini. Gue keluar sekarang."

Buru-buru aku ganti baju kaos putih pas badan bergambar hello kitty dan celana jins sebetis serta menyisir rambut panjangku agar terlihat rapi kemudian aku turun ke bawah setengah berlari menuju pintu depan.

Kubuka pintu dengan senyum yang tak lepas dari wajahku. Kebetulan hari ini mama dan Bang Deni sedang pergi ke pesta pernikahan relasi bisnis Bang Deni. Jadinya aku sendirian di rumah. YES! Dan yang pasti, Mas Bian juga tidak akan mengganggu acara malam minggunya karena bisa dipastikan dia seperti biasanya setiap malam minggu pergi berkencan dengan entah cewek mana lagi yang gak penting buat dipikirin otaknya yang cantik.

Dibukanya pintu dan dilihatnya wajah tampan pria berdarah suku karo itu dengan senyum yang menghias wajahnya yang tampan itu.

"Masuk Van."

Evan masuk ke rumah mengikuti Hani menuju ruang duduk tamu. Pintu depan dibiarkan terbuka karena bagaimanapun Hani merasa tidak enak berduaan aja di rumah dengan Evan Surbakti. Evan adalah teman kuliah Hani.

"Duduk, Van. Mau minum apa nih, biar gue buatkan."

"Air putih aja, Han."

"Oke, bentar ya."

Hani menuju dapur mengambil air putih dan segera kembali ke ruang tamu.

"Lo sendirian, Han?" Tanya Evan setelah Hani duduk di hadapannya.

"Iya. Mama sama abang gue lagi ke kondangan."

"Ohh....besok lo ada acara gak."

"Gak sih."

"Besok gue jemput ya. Gue mau ajak lo nonton. Gimana?" Ucap Evan penuh harap.

"Mmm...gimana ya. Gue harus nanya mama sama abang gue dulu, Van."

"Oke. Tapi lo besok kabarin gue ya."

Hani menganggukkan kepalanya.

Mereka mengobrol sambil tertawa-tawa. Ternyata Evan orang yang suka humor dan lucu, membuat Hani sering tertawa dengan candaannya.

Sudah setengah jam mereka mengobrol ketika gangguan datang memasuki rumah Hani.

Hani merasa bulunya meremang seperti menyadari kehadiran orang yang paling dibencinya muncul di rumahnya. Entah kenapa Hani memang selalu terasa kalau ada dia di dekatnya. Dan benar saja ketika tidak lama kemudian dia mendengar deheman suara orang paling menyebalkan sedunia.

"Ehemm......"

😍😍

01012018


Mr. POSESIFOnde histórias criam vida. Descubra agora