Jordy menghentakkan kakinya jengkel sembari mengeluarkan segala macam makian untuk Bara dan selingkuhannya yang sudah jauh meninggalkannya.

"Mas, kalo ngomong yang bener dong! Anak saya denger nih!"

Dan Jordy meringis ketika dirinya udah berhadapan dengan Ibu-Ibu.

Tamatlah riwayatnya.

***

"Aku gak suka kamu pakai heels kayak gitu."

Lea menghentikan gerakannya yang sedang memotong bistik sapinya. Lantas menatap ke arah Bara yang masih fokus dengan fetucini miliknya.

"Kenapa?"

"Gak suka aja,"

"Pasti ada alasannya 'kan?" Bara mengangguk setelah meneguk minumannya.

"Gimana ya ... Tinggi kamu jadi sejajar sama aku."

Lea mengangkat alisnya. Hanya itu alasan Bara?

"Kamu lagi bercanda?"

Bukannya menjawab pertanyaan gadisnya, Bara sekarang justru menopang dagunya di atas meja. Matanya terus menatap Lea sembari tersenyum.

"Tuh 'kan lagi di tanya malah ngelihatin kayak gitu. Sana ah,"

Bara terkikik pelan. Di benaknya ia berpikir, bagaimana bisa Tuhan nyiptain manusia secantik Lea? Oh, Lea itu manusia atau bidadari ya?

Oke, karena itu yang ada di benak Bara, maka Bara akan bertanya sekarang.

"Tasha,"

"Ya?"

Bara tanpa aba-aba langsung menggenggam tangan kanan gadisnya. Spontan saja Lea menghentikan aksi makan malamnya.

"Kenapa?" tanya Lea sangat pelan. Mungkin seperti berbisik.

"Di saat manusia di ciptain dari tanah, lo di ciptain dari cahaya, ya? Gue ragu, lo itu bener manusia atau justru malaikat yang di ciptain Tuhan untuk ngisi hari-hari gue yang monoton ini. Dan kalo pun lo malaikat ... Gue boleh minta satu hal?"

Lea yang mendengar penuturan Bara pun tercengang. "A--apa?"

"Biasanya, malaikat itu bakal pergi setelah tugasnya udah selesai. Misalkan lo di tugasin buat ngebahagiain gue dan kelak gue udah bahagia, lo harus janji ya sama gue?"

"Ja--janji apa?"

Sungguh, Lea benar-benar terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut Bara malam ini.

"Janji jangan tinggalin gue. Apapun yang bakal terjadi nanti." ujar Bara bersamaan dengan mengulurkan jari kelingkingnya.

Dengan perlahan, Lea membalas uluran pinky promise mereka. "Janji."

Dan adegan selanjutnya, Bara tanpa malunya mencium tangan Lea. Di hadapan pramusaji yang berlalu-lalang, di hadapan sebuah lilin yang menyala, di hadapan bunga mawar yang menghiasi meja mereka, dan di hadapan orang-orang yang asik bercengkrama malam ini. Lea gak tahu, ada orang yang melihat perlakuan Bara kepadanya atau tidak. Tapi sekarang, rasa malu Lea kalah dengan perasaan bahagia yang mulai memenuhi hati kecilnya.

***

Bara mengusap pelan pipi Lea yang halus. Sehalus pantatnya sewaktu bayi. Dia sejak 5 menit yang lalu masih terus memandangi wajah gadisnya yang sekarang sudah tertidur pulas di mobilnya. Bara berasumsi bahwa Lea capek, karena sejak dinner mereka tadi-- Lea mengajak Bara bermain di timezone hingga satu jam lebih dan berbelanja aksesoris. Wajar 'kan gadisnya letih? Apalagi dia memakai high heels.

Match Made in Heaven[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now