"Kok lama? Kemana aja?"

Di lain tempat, Lea memutar bola mata malas. "Abis bersih-bersih,"

"Bersih-bersih rumah?"

"Bersih-bersih badan. Kenapa nelfon?"

Bara berdecak. "'Kan kita pacaran. Masa' pacarnya nelfon pake di tanya. Lo udah pernah pacaran belum sih?"

"Um, tiga kali."

"So, mantan kamu ada tiga? Gantengan mana kalo di bandingin sama gue?"

"Ya mantan aku lah! Mantan aku tuh ganteng-ganteng, pinter dan rajin lagi! Idaman lah pokoknya."

"..."

Lea menggigit bibir bawahnya, dia jadi mengutuk dirinya sendiri yang mulutnya kebangetan banget. Duh, dia jadi takut kalau Bara marah. Bagaimana kalau tiba-tiba Bara ngamuk ke mantan-mantan Lea dan ngebunuhinnya satu-satu?

"Bara ... Kamu-- marah?"

Sekarang Bara malah menaikkan alisnya. "Marah kenapa?"

"Kok tadi diem aja?"

"Gue lagi ngunyah makanan tadi."

"Tapi ... Marah gak?"

Bara terkekeh. "Ngapain marah? Dia itu cuma mantan lo dan bukan siapa-siapa lo lagi. Sedangkan gue-- gue pacar kamu. You're mine and i'm yours."

"..."

"Lo udah makan?"

"Ha--hah? Um, belum,"

"Kenapa belum?"

"Diet,"

Bara mendengus kasar. "Kalo pacaran sama gue gak boleh diet!"

"Kenapa?"

Nanti badan lo gak enak buat di peluk.

"Ya nanti jadi kurus. Kayak anak yang kurang gizi, gue gak mau punya pacar yang kekurangan gizi."

"Yaudah nanti aku makan."

Bara tanpa sadar tersenyum, hingga ada seseorang yang mengagetinya.

"Doorr!"

Bara tersentak, hp yang sedang di genggamnya pun hampir jatuh kalau aja dia nggak buru-buru menangkapnya kembali. Bara yang sudah memasang wajah garangnya pun menengok, dan dalam sekejap ekspresinya berubah menjadi teduh saat tahu siapa yang barusan mengagetinya.

"Angga? Lo kemana aja anjir baru nongol sekarang?!" cowok berkacamata yang bernama Angga pun tertawa.

"Sibuk ngabisin duit gue,"

Bara berdesis, "Gak lucu,"

"Gue pindah ke Bogor sekarang, gila, kita berapa tahun ya gak ketemu?"

"Dua. Gue udah gak ketemu sama lo dua tahun."

Angga mengangguk, duduk di sebelah Bara. "Sekarang lo bikin pangling. Padahal dulu gantengan gue."

"Biasanya orang jelek itu suka ngaku-ngaku kalo dirinya ganteng." ucap Bara sarkastik.

Angga mendelik. "Babi. Lo dari dulu tetep jago ngomong ya. Kangen nih gue btw, peluk dong."

Bara berdecak. "Lo dari dulu tetep maho ya."

"Sialan, gue gak maho! Gak bisa bercanda banget sih lo! Bikes deh." Bara mengernyit. "Bikes apa'an?"

"Bikin kesel."

Mata Bara membulat. "Anjing, bahasa lo kenapa kayak gitu sih? Jauh-jauh dari gue."

Angga tersenyum misterius dan dia dengan otak setengah warasnya langsung memeluk tubuh Bara dengan erat. Bahkan dia mengusap-ngusap hidungnya di leher Bara.

Hingga tiba-tiba ...

"YA AMPUN KALIAN SEDANG APA?!"

***

Lea menggigit jari dan bibirnya bergantian dengan gelisah. Dia sedari tadi terus memikirkan percakapan Bara dan seseorang yang samar-samar di ketahui bernama Angga. Mungkin Bara lupa, kalau sejak ada suara 'Dor!' tadi-- Bara terlalu asik mengobrol dengan orang itu hingga lupa mematikan sambungannya.

Dan Lea bisa mendengar percakapan Bara dengan orang itu dari awal sampai akhir.

Dia ... Angga.

Lea mengenali suara tersebut.

Dan Lea baru mengetahui bahwa Bara punya hubungan dengan Angga. Bukan, bukan hubungan yang aneh-aneh, tetapi sejenis hubungan keluarga-- maybe?

Ddrrt!

Lea melirik ponselnya, lalu dengan segan dia mengambil ponselnya. LINE dari Ciko.

Ciko?

Anciko Einstein : Malam, Lea. Apa kabar?

***

Match Made in Heaven[SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang