21. Wanita Ular

33.5K 1.2K 16
                                    

Malam mulai menjemput, angin mulai terasa dingin merasuk kedalam tulang. Tapi, hal ini tidak membuat Helena beranjak dari tempat duduknya.

Sepeninggal Cassey, sejengkal pun Helena tidak menggerakkan badannya dari kursi taman yang terlihat mulai sepi diikuti lampu taman yang remang menerangi jalan ditaman.

Helena masih tidak tahu bahwa ini mimpi atau tidak. Ia masih memegang kertas putih hasil test kehamilan rumah sakit ditangannya. Ia bingung akan semua ini, bagaimana mungkin Cassey hamil?

Ralat, bagaimana mungkin dirinya hamil?

Cassey adalah kekasih Nathan sejak lama, sedangkan ia hanyalah wanita yang ditolong oleh Nathan.
Apa yang harus ia perbuat?
Tak mungkin bisa ia memberitahu Nathan tentang kabar kehamilannya.

Helena tersentak saat ponselnya berdering. Ia mengangkatnya tanpa melihat nama si penelpon.

"Helen?? Kau dimana? Kenapa kau belum pulang? Kata Gilbert kau pulang duluan. Apa kau sakit? Dimana kau sekarang?"

Helena menghela napasnya. Perhatian apa lagi kali ini yang ia dapat?
Nathan memang lelaki kejam, bisa-bisanya dia memperlakukan dirinya layaknya seorang istri tapi diluar sana pun ia bermesraan dengan kekasihnya bahkan sampai Cassey hamil. Apa Nathan belum tahu? Kenapa Cassey tidak memberitahu lelaki itu?

"Sayang?? Kau ada dimana sekarang, katakan padaku."

"Di taman."

"Aku kesana."

Klik...

Helena berpikir, mungkin ada baiknya jika ia yang mundur. Lagipula, tak ada seorangpun yang mengetahui kehamilannya. Ya, lebih baik tak ada yang tahu. Ia tidak boleh egois, belum lagi Cassey masih memiliki keluarga. Ia akan malu jika melahirkan tanpa seorang pria disampingnya. Sedangkan dirinya? Tak ada lagi keluarga di dekatnya. Orangtuanya sudah tiada dan Kak Sean tinggal jauh dibelahan dunia sana. Jadi, tidak akan ada yang malu karena dirinya hamil tanpa pendamping. Ia yakin, anaknya nanti akan mengerti jika ia memberi pengertian. Atau bisa saja ia mengatakan pada anaknya suatu saat nanti bahwa ayahnya sudah meninggal. Itu akan lebih mudah bagi baginya dibandingkan Cassey yang masih memiliki keluarga utuh. Pasti orangtua Cassey akan berat menerima kenyataan itu. Helena tidak mau hidup dibawah bayang-bayang penderitaan seseorang.

"Sayang. Ternyata kau disini.. Aku mencarimu daritadi."

Helena terkejut dari lamunannya saat ia merasakan sebuah jaket menutupi punggungnya yang ternyata disampirkan oleh Nathan.

"Disini dingin. Apa yang kau lakukan malam hari seperti ini?"

Helena hanya diam memandang Nathan yang terlihat begitu khawatir akan keadaannya.

"Apa ini?"

Helena terkejut saat tiba-tiba Nathan merebut kertas putih yang sedaritadi dipegang oleh Helena.

Helena hanya diam melihat reaksi Nathan membaca isi surat dari rumah sakit itu. Nathan bahkan membeku dalam waktu yang cukup lama.

"Aku masuk kedalam dulu.." Ucap Helena pelan sambil menundukan kepalanya lalu berlalu begitu saja meninggalkan Nathan dengan sejuta pikiran di otaknya.

Helena membuka pintu apartmentnya dan langsung menuju kamar. Ia kira Nathan akan mengejarnya tapi, sampai ia masuk lift tadi, ia tidak melihat tanda-tanda Nathan bahkan sampai ia masuk kamar mereka.

Airmata Helena jatuh, dengan bodohnya ia sudah berharap akan sebuah mimpi yang tidak akan pernah jadi nyata. Selama ini, hanya ada harapan kosong didepan matanya.

Ia mulai mengambil koper dan merapikan semua pakaiannya yang memang tidak terlalu banyak. Karena semua pakaian dilemarinya, kebanyakan pakaian yang disediakan oleh Nathan. Ia hanya membawa pakaian sederhananya saja. Ia membuka tasnya dan menaruh berbagai kartu diatas nakas ranjang Nathan, seperti Kartu Kredit/Debit, kartu belanja lainnya yang tidak pernah ia gunakan hingga kartu kunci apartment.

He is My Husband (Completed)Where stories live. Discover now