Sembilanbelas

1K 155 39
                                    

Hanbin POV

Aku tak tau kata apa yang tepat untuk mengambarkan situasi saat ini. Dua orang lelaki datang menghampiri kami. Satunya berambut gondrong dan satunya lagi adalah pria paruh baya. Yang ku tau pria muda berambut gondrong itu bernama Bobby, sahabat Jinan yang lainnya. Namun pria tua ini?

"Appa?"

Appa? June baru saja memanggilnya dengan sebutan appa?

"Bagaimana kabar mu anak ku?" pria itu mencoba memeluk June namun ia menghindar. Entahlah. Mimik wajahnya mengatakan bahwa ia tak bahagia bertemu pria yang ada di hadapannya ini.

"Keluar dari rumah ku.."

"June-ah, sekali ini saja biarkan appa memeluk mu.."

"Aku bilang keluar!!!!"

Aku dan Jinan tersentak mendengar teriakan June. Terlebih air matanya ikut menetes.

"June-ahh.. Appa.."

"Ku mohon menghilanglah dari hadapan ku!!!!!"

Suasana di ruangan ini berubah menjadi mencekam. June benar-benar marah. Ia terus berteriak meminta pria itu menghilang dari hadapannya. Aku yang tak mengerti dengan situasi ini hanya menghela sembari mengenggam lengan Jinan karna ia terlihat gugup.

"June.. Kau tak apa?"

Jinan melepaskan genggaman ku, ia menghampiri June dan memberikannya segelas air. Situasi lebih menenang saat pria tua itu memutuskan untuk pergi.

"Jinan-ah aku.. Hikss.."

Aku sadar keadaan ini mungkin membuat June terpukul. Wajahnya berubah menjadi pucat. Tubuhnya pun bergetar kuat. Namun saat melihat Jinan memeluknya itu melukai hati ku. Fakta bahwa June adalah sahabatnya ingin sekali ku ingkari. Terlebih June terlibat dalam misteri kematian Jinny. Aku yang tak ingin berlarut dalam suasana memutuskan untuk keluar.

"Hanbin?"

Aku mendongkak. Karna posisi ku saat ini sedang berjongkok. Jika pria gondrong itu tak menyapa ku, hampir saja aku melupakannya.

"Mau?"

Ia menawarkan ku rokok yang saat ini ada dalam genggaman tangannya. Sempat ragu namun pada akhirnya aku menyetujui menghisap nikotin itu untuk menenangkan diri.

"June sangat membenci ayahnya.."

Aku terdiam mendengar ocehan yang keluar dari mulut Bobby. Sungguh, kenapa juga ia harus menceritakan itu pada ku.

"Karna ayahnya adalah seorang pembunuh.."

"Uhukkkk" aku tersedak asap rokok yang seharusnya ku hembuskan. Pembunuh? Ayahnya seorang pembunuh?

"Pemuda brengsek itu bertingkah seolah ia kuat, namun sebenarnya.."

"Cukup! Kau bisa berhenti jika ingin menceritakan cerita bodoh mu itu pada ku, aku tak akan perduli.." aku membuang puntung rokok yang masih tersisa panjang. Meninjaknya. Lalu berniat pergi meninggalkan Bobby dan sejuta omong kosongnya itu.

"Sampai kapan kau akan menutup hati mu untuknya?" ia bangkit dari posisi dan menghalangi jalan yang akan aku lalui.

"Tak bisakah sekali saja kau memandangnya sebagai saudara mu?"

"Jangan mencampuri urusan ku bung.. Urus saja urusan mu.." aku mengepalkan tangan ku kuat. Sial. Pemuda itu berbicara terlalu banyak.

"Bagaimana aku bisa diam ketika adik ku lebih perduli pada pria brengsek seperti mu ketimbang aku, kakak kandungnya sendiri!"

TWINWhere stories live. Discover now