Tujuh

940 168 20
                                    

Hanbin POV

Menghilangnya Jinny menjadi misteri tersendiri untuk ku..

Setelah memutuskan untuk mencari, ku dapati ia datang dengan sifat dan sikap yang berbeda..

Jinny yang ku kenal tidak akan berani menatap bahkan gugup jika aku mengengam tangannya, tapi saat itu ia diam saja bahkan membalas tatapan ku dan mengenggam tangan ku dengan erat.

Awalnya aku berpikir bahwa ia telah berubah, mau membuka diri dan menghilangkan jarak di antara kami, sampai ku temui perubahan yang lebih besar, caranya memperhatikan ku dan caranya menerima ciuman menunjukkan bahwa itu bukan dirinya.

Ku coba membuang semua pemikiran buruk yang menghantui hari hari ku, tapi sebagai seorang kekasih aku tak dapat menutup mata dan bertingkah seakan semuanya baik-baik saja.

Aku memantapkan hati memberani kan diri untuk mengali informasi lebih dalam namun sulit karna keluarga Yoo benar-benar menutup diri dari media, hanya sedikit yang dapat ku temukan, mereka bilang anak bungsu dari pemilik Monalisa Hotel itu sedang melanjutkan studynya.

Itu membuat ku sedikit tenang..

Namun semua berubah ketika seseorang menghubungi ku dan mengirimkan surat kematian Jinny..

Kabar yang benar-benar tidak masuk akal, aku melacak nomor itu namun hasilnya nihil..

Orang itu berhasil meneror ku, semakin hari hati ku semakin tidak tenang.

Semakin aku mencoba untuk menenangkan diri semakin besar pertanyaan yang ku tanyai pada hati, benar kah aku yakin orang yang di samping ku selama ini adalah Jinny?

Hampir setiap hari ku parkirkan mobil dan mengawasi rumah keluarga Yoo dari dekat namun tak pernah ku lihat pergerakan Jinny di rumah megah itu, merasa hanya membuang-buang waktu aku memikirkan strategi yang lebih efektif.

Aku menelpon Jinny dan memintanya untuk makan malam di tempat kami biasa menghabiskan waktu namun ia menolak ketika aku menawarkan diri untuk menjemput.

Kecurigaan ku mulai berkurang karna memang Jinny tidak pernah mengijinkan ku menjemputnya, ia tak mau membuat ku repot tapi caranya menolak tawaran ku terdengar berbeda, aku menggelengkan kepala tak ingin menambah kecurigaan ku.

Sebenarnya walaupun Jinny menolak untuk di jemput aku sudah lebih dulu memarkirkan mobil ku tak jauh dari rumahnya, entahlah kenapa aku melakukan ini, hati ku terus merasa ada yang tidak beres.

Tak butuh waktu lama untuk menunggu, Jinny keluar dan berdiri di depan gerbang rumahnya yang megah tampak seperti sedang menunggu seseorang.

10 menit berlalu dan ia terlihat gelisah, kembali masuk ke dalam rumah dengan sedikit berlari.

Aku megigit pelan ibu jari ku berusaha menerka apa yang terjadi, memukul stir dengan jari telunjuk kanan untuk menenangkan hati.

Akhirnya orang yang ku nanti pun kembali, mulutnya berkomat kamit seperti tengah berbicara, hasrat keingin tahuan ku pun muncul.

Ku turunkan sedikit kaca jendela ku agar dapat mendengar apa yang sedang ia bicarakan beruntung keadaan di sana sepi sehingga suaranya dapat terdengar, tak jelas apa yang ia bicarakan namun satu hal yang membuat ku terkejut, suaranya terdengar seperti suara laki-laki.

Jinny melambai memanggil taxi dan berjalan menuju ke tempat di mana kami akan bertemu, tak ingin membuatnya menunggu ku tinjak pedal gas ku mendahului taxi yang ia tumpangi.

Selama perjalanan aku merasa gelisah namun tak tau apa penyebabnya, ku tarik nafas lalu menghembuskannya berkali-kali untuk menenangkan diri.

Hanya selang beberapa menit setelah aku sampai, taxi yang Jinny tumpangi pun menyusul, aku berjalan mendekatinya dengan mawar liar yang sengaja aku bawa sebagai hadiah.

TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang