Enam

1K 156 23
                                    

Putar dulu baru baca ☝☝☝☝

Menangis...

Hanya itu yang dapat ia lakukan.

Hatinya sakit, namun ia tak dapat berbuat apa-apa, ini semua salahnya, andai saja ia tak mati secepat ini, maka ia tak perlu menyuruh Jinan mengambil alih posisi nya.

Ia terisak dalam gelap, tak ada seorang pun yang dapat melihatnya bahkan mendengar suara kesedihan itu.

Tidak..




Sampai seseorang datang..






Menghampirinya..










"Jinny?"

Ia mendongkak karna pada saat itu ia tengah duduk sambil membenamkan wajahnya di antara kedua lutut.

"Kenapa kau menangis?"

Astaga tunggu dulu, pria ini melihatnya!

Ia berdiri karna terlalu terkejut, di lambaikannya tangan tepat di hadapan wajah pria tadi dan pria itu bekedip.

Hampir saja ia tersungkur ketakutan, apa ini, mengapa ia bisa terlihat?

"Jinny..?"

Ia tersadar dari lamunan, menengak liurnya bimbang.

"Ju..June? Kau bisa melihat ku?" selidiknya penasaran.

"Hmmm.."

"Ba.. Bagaimana bisaa??"

Pria itu menaikan pundaknya pertanda ia juga tak mengerti.














Berkali-kali Jinny memandang pria di sebelahnya heran, apa pria ini dukun? Atau ia adalah titisan dewa? Entah harus merasa senang atau takut karna ada orang lain yang menyadari kehadirannya.

"K.. Kau tidak takut pada ku?"

Pria itu tersenyum mendengar pertanyaan Jinny, ia menggeleng "Kenapa aku harus takut pada hantu secantik dirimu?" ujarnya sedikit merayu.

Seperti wanita pada umumnya, Jinny juga tersipu mendengar itu. "Tapikan tetap saja.. Aku.. Hantu.." ucap Jinny lirih pada kata terakhir.

"Terus kenapa?"

"Eh?"

"Ada yang salah dengan hantu? Toh nanti aku juga akan mati dan mungkin akan menjadi hantu juga.."

Hati Jinny tersentak, ia baru menyadari pria di sebelah nya ini ternyata baik, tak seperti penampilannya.

"Sejak kapan kau menyadari kehadiran ku?" tanya Jinny penasaran.

Pria itu diam sejenak, terlihat sedikit berpikir lalu menoleh ke arah hantu cantik di sebelahnya.

"Sejak hari kematian mu.."

Jawaban yang mengejutkan, ini berarti ia sudah lama bukan?

"Lalu kenapa kau bertingkah seolah-olah aku ini tidak terlihat?" entah apa yang membuat Jinny kesal dengan sikap June yang berpura-pura.

"Aku hanya ragu.. Apakah baik-baik saja jika aku mencampuri urusan mu?"

Jinny menunduk, tak seharusnya ia bersikap seperti itu, benar June tak seharusnya terlibat.

"Tapi aku menjadi sangat yakin saat melihat mu menangis seperti ini.."

Mengapa June bersikap seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Nee..?" Jinny sepertinya belum mengerti apa yang pria tinggi di sebelahnya ini maksud, terlihat jelas ekspresi kebingungan yang gadis mungil itu berikan.

"Aku sudah melihat semuanya.. Aku melihat Jinan berpura-pura menjadi diri mu.. Aku juga melihat mu kecewa karna kekasih mu mencium Jinan tepat di hadapan mu.. Dan sekarang aku juga melihat mu menangis..."








"Akhh.. Kau mengetahui semuanya.."












"Tenang saja aku tidak akan mengacaukan rencana kalian.."

Pria itu mencoba menepuk pundak Jinny namun tak bisa, lalu ia terkekeh geli karna hampir saja terjatuh.
























Di sisi lain, Jinan membatu saat Hanbin memergokinya.

"Wae? Kau terkejut?"

Jinan membelalakan matanya tak percaya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Mengaku? Atau tetap bersandiwara?

Belum sempat ia menjawab, tubuhnya lebih dulu di tarik dan di paksa masuk ke dalam mobil.

"Hanbin-shi.."

Pria mungil itu benar-benar kebingungan saat pria disebelahnya ini terisak, ia melihat dengan jelas Hanbin mengenggam tangan dengan keras.

"Mengapa kau melakukan ini?" tanya Hanbin dalam isakan.

Lidah Jinan kelu, ia tak dapat berbicara, ia menyesal, ia gugup dan bingung harus melakukan apa.

"AKU TANYA KENAPA?" pekik Hanbin sembari memukul stir dengan keras.

Jinan menghela nafas lalu menutup matanya, seakan tak percaya dengan apa yang sudah ia lakukan.

"Mianhae.." hanya itu yang dapat ia katakan saat ini.

"Di mana Jinny?"

Belum sempat ia bernafas lega, Hanbin sudah menghantamnya dengan pertanyaan yang sangat sulit di jawab.

"Jinny.. " Jinan tak sanggup melanjutkan kalimatnya, terlalu sakit menjelaskan bagaimana keadaan sang adik saat ini.

"Di mana Jinny ku.."

Suara Hanbin yang sedikit bergetar mambuat hati Jinan semakin terluka, oh Tuhan, ia benar-benar akan menangis sekarang.

"Katakan bahwa ini tidak benar!" Hanbin mengeluarkan selembar kertas dari box mobilnya dan melempar benda itu ke arah Jinan.

Kali ini air mata Jinan sudah tak mampu lagi bertahan, liquid bening itu berjatuhan saat melihat catatan kematian adiknya.

Suasana di dalam mobil tak dapat digambarkan dengan kata-kata, keduanya dilanda kesedihan yang mendalam, hingga air mata lah yang dapat menjelaskan seberapa sakit hati mereka.




















Hanbin memarkirkan mobilnya sembarang, ia berjalan gontai masuk ke dalam rumah, tak sepatah kata pun ia ucapkan setelah kejadian tadi.
Ia menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, matanya melirik ke arah potret wanita yang terpajang indah di atas meja belajarnya.

Lagi, perih itu menyerang, membuatnya menangis dan terisak sekuat mungkin.

Terlalu sakit menerima kenyataan bahwa ia lagi lagi di tinggal oleh wanita yang ia sayangi, setelah ibunya, sekarang Jinny pun meninggalkan nya sendiri.

Ia benar-benar putus asa..

"Jinny-ya? Wae? Kau bilang akan menunggu ku.. Waee??"

Monolognya dengan air mata yang terus jatuh.

"Mianhae Jinny-ya.. Aku salah telah meninggalkan mu.. Andai saja aku tidak pergi.. Ini salah ku tidak menjaga mu dengan benar..


Eomma? Tak bisa kah kau menyuruh Jinny kembali? Hikss.. Aku tak ingin sendiri..


Waeee??? Kenapa semuanya terasa tidak adil untuk ku? Jinny-yaaaa, kenapa meninggalkan ku huh?"

Hanbin terus saja menangis sembari menyebutkan nama kekasihnya, ia hancur, sangat hancur..


Cklekk

"Hyung..."

-tbc-

Maaf kalo part ini jatohnya malah lebay, gue bener-bener masih belajar bikin sad story 😂😂

Cover by : Veoomize

TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang