The Invisible Red Thread

2.8K 179 1
                                    

"An invisible red thread connects those who are destined to meet, regardless of time, place, or circumstances. The thread may strectch or tangle, but will never break."
-Ancient Chinese belief-

Anna.
Malam midodareni. Orang Jawa punya adat untuk menyelenggarakan acara ini sebelum pernikahan di gelar besok pagi. Konon, malam ini adalah malam istimewa bagi calon pengantin wanita karena di malam ini ia akan memperoleh "kecantikan" dari Sang Dewi. Dan karena Mama adalah orang Jawa tulen, maka aku harus melewati malam ini.
Aku berada di kamar ketika di luar rumah ramai sekali karena keluarga besar Nathan dan juga Nathan datang. Aku benar – benar merindukan lelaki satu itu yang meskipun dilarang bertemu, ia masih mengirimkan foto selfie nya setiap hari, termasuk malam ini. Ia mengenakan kemeja putih yang dibalut jas warna hitam. Rambutnya yang sudah dipotong rapi di sisi samping dan agak spiky di bagian atas membuat wajahnya tampak lebih segar. Aku tersenyum sendiri melihatnya selfie ditengah begitu banyak orang yang datang. Calon suamiku ini memang selalu bisa membuatku tertawa.

Tanpa bisa berbuat apa – apa, aku hanya bisa menatap wajahku di cermin. Keningku sudah di hias dengan paes yang sesuai dengan adat jawa. Yang membuatnya sendiri adalah orang yang langsung Mama datangkan dari Jogja karena membuat hiasan seperti ini tidak bisa sembarangan karena untuk setiap lekukannya adalah simbol. Lekukan besar di tengah yang berbentuk seperti setengah telur itu berarti bahwa seorang wanita akan ditinggikan derajatnya dan akan dihormati. Lalu, pengapit di sisi – sisinya itu berarti agar rumah tangga nanti berjalan lurus dan tidak ada rintangan. Dan penitis di sisinya lagi itu melambangkan bahwa segala sesuatu harus ada tujuan dan tepat sasaran. Yang di sisi telinga juga dihias godheg yang melambangkan agar suami istri bisa selalu berintrospeksi diri. Dari semua kepercayaan itu, aku hanya ingin yang terbaik untuk pernikahanku dengan Nathan.

Malam semakin larut saat semua tamu sudah mulai pulang, lebih tepatnya kembali ke hotel tempat acara pernikahan besok digelar.

Nathan

Can't wait to see my beautiful bride tomorrow. Nice sleep Ann.

Nathan mengirimkan pesan sebelum ia pulang. Dan aku hanya bisa tersenyum.

Nathan.

Anna.

Can't wait to be Mrs. Nathaniel Adhyastha.

Anna membalas pesanku dalam perjalanan kembali ke hotel. Aku menyandarkan punggungku pada sandaran kursi penumpang. Malam ini aku tidak diijinkan menyetir dan hanya bisa duduk di samping driver dengan Papa dan Mama di kursi belakang. Pikiranku seketika melayang pada peristiwa tadi siang ketika aku baru sampai di hotel setelah seminggu di Jakarta menyelesaikan pekerjaan. Seseorang menungguku di lobby hotel seolah ia tahu aku akan datang di hotel ini pada waktu yang sama. Ia langsung menghampiriku sebelum aku sampai di resepsionis.

"Ada yang ingin bicara dengan anda. Bisa ikut saya?" seorang pria dengan setelan jas warna hitam dan rambut rapi berucap pelan sembari menunjukkan ke arah Cafe yang berada di sisi kanan Lobby. Dengan pertanyaan – pertanyaan di kepala, langkah kaki ku mengikutinya saja hingga di dalam café.

Ruangan café tampak sepi sekali tanpa ada pengunjung lain, kecuali seseorang yang duduk di kursi roda dan tengah tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya lalu duduk di depannya.

"Bagaimana kondisimu Rys? Aku dengar operasimu lancar." Ucapku lebih dulu.

Ia berdeham sebelum akhirnya mengatakan ia baik – baik saja.
"Ada keperluan apa sampai harus sembunyi – sembunyi seperti ini?"

"Aku cuma ingin memastikan Anna tidak akan tersakiti."

Aku menegakkan dudukku mendengar ucapan Harrys lalu tertawa kecil. "Anna tidak akan tersakiti kalau kamu tidak pernah muncul di hadapannya Rys."

Harrys menatapku tajam. "Aku tahu itu Nate. Aku tidak akan pernah muncul di hadapannya lagi. Aku hanya ingin menitipkan Anna padamu dan memastikan Anna baik – baik saja."

Aku mencondongkan badanku pada Harrys yang duduk di depanku dan berbisik. "Anna bukan barang yang bisa dititipkan Rys, jadi kamu tidak perlu menitipkannya padaku.  Dan juga, aku pastikan Anna tidak akan pernah meneteskan airmata sedikitpun seperti saat dia memperjuangkan laki – laki sepertimu." Aku beranjak dari dudukku dengan kasar.

"Oh ya. Cuma saran saja, Keylila juga tidak pantas menerima perlakuan pengecutmu itu. Dia pantas dicintai seperti yang selama ini ia lakukan padamu." Aku memilih untuk meninggalkan omong kosong ini.

"Nate!" Keylila memanggilku dan saat aku menoleh aku melihatnya berlari – lari kecil ke arahku. Ia yang sedari tadi diam saja di samping Harrys tiba – tiba memanggilku.

"Maafkan Harrys, Nate." Ucapnya saat sudah di depanku yang aku jawab hanya dengan senyuman saja.

"Sebenarnya Harrys memaksa kesini hanya ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu dengan Anna. Hanya saja ketika melihatmu, mungkin ego nya sebagai laki – laki yang pernah mencintai Anna, membuatnya seperti itu." Jelas Keylila padaku.

"Aku tahu Key." Sahutku.
Keylila tersenyum lebar. "Aku ingin sekali bisa bertemu Anna untuk mengucapkan terimakasih padanya. Ia sudah mengorbankan banyak hal untuk Harrys dan juga untukku. Sampaikan salamku padanya Nate. I wish you both happily ever after like a disney story."

"Thanks, Key. Aku juga berharap kamu dan Harrys juga bahagia dengan pernikahan kalian." Aku menepuk pundak Keylila pelan.

"Sure. We are going to live in New York. Lusa kita akan berangkat." Keylila tampak bahagia sekali. Akhirnya dia bisa tersenyum selebar ini, aku merasa ikut bahagia melihatnya. Jika seperti ini, maka aku bisa merasa lega telah melepasmu dulu Key. Karena pada akhirnya, pilihanmu membuatmu bahagia, batinku.

-00-

Petrichor [END]Where stories live. Discover now