Letting Go and Moving On

3.2K 202 0
                                    

"Closure happens right after you accept that letting go and moving on is more important than projecting a fantasy of how the relationship could have been."

-Unknown-

Nathan.

"Nate... "

"Ya..."

"I think I should change my clothes." Ucap Anna saat ia melihatku menjemputnya dengan motor vespa. Setelah berkali - kali datang ke rumahnya setiap hari, Anna akhirnya mengiyakan ajakanku pagi ini. Dan siang ini, aku akan melakukan berbagai cara agar kamu tidak menyesal telah mengiyakan ajakanku, Ann.

Aku tersenyum melihat Anna yang tampak kaget dengan vespa yang terparkir di di depan pagar rumah.

"I think so, Ann." Balasku.

Anna berbalik masuk ke dalam rumahnya untuk mengganti bajunya. Sebelumnya, ia mengenakan dress selutut yang di padukan dengan cardigan warna pastel dan wedges, she looks adorable, namun sayangnya aku membawa scooter dan membuatnya harus berganti baju. Ia keluar lagi dengan t-shirt warna putih, celana jeans, cardigan warna pastelnya tadi dan flat shoes.

Anna.

Okay, he's just different person, aku membatin saat berjalan keluar kamar. Di teras depan, aku melihat Nathan sedang berbincang dengan Papa. Sesekali mereka tertawa, seolah mereka sudah saling mengenal lama. Untuk pertama kalinya, aku melihat Papa bisa seakrab ini dengan temanku yang datang ke rumah. Meski aku tahu, Papa mungkin sudah mengenal Nathan sebelumnya.

Papa adalah orang yang sibuk dan sering bepergian ke luar kota sehingga jarang sekali di rumah. Hanya saja sejak menjelang pensiun, Papa lebih banyak meluangkan waktu bersama Mama di rumah. Sehingga sejak dulu, jarang sekali Papa berakraban dengan teman - teman yang datang ke rumah. Apalagi, Papa memiliki karakter yang tegas dan itu sangat kentara di wajahnya, sehingga sebagian teman - temanku yang datang ke rumah segan padanya.

"Ann sudah siap?" Nathan tiba - tiba menoleh ke arahku yang ku jawab dengan senyum dan anggukan.

"Pa, saya ajak Anna jalan - jalan dulu ya." Nathan meminta ijin pada Papa.

"Ah iya. Jangan pulang malam - malam ya." Papa menepuk pundak Nathan seraya tersenyum.

"Siap, Pa. saya akan jaga Anna dengan baik." Jawab Nathan dengan senyumnya yang lebar.

Aku tersenyum melihat pemandangan di depanku. Entah kenapa ada sebuah kesenangan yang merasuki hatiku. Mungkin karena melihat Papa tersenyum begitu lebar. Setelah berpamitan pada Papa, aku mengikuti Nathan ke luar pagar. Namun sebelum keluar pagar, aku menyempatkan untuk memeriksa handphoneku apabila ada pesan dari Harrys. Dan hasilnya adalah Big Zero. Harrys belum menghubungiku sama sekali sejak ia berpamitan ke Bali, bahkan nomor handphonenya tidak aktif. Aku memasukkan handphone ke dalam tas dengan perasaan kecewa.

"Ini Ann." Nathan mengulurkan helm padaku.

Aku menerimanya dan memakainya. Sudah sangat lama sekali aku tidak memakai helm dan naik motor. Sejak bersama Harrys, rasanya hampir tidak pernah merasakan udara di luaran. Aku selalu pergi dengan mobil dan kalaupun ke luar, Harrys hanya mau pergi ke tempat - tempat yang privat dan tertutup, kecuali jika kami berada di luar negeri. Aku hampir melupakan bagaimana rasanya tersengat panas matahari Jakarta ataupun bau asap motor. Dan sekarang, pria yang berada di depanku ini, tanpa ragu - ragu, ia langsung mengajakku untuk naik vespa.

Vespa yang dikendarai Nathan memang bukan vespa butut, melainkan scooter yang cantik dan klasik. Warnanya orange dan ada segaris warna putih. Dilihat dari coraknya, vespa ini mirip dengan ikan nemo. Dan Nathan memakai helm vintage yang ada kacamata di bagian depannya.

Petrichor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang