I Don't Wanna Lose You

2.1K 139 4
                                    

"If you love somebody, let them go. For if they return, they were always yours. If they don't, they never were."
~Kahlil Gibran~

Anna.

Having my pack ready for a week work in Bali. Sekoper besar sudah aku siapkan di ruang tamu dan hanya tinggal menunggu Nathan menjemputku. Bali kali ini bukan lagi run away trip, tapi fully part of job. Proyek baru hotel di Bali memaksaku harus berada di sana sesuai titah Big Boss. Dan karena akan berpisah selama seminggu, Nathan memaksa untuk mengantar ke Bandara. Katanya, dia ingin charging battery sebelum dilepas seminggu. Aku sih cuma tertawa saja mendengarnya. Dia memang terkadang berlebihan, tetapi aku menyukai caranya menjadi pasanganku.

Pintu depan terbuka, dan Nathan sudah muncul dengan wajah bersih dan segar. Mungkin semalam dia tidak begadang lagi. Dia tersenyum padaku. Senyum itu selalu membuatku rindu.

"Sudah sarapan?" Tanyaku menyambutnya.

"Kenapa selalu masalah perut yang ditanyakan? Harusnya kan bilang kangen dulu. Cium dulu mungkin. Atau langsung peluk gitu." Nathan malah mengomel. Tapi aku tahu dia tidak marah.

"Oooh lagi pengen dipeluk yaa. Sini sayang." Aku membuka tanganku dan Nathan langsung tersenyum lebar. Dia menghampiriku dan langsung memelukku erat.

"Calon istriku pagi ini cantik sekali. Pasti bakal kangen banget ditinggal seminggu." Dia mencium keningku.

"Kangen ya? Ikut yuk ke Bali." Aku menggodanya. Nathan malah manyun.

"Nanti ya Ann kalau kerjaan udah selesai, aku susul kesana." Dia mengusap rambutku.

Aku mengangguk dan tersenyum pada Nathan. Berat rasanya untuk berangkat ke Bali, bukan karena aku akan berpisah dengan Nathan selama seminggu, tetapi tentang siapa yang akan aku temui di sana.

Hingga, Nathan mengecupku di depan terminal keberangkatan bandara, aku bahkan masih tidak sanggup mengatakan padanya bahwa aku akan bersama dengan Harrys selama seminggu di Bali. Aku tidak ada niatan apapun dengan pertemuan nanti. Hanya saja, aku tidak ingin menyakiti Nathan ataupun membuatnya khawatir denganku.

"I'll be fine." Bisikku padanya saat melihat raut wajah cemas Nathan setelah memelukku.

Nathan tersenyum tipis, namun ada kabut yang berusaha ia sembunyikan dengan senyum itu.

Aku melambaikan tangan padanya seraya tangan kiriku menarik koper besar. Mataku mulai berair dan aku tahu itu. Lalu, aku memutuskan untuk menggunakan kacamata ku. Seminggu ini, pasti akan berat dan aku tahu persis itu.

Nathan.

Melihat punggung Anna yang perlahan menghilang, rasanya lubang ini semakin menganga. Aku sendiri tidak tahu sejak kapan lubang ini mulai bersarang di hatiku. Yang aku tahu, mengetahui Anna pergi ke Bali selama seminggu, lubang ini semakin tidak bisa ku bendung.

Bahkan, saat sudah berada di dalam mobil, aku masih tidak juga menyalakan mesinnya. Lamunanku memaksaku untuk tetap berdiam diri di sini dan berpikir. Benarkah keputusanku ini? Pertanyaan itu terus bergaung di telingaku sejak beberapa minggu ini.

Harrys.

Berada di tengah – tengah obrolan para pengusaha besar tidak membuatku tertarik kali ini. Pikiranku terus melayang tentang apa yang akan aku lakukan nanti ketika bertemu Anna. Dari semua pertaruhan tentang kerjasama bisnis ini, pertemuan dengan Anna adalah pertaruhan terbesar. Jika sampai aku tidak bisa mengubah hubunganku dengannya itu berarti aku sudah kalah telak. Keuntungan yang tidak seberapa ini bisa membuatku terbunuh oleh Ayahku sendiri. Tetapi, demi bisa bersama Anna, aku bisa melakukan segala cara.

Petrichor [END]Where stories live. Discover now