Bara mengangguk. "It's okay. Gue bisa maklumin. Oh iya, siapa nama lo?"

"Lea. Aku masuk dulu ya, sekali lagi makasih." Lea tersenyum tipis lalu berjalan untuk membuka pagar rumahnya.

"Lea!"

Sang empunya nama menoleh. "Ya?"

"Kalau kita jodoh, gue yakin bakal ketemu lo lagi." 


Bara memejamkan matanya saat mengingat pertemuan awalnya dengan Lea. Sejak malam itu, dia baru menyadari kalau Lea yang teman-temannya sering bicarakan karena kecantikan dan keseksiannya adalah Lea yang dia temui pada malam itu. Dan sejak itu juga, Bara mulai tertarik dengan gadis yang bernama Alea Natasha setelah sebelumnya selalu cuek dengan gadis-gadis yang ada di sekitarnya. Hampir seminggu Bara memperhatikan aktifitas cewek itu bahkan sampai mencari tau segalanya tentang Lea. Tapi ketika Bara mulai memberanikan diri mendekati Lea, dia justru bingung karena sifat Lea berbeda. Gak seperti malam itu yang terlihat bawel.

Dan satu lagi yang Bara tau, Lea itu bodoh karena udah salah mengartikan kata sahabat. Bara cuma ngebantu Lea agar gak di manfaatin oleh Sisi kok. Dan apa kata gadis itu kemarin? Benci? Nggak. Lea nggak membencinya. Bara yakin banget. Lagian, kemarin itu, Bara sebenarnya pengen ketawa ngelihat Lea yang marah. Sumpah deh, gadis itu bukannya nyeremin malah lucu kalau ngamuk. Kayak apa ya? Kayak hamster pakai kostum Godzilla gitu deh.

"Bengong aja. Mikirin Lea ya?" Bara menatap tajam Jordy yang sedang mengunyah tahu gejrotnya.

"Bacot."

Abriel yang duduk di depan Bara sambil memakan kuaci hanya bisa geleng-geleng kepala. Bukan karena sedang menikmati musik EDM, tapi karena heran dengan Bara dan Jordy yang selalu adu mulut.

"Bar! Lea tuh lagi sama cewek gue!" Bara mengikuti apa yang Abriel tunjuk. Wajahnya mendadak cerah saat melihat gadisnya datang.

Ah, terbuat dari apa sih Lea ini? Sedap banget buat di pandang. Mungkin kalau makan soto mie tanpa bumbu juga bakal terasa enak kalau sambil mandangin Lea.

"Malah bengong. Samperin sana! Atau gue aja yang samperin Lea?" goda Jordy.

Bara berdecak. "Ntar lah. Gue puas-puasin dulu ngeliat dia dari jauh."

"Yeu manusia purba! Deketin sono! Liat dari deket ada belek sama upilnya nggak!" balas Jordy sekenanya.

Bugh!!

"Sakit, anjing!" umpat Jordy mengusap perutnya yang baru saja di tonjok oleh Bara.

"Kalo ngomong sembarangan aja lo, iler kuda. Bikin gondok aja." gerutu Bara bangkit dari kursinya dan mulai menghampiri Lea.

"Cewek gue jangan ikut lo goda!" teriak Abriel cukup keras hingga beberapa siswi menoleh ke arahnya.

Tapi Bara nggak ngegubris omongan Abriel. Lagian, buat apa coba ngegodain cewek lain kalau di hatinya udah ada yang nempatin? Cih, sorry. Bukan Bara banget.

Waktu mendengar pengakuan Bara kalau dia naksir sama Lea, sejujurnya Abriel dan Jordy cukup senang. Pasalnya, Bara tuh punya satu cewek yang dari dulu dia sayang bahkan dia pernah bilang kalau dia nggak bakal nikah kalau bukan sama cewek impiannya itu, Abriel dan Jordy kesel banget waktu Bara bilang hal itu. Emangnya, dia mau jadi bujang lapuk gitu? Tapi sekarang mereka berdua sebagai sahabatnya cukup bersyukur karena Bara akhirnya berinisiatif buat move on dan mulai menyukai cewek lain.

"Hei, Sha. Kok cuma minum air mineral?" Lea mendongak waktu lagi asyik-asyiknya ngobrol soal fashion bareng Nura.

"Katanya dia udah makan, Bar." itu suara Nura. Duh, mulut teman barunya ini pantes banget buat di cium pantat ayam.

Bara tersenyum hangat dan mulai duduk menghadap ke arah Lea yang mematung. "Oh ya? Makan apa?"

Mendengar suara Bara yang terdengar lembut justru membuat pipi Lea memanas. "Bukan urusan kamu! Sana pergi! Jangan di sini!"

"Kenapa? Ini 'kan tempat umum. Siapa aja boleh duduk di sini." bela Bara santai.

"Masih banyak kok tempat yang kosong! Sa--"

"Lo gemesin kalo lagi marah. Jadi tambah sayang." Lea melengos dan menatap botol aquanya hingga tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang dingin di pipi kanannya.

"Pipi lo panas. Kenapa? Lo sakit?" Lea menatap kedua mata Bara. Begitu pun juga halnya dengan Bara. Mereka emang nggak tau tempat banget ya. Tatap-tatapan di kantin yang di tonton sebagian murid.

Mereka berdua pun menatap mata lawannya lekat-lekat. Kedua mata Lea terkunci ke dalam mata elang Bara. Bagi Lea, mata Bara itu kayak sihir yang mampu menghipnotis dirinya. Dan sialnya lagi, Lea nggak mampu buat menepis tangan Bara yang menempel di pipinya. Bahkan buat melengos aja nggak bisa.

Tubuhnya terasa kaku.

Begitu pun juga dengan keadaan di sekitarnya. Suara kantin yang ramai mendadak membisu, suara deru angin siang ini mendadak berhenti. Telinganya terasa berdengung. Lea merasa semuanya mendadak mati.

"Udah ngeliatin guenya?"

Dan, keadaan menjadi normal kembali. Hanya satu yang belum normal. Jantungnya. Jantung Lea masih berdegup kencang.

"Eh, yuk, Ra. Ke kelas." ajak Lea gugup.

"Duluan ya, Bar." pamit Nura tersenyum yang di balas anggukan oleh Bara.

Ketika dua gadis itu mulai pergi, Bara tersenyum penuh arti sembari menatap punggung Lea.

"Nura, aku berapa lama eye contact sama Bara?"

Nura mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu. "Umm ... 2 menit, maybe?"

Lea mendelik. "Dua?! Duh! Aku masih deg-degan nih!"

"WHAT?! ITU ARTINYA LO UDAH JATUH KE PESONANYA BARA! BARA LOH!"

Cewek itu berhenti dan memperhatikan sekelilingnya setelah Nura berteriak heboh. Lalu, wajahnya berubah pucat saat mengetahui ada Bara yang berdiri 4 langkah di belakangnya.

"Masih deg-degan ya, Sha? Sama kok. Gue juga."

***

Match Made in Heaven[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now