Empat Belas

79 10 4
                                    

Terjebak di akhir pekan dengan Min-Hee sebagai teman kencannya bukanlah pilihan yang menyenangkan bagi Seong-Joo. Usai menyelesaikan lari kecil mengelilingi apartemennya, Seong-Joo memilih duduk di gerai kopi waralaba internasional yang digemari anak muda nyaris di seluruh dunia. Sementara Min-Hee menyusulnya beberapa menit kemudian, dengan pakaian olahraga lengkap yang membuat Seong-Joo keheranan setengah mati.

"Min-Hee-ya, bagaimana caranya kau berlari tanpa mengeluarkan keringat? Daebak!" goda Seong-Jo sambil berusaha menahan tawanya ketika Min-Hee duduk di depannya dengan santai.

Yang laki-laki itu tahu, gadis itu memiliki bakat alamiah untuk menjaga berat badannya tetap seimbang tanpa berolahraga. Min-Hee tidak perlu repot memikirkan berapa banyak kalori yang dikonsumsinya per hari untuk dapat memiliki tubuh ideal bak model seperti itu.

"Jangan tertawa!"

"Lucu. Untuk apa kau berolahraga jika kau merasa takut berkeringat?" Seong-Joo tergelak, tak mampu lagi menahan tawanya ketika melihat wajah Min-Hee yang merah padam.

"Jangan tertawa atau aku akan membunuhmu!" seru Min-Hee lagi.

"Coba saja jika kau bisa." Bukannya berhenti, Seong-Joo malah semakin bersemangat menggoda Min-Hee. Laki-laki itu menepuk kakinya sambil tertawa lepas. Beberapa orang menatap ke arah mereka. Sementara gadis di depan Seong-Joo sudah menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Maaf, maaf. Aku tidak bisa berhenti tertawa. Kau, sebaiknya besok jangan pernah menemuiku pagi-pagi dengan pakaian olahraga semacam itu jika kau tidak ingin aku tertawa." Seong-Joo menyesap minuman di depannya dalam upaya menghentikan tawanya yang semakin membuat Min-Hee kesal.

Wajah Min-Hee memberengut ketika Seong-Joo selesai tertawa. Gadis itu menatap Seong-Joo lekat-lekat dan tersenyum.

"Kau menjalani pemotretan dengan sangat baik saat menggantikan Dong-Gyu. Apa kau tidak ingin mencoba jadi model, Seong-Joo-ya?" Min-Hee tidak sedang meledek Seong-Joo ataupun bercanda. Pertanyaan yang baru saja Min-Hee tanyakan bahkan lebih serius dari pertanyaan apapun yang akan ditanyakannya hari itu.

Seong-Joo yang beberapa menit lalu masih tertawa keras kini kehilangan kotak tawanya. Dia menyeruput kopinya cepat dan menolehkan wajahnya ke arah lain, sebisa mungkin menghindari tatapan Min-Hee yang menyelidik.

Seong-Joo tidak pernah berpikir untuk menjadi model.

Ketika semua anak-anak mengganti cita-cita mereka setiap tahun, Seong-Joo adalah satu-satunya yang tetap menyebutkan atlet sepakbola sebagai cita-citanya. Ketika semua teman-temannya di sekolah menengah memilih menjadi akuntan publik, pengacara, jaksa, dokter, dan profesi mengagumkan lainnya, Seong-Joo tetap menulis atlet sepak bola di lembar pengarahan pendidikan lanjutnya.

Semestinya tidak ada yang salah dengan cita-cita Seong-Joo. Tidak pernah ada yang salah dalam mimpi—pun cita-cita. Seong-Joo sudah pernah mendengar orang tuanya mengamuk karena dirinya yang memilih akademi olahraga yang membina atlet ketimbang universitas ternama yang akan membuatnya menjadi orang hebat kelak. Pada akhirnya, mimpi-mimpi Seong-Joo berakhir hanya sebatas pelatih klub sepak bola anak sekolah dasar.

"Kau terkenal di SNS." Min-Hee berusaha menyodorkan alasan yang dapat membuat Seong-Joo—mungkin saja—menerima tawarannya.

SNS adalah salah satu keunggulan Seong-Joo. Tentu saja kalau bukan karena Min-Hee yang membuatkan SNS atas namanya dan mengunggah fotonya setiap waktu, Seong-Joo tidak akan memiliki satu akun pun.

"Kau yang membuat SNS-ku. Lagipula, aku terlihat kaku di kamera," sahut Seong-Joo.

"Kau belum melihat hasil pemotretan kemarin, Seong-Joo-ya! Kau terlihat hebat. Apa kau mendengar Mint, Jin-Seok, atau Hye-Young berkomentar tentangmu ketika pemotretan kemarin? Tidak sama sekali. Itu artinya kau punya bakat!"

PHONE'S REMINISCENCE (Memento Series #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang