7. Layaknya Rumah Tangga

Începe de la început
                                    

Perhatian Sakinah teralih ketika mendengar langkah kaki. Senyum menghiasi wajahnya ketika melihat Bagas kembali ke ruang makan. Dia kembali duduk di sampingnya.

"Mas Bagas mau makan?" Sakinah menawari.

"Mas sudah makan. Kamu saja yang makan."

Harapannya pupus karena ternyata Bagas sudah makan di luar. Dia hanya menikmati makan malam sendiri.

"Besok mau Kinah masakin apa?" Sakinah kembali menawarkan untuk menu makan besok.

Tak ada jawaban. Sakinah menoleh ke arah suaminya. Bagas terliha memerhatikannya yang sedang makan.

"Kenapa sih, Mas? Kok ngeliatin Kinah begitu?"

"Nggak apa-apa. Cuma pingin lihatin kamu saja."

Sakinah tersenyum malu.

"Kamu mau masak apa saja pasti Mas Makan."

"Besok Kinah mau ke pasar boleh?" pinta Sakinah.

"Nggak usah jauh-jauh. Di pertigaan ada ibu-ibu jualan sayur. Kamu bisa belanja di sana tanpa harus ke pasar. Buat keperluan rumah, nanti kita ke supermarket."

"Iya. Nanti Kinah belanja di sana saja buat masak besok pagi."

Tangan Bagas kembali terangkat, lalu mengusap kepala Sakinah. "Habisin makannnya terus istirahat. Mas sudah ngantuk."

"Nggak apa-apa kalau Mas mau duluan ke kamar nanti Kinah nyusul habis makan dan masukin sisa masakan ke kulkas."

"Beneran?" Bagas memastikan.

"Iya." Sakinah mengangguk.

"Mas tinggal ke kamar dulu, ya. Nanti cepat nyusul." Bagas beranjak dari kursi.

Kepala Sakinah kembali mengangguk. Bagas beranjak meninggalkan ruang makan untuk menuju kamar karena sudah lelah dan ngantuk. Dia membiarkan Sakinah sendirian di ruang makan.

Sakinah bergegas menyelesaikan makan malamnya, lalu membereskan meja makan. Semuanya dia kerjakan dengan cepat agar segera selesai. Bagas pasti menunggunya.

Setelah selesai merapikan meja makan, Sakinah bergegas menuju kamar. Tangannya bergerak membuka pintu kamar. Pandangannya langsung mencari sosok Bagas. Terlihat Bagas berbaring di atas ranjang dalam keadaan mata terpejam. Sakinah menghela napas, lalu berjalan mendekati ranjang setelah mengunci pintu. Ia duduk di tepi ranjang. Pandangannya mengarah pada wajah suaminya yang terpejam damai. Gurat lelah terlihat jelas.

Perhatian Sakinah teralih ketika melihat ponsel Bagas di samping bantal menyala tanda panggilan telepon masuk. Skainah memastikan nama penelepon. Nama yang tak asing. Sudah beberapa kali Sakinah melihat nama itu menghubungi suaminya.

Siapa dia? Kenapa dia telepon Mas Bagas malam-malam begini? tanya Sakinah dalam hati.

Sakinah tak berhak menyentuh ponsel Bagas sebelum dapat izin. Ia berniat untuk menanyakan orang itu pada Bagas besok pagi dan menanyakan izin menerima telepon di ponsel Bagas.

Sampai saat ini, Bagas masih belum menyentuh Sakinah. Sepertinya waktu menjadikan alasan mereka masih menunda hubungan suami istri seperti pasangan pada umumnya. Biarkan waktu yang menjawab.

***

Tatapan Sakinah masih menyusuri setiap lekuk wajah Bagas. Seakan melucuti wajah suaminya itu. Senyum menghiasi wajahnya kala raut Bagas mengulas senyum. Entah apa yang terjadi di alam mimpi Bagas sehingga membuatnya tersenyum. Setelah puas menatapi sang suami, Sakinah beranjak dari ranjang untuk segera mandi. Dia harus sudah rapi dan cantik sebelum Bagas bangun.

Sepertinya Bagas lelah karena pertemuan semalam sehingga membuatnya belum bangun dari tidur. Sakinah tak membangunkannya karena saat ini hari libur. Biarkan Bagas menikmati tidur puas di hari libur.

Setelah selesai membersihkan tubuh, Sakinah keluar dari kamar mandi. Perhatiannya langsung tertuju pada Bagas yang sudah terbangun dan sedang berbicara dengan seseorang melalu telepon. Sakinah hanya diam, melangkah menuju meja rias untuk memoles wajahnya dengan make up.

"Nanti aku hubungi lagi," kata Bagas pada seseorang di seberang sana. Panggilan telepon diputus olehnya. Pandangannya terlempar ke arah Sakinah. "Kenapa kamu nggak bangunin Mas?" tanyanya pada Sakinah.

Perhatian Sakinah teralih. Pandangannya terlempar ke arah Bagas. "Mas kelihatan cape, jadi Kinah nggak tega mau bangunin. Lagian Mas nggak minta dibangunin dan ini hari libur. Kalau Kinah salah, Kinah minta maaf," balasnya.

"Nggak. Mas cuma nanya saja. Lagian Mas mau habisin waktu sama kamu di rumah sebelum besok sibuk sama urusan kampus."

Sakinah mengangguk.

"Kamu sudah bikin sarapan? Mas laper."

"Sudah, Mas. Mas mau mandi atau sarapan dulu?"

"Makan dulu. Habis itu Mas mandi."

Tubuh Sakinah beranjak. Mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Sakinah sudah membuat sarapan sejak pagi sambil menanti Bagas bangun tidur. Aktivitasnya berjalan seperti biasa layaknya seorang istri pada umumnya, bangun pagi, salat, masak, lalu melayani suami dengan suka cita.

Ceraikan Aku, MasUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum