7. Layaknya Rumah Tangga

2K 109 10
                                    

Bagas memasuki rumah dengan langkah gontai. Wajahnya terlihat lesu. Pikirannya tak menentu. Dia masih berjalan menuju kamar. Khawatir jika Sakinah mencemaskannya karena sudah larut malam belum pulang. Ada hal yang harus ia selesaikan di luar sana. Pandangannya mencari sosok Sakinah ketika pintu kamar terbuka. Tak ada.

Di mana Sakinah?

Pandangannya kembali beredar ke seluruh ruangan itu untuk mencari sosok istrinya. Kakinya berjalan menuju kamar mandi. Nihil. Bagas mulai khawatir. Dia melangkah keluar dari kamar untuk mencari sang istri. Langkahnya tergesa. Masih dilanda kekhawatiran akan keberadaan Sakinah karena masih belum dia jumpai.

Kekhawatiran Bagas mereda saat mendapati sosok Sakinah duduk di ruang makan dalam keadaan kepalanya merebah di atas tumpukan tangan di atas meja. Bagas menghela napas lega. Dihampirinya sang istri, lalu duduk di sampingnya. Tatapannya masih pada wajah polos istrinya. Tangan Bagas bergerak menyentuh kepala Sakinah, lalu mengusapnya lembut.

Maafin aku, Nah.

Mata Sakinah terbuka ketika merasa kepalanya disentuh. Terlihat sosok Bagas persisi di hadapannya. Matanya mengerjap. "Mas Bagas," lirihnya.

Senyum menghiasi wajah Bagas. Tangannya kembali mengusap kepala istrinya. Sakinah beranjak menegapkan tubuhnya.

"Kenapa tidur di sini?" tanya Bagas.

"Aku ketiduran karena nungguin Mas Bagas." Sakinah membalas.

Tatapan Bagas beralih pada hidangan di atas meja. Tatapannya kembali beralih pada Sakinah. "Sudah makan?" tanyanya kembali.

Sakinah menggeleng. Bagas menghela napas.

"Mas sudah bilang, nggak usah nunggu Mas pulang. Kamu bisa makan sendiri. Jangan siksa diri kamu sendiri." Bagas menasehati.

"Kinah sudah janji nggak akan makan sebelum Mas Bagas pulang. Kinah mau makan bareng sama Mas Bagas."

"Mas sudah izinin Kinah buat makan duluan."

"Kinah-"

"Jangan protes Kinah. Mas nggak mau kamu sakit. Apa pun alasannya, kalau Mas suruh kamu makan duluan, kamu harus makan duluan, nggak usah nunggu Mas pulang." Bagas memotong ucapan Sakinah.

Tak ada jawaban. Sakinah menundukkan kepala. "Iya," lirihnya masih bisa didengar.

Bagas menatap Sakinah. Tangannya bergerak mengusap punggung Sakinah. "Mas nggak marah. Mas cuma ingetin saja, khawatir Kinah laper, dan Mas belum tentu bisa pulang cepat. Kamu ngerti kan maksud Mas?"

Sakinah mengangguk lemah.

"Ya sudah, sekarang kamu makan. Mas mau mandi dulu, nanti ke sini lagi."

Bagas beranjak dari kursi setelah mendapat reapon anggukan dari Sakinah. Kepala Sakinah terangkat. Tatapannya terlempar ke arah Bagas yang berjalan meninggalkannya.

Mulai sekarang, aku harus menuruti perkataan Mas Bagas. Aku nggak mau bikin dia marah hanya karena masalah sepele. Mas Bagas benar. Dia sibuk, dan aku harus mengerti kondisi. Sakinah membatin.

Sakinah mulai menyantap makan malam yang sudah dingin. Dia berharap Bagas belum makan dan akan menemaninya untuk makan malam bersama.

Ceraikan Aku, MasWhere stories live. Discover now