9. Sign

173 23 3
                                    

Kakaotalk

Sudah pukul sebelas, oppa...

Kenapa kalian tidak keluar juga?

Send

Ah, dia tidak membacanya.

Sesaat setelah aku mengadah dan memutuskan untuk meletakkan Xiaomi Redmi Note 3 itu dalam tas, hentakan kaki terdengar mendekat. Suaranya lembut seakan pasti sampai meskipun memakan waktu yang lama. Nyatanya memang sedikit lambat. Tidak sampai kurun waktu jam. Aku bisa hitung, sekitar sepuluh menit lambatnya.

Aku memandang satu persatu dari mereka yang keluar dari sisi kiri ruangan. Di depan sana memang tidak nampak seperti sebuah panggung. Lebih pada sebuah tanjakan panjang yang dipersiapkan untuk pentas seni atau drama. Walaupun tidak seluas itu. Cukup untuk satu orang yang berpidato, memresentasikan sebuah hasil kerja atau semacamnya.

Karena mereka bertujuh menjanjikan sesuatu, kami memilih untuk duduk di bagian paling ujung dan deret paling belakang. Selain membunuh waktu juga melihat interkasi mereka dengan fans secara langsung adalah tujuan kami yang tak kami sebutkan.

"Aku tidak mengira Jaebum memang semenyeraman itu." Nana membuka sebuah snack makanan ringan yang kami beli di sebuah supermarket, ketika kami berjalan kemari. Aku juga membeli satu bungkus permen.

Manikku memandang mereka bertujuh yang telah berjejer rapi di depan sana. Dengan susunan urut dari kiri hingga ke kanan. Im Jaebum, Park Jinyoung, Mark Tuan, Choi Youngjae, Jackson Wang, Bambam, dan Yugyeom baby Kyum. Menyenangkan juga memanggilnya seperti itu. Sebaiknya aku memakan permen atau sesuatu yang bisa bertahan lama di dalam mulut sebelum para fans berteriak histeris ketika aku menyebutkan nama Yugyeom seperti itu.

"Sebenarnya dia tidak menyeramkan, Na. Aku juga akan melakukan hal yang sama jika aku ada di posisinya," –aku menelan kunyahan makanan ringan milik Nana. Kami memang juga diciptakan tak memiliki rasa pelit satu sama lain. – Aku melanjutkan, "Im Jaebum memang memiliki sifat leader yang memang leader sekali. Hanya saja ia kurang bisa mengontrol emosi. Jadi banyak yang melihatnya pertama kali dengan kesan pertama adalah kasar."

Nana mengangguk dengan lucu sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan bosan. "Bukankah ini menarik? Kau dan aku menjadi salah satu orang yang sedikit berarti untuk Got7."

"Tidak semuanya," potongku cepat. "Tidak semua member Got7 menganggap kita seperti itu."

"Well, kita akan segera makan malam bersama mereka, Dinda. Bukankah itu hebat?"

"Jika aku mendapatimu berbicara soal makan malam kita, di sosial media, aku akan datang ke rumahku dan menghajarmu sampai gigimu rontok."

"Apa yang salah dengan itu?"

Oh, ayolah. Kau mau kita menjadi bulan-bulanan fans? Tidak semua fans seperti itu, memang. Aku tahu. Tapi yang kubicarakan ini adalah diriku sendiri ketika menjadi mereka. Aku saja tidak terima ketika salah seorang dari mereka tersandung skandal, apalagi membayangkan idolaku makan malam bersama dengan seorang fans yang lain. Yang notabene ini adalah kejadian yang asli dan tidak direkayasa. Aku bisa menangis sejadi-jadinya. Dan itu pernah terjadi beberapa kali.

"Kau pikir saja sendiri." Nadaku tidak jengkel. Aku menjawabnya dengan enteng khas guyonan yang aku ataupun Nana mengerti. Tidak ada di antara kami yang tersinggung ketika melontarkan sesuatu yang memang pada dasarnya tidaklah serius. Kami membatasi pembicaraan ringan dengan berat lewat 'aku serius, Na' Atau 'aku tidak sedang bercanda, Din'.

Ketika saat giliran kami datang tersisa hanya aku dan Nana saja di dalam ruangan yang begitu lebar ini, aku mendesis. Seakan merasa ada sesuatu yang sedang tidak beres di sini. Dari sudut kanan, beberapa orang staff memang sedang berdiri pada tempatnya. Mengamati member Got7 di depan sana dan sesekali memandang kami yang tak kunjung lepas dari kursi penonton. Aku enggan, Nana juga mungkin tak ingin pergi seorang diri. Harus memilih antara hidup dan matiku ketika aku harus kembali pulang ke Malang. Ini bukan kali pertama aku merasakan kegundahan gila yang menyiksa fisik. Beberapa bulan yang lalu juga aku merasakannya ketika hari kelulusan. Benar saja, aku tersandung papan pengumuman raksasa di tepi jalan. Biasanya tidak ada apa-apa di sana. Gila saja meletakkan benda sebesar itu di tengah jalan.

Yugyeom di depan sana, mengangkat tinggi-tinggi kedua alisnya, memandang kami berdua yang masih bergeming. Aku mengedarkan pandangan, memang sengaja menghindari kontak dengan seluruhnya.

Jaebum bangkit dari duduknya dan melangkah ke suatu tempat. Sedetik kemudian aku bersyukur karena mereka seperti hendak meninggalkan panggung mini di depan sana. Namun tidak dengan detik berikutnya. Suatu tempat yang dipijak oleh leader dari mereka semua adalah karpet tribun penonton. Aku tidak mengerti ia hendak berjalan kemana, yang kutahu adalah hanya ada kami berdua yang tersisa di tribun penonton. Jika ia melangkah meninggalkan kami, aku akan sangat bersyukur dan merasa bersalah di waktu yang bersamaan. Tinggal menunggu jam saja sampai smartphone ku berdering dengan kata 'Katalk' khas anak-anak kecil yang bahagia.

Tangan dingin Nana segera menggenggam tanganku. Menandakan ia memang benar-benar gugup dan tak siap dengan situasi yang ada.

Kami menunggu hingga seluruh member yang ada telah sukses duduk di antara kami berdua. Bambam dan Yugyeom berdiri di balik kursiku. Aku tak bisa melihat mereka dengan posisi duduk seperti ini.

"Kenapa tidak menghampiri kami? Sudah giliran kalian kan?" Jaebum membuyarkan lamunanku sembari menoleh memandang kami berdua secara bergilir.

Aku menggeleng pelan. "Kukira kami hanya akan menunggu sampai malam dan tiba saatnya kalian untuk mengajak kami makan malam," sanggahku.

Youngjae adalah satu-satunya member dengan bahasa Inggris yang lemah. Aku tidak mengatakan ia tidak bisa menggunakan bahasa Inggris, ia hanya sedikit tidak sehebat yang lainnya. Dari ujung mataku, ia duduk persis di samping Jaebum dengan senyum yang merekah di wajahnya. Aku balik tersenyum dan memandang Jaebum.

"Tolong jelaskan ke Youngjae-oppa, Jaebum-oppa."

Jaebum menoleh ke arahku kembali seakan berkata 'tahu darimana kau jika Youngjae lemah bahasa Inggris?'.

"Ayo mengambil beberapa foto selca." Seseorang berkata dari ujung kiri, Mark Tuan. Ide yang bagus untuk menyenangkan fans, oppa.

Aku segera menyodorkan ponselku padanya. "Aku tahu kalian tidak membawa smartphone kemari. Apakah ada di ruang ganti?" Tanyaku basa-basi.

Beberapa di antara mereka mengangguk dan membenarkan perkataanku.

Sekiranya memang aku maupun Nana ditakdirkan untuk minim rasa grogi, kami berdua benar-benar menjalankan peran sebagai seseorang yang tidak tahu menahu soal seluruh anggota grup ini. Aku sempat menaruh curiga pada Jinyoung yang lama mengamati kami berdua. Manik matanya yang mengintimidasi khas seorang Park Jinyoung yang bertittle savage. Entah Nana menyadari ini atau tidak. Aku berusaha mati-matian untuk terlihat normal dan hanya mengerti Korea sebatas kata dan minat kecil saja.

TBC

[ Kim Yugyeom ] Flight Log:حيث تعيش القصص. اكتشف الآن