7. Orang Pertama

19 3 0
                                    

Seperti layaknya anak muda yang lainnya. Sepasang makhluk Tuhan ini sedang diselimuti oleh Cinta. Cinta yang selalu membuat keduanya bahagia, tersenyum sendiri saat dapat pesan masuk, rindu saat baru saja berpisah, hingga perhatian yang tiada putusnya. Oh inikah yang namanya cinta.

*

Pacaran bagiku adalah mencintai, menyayangi, dan melindungi dirinya. Tidak seperti kebanyakan anak muda lainnya, yang hanya ingin memanfaatkan dan bahkan mencicipi apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Apa mereka tidak punya akal yang sehat? Apa mereka mau mendapat pasangan yang sudah di uji coba oleh orang lain? Tentulah jawabannya tidak. Jujur, pegang tangan dia aja aku gugup untuk memulai. Konyol? Ya inilah diriku.

Aku pacaran pun tidak seperti kebanyakan orang, yang harus jalan keluar setiap malam minggu, berdua-duaan. Aku lebih memilih untuk datang kerumah dia. Irna. Walaupun aku harus menanyakan perihal tersebut lebih dahulu. Siapa sangka, ternyata pertanyaan ku itu men jadi pernyataan sekaligus tantangan dari Irna. Yah, mungkin aku cowok kecil yang terlihat tidak memiliki nyali. Dia salah, lebih tepatnya Irna salah pikir.
Walaupun dengan rasa sedikit gugup, aku menerima tantangan itu. Usai pulang kuliah, aku langsung menuju rumahnya. Irna kaget, dia pikir aku hanya bercanda. Tidak, untuk soal hubungan aku tidak suka bercanda.
Mama dan Bapaknya pun kaget, ternyata Irna berani mengundang cowok untuk datang kerumahnya.
Cowok yang masih lusuh ini, yang baru pulang kuliah, langsung bertatapan dengan dua orang yang sangat menyayangi dan menjaga Irna.
Yah, Aku adalah cowok pertama yang datang kerumahnya, yang datang langsung untuk bertemu Mama dan Bapaknya. Yang datang dengan status yang berbeda dengan cowok lain yang pernah datang kerumahnya. Aku Pacar Irna. Itu lebih jelas. Dan akhirnya izin dari orang tua Irna pun sudah ku genggam erat.

**

Seperti hal yang pernah dikatakan Plato, bahwa semua benda bergerak menuju satu tujuan, benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak di mana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan Theos atau Tuhan.

Bumi terus berputar pada porosnya. Siang berganti malam, malam berganti pagi. Detik jam pun bergerak cepat hingga dentingannya tidak terdengar lagi.

Waktu Irna untuk pergi memulai pendidikannya pun semakin dekat. Pihak kantor pun memintanya untuk datang mengambil beberapa barang yang akan di bawa. Aku minta untuk menemaninya ke kantor, dan Irna setuju. Terjadi perdebatan kecil diantara Aku dan Irna, masalah transportasi. Aku mengajaknya untuk menggunakan mobil yang disewa, tapi dia gak mau. Irna ngotot untuk menggunakan motor. Aku mengalah. Aku meminta izin orang tua Irna, dan ternyata orang tua Irna juga sudah tahu. Izin pun Ku dapatkan serta pesan-pesan yang harus Ku ingat. Pesan bahwa Aku adalah Laki-laki pertama yang membawa anaknya jalan jauh. Yang artinya Aku harus extra menjaga Irna.

*

Kantor yang kami datangi berbeda kota dengan tempat tinggal kami. 126 kilometer yang akan kami lalui hingga sampai dikantor.

Aku pun berangkat dari rumah menuju rumah Irna untuk menjemputnya. Usai pamitan sama orang tua Irna, kami pun pergi. Dalam perjalanan Irna minta izin untuk memelukku dari belakang. Pelukan yang hangat.

Menjadi objek perhatian itu sedikit menjengahkan. Dipandangi seolah-olah seperti penjahat atau seperti artis.
Aku dan Irna sudah sampai dikantor.
Irna sibuk mengurusi barang-barang yang akan dia bawa pas pendidikan nanti.

"Mas ada perlu apa ya?" tanya Resepsionis.

"Saya nemanin Irna buat ambil barang," jawab Ku.

Resepsionis itu hanya tersenyum.

"Bang, Abang siapanya Irna?" tanya Seorang laki-laki.

"Saya pacarnya Irna," jawab Ku.

"Ohh iya bang." balasnya.

"Kamu ikut pendidikan juga?" tanya Ku.

"Iya Bang, angkatan ketiga," jawabnya.

"Oh, sama sama Irna berarti. Saya angkatan pertama," kata Ku.

Laki-laki itu terkejut. Dan Aku hanya tersenyum.
Irna pun sudah selesai dengan urusannya. Barang-barang Dia dititipkan temannya yang satu kota.

Kami pun lanjut jalan ke salah satu Mall dikota itu. Main di game center berduaan itu, bahagianya dua kali lipat rasanya. Kami lanjutkan dengan nonton film dibioskop. Usai nonton kami beranjak pulang menuju kota kami. Ditemani dengan sinar mentari sore, yang kilauannya sudah mulai beranjak redup.

*

Aku dan Irna pun telah sampai. Irna masuk kerumahnya dan Aku menyusulnya setelah parkirkan motor.
Aku mau pamitan sama Mama dan Bapak. Tapi ditahan sama Mama untuk tidak pulang dulu. Mama sudah menyiapkan makanan saat Aku dan Irna sampai. Tapi Irna tidak ikut makan. Aku kaget, aku disuruh menemani Bapak makan. Tidak banyak yang Aku obrolkan sama Bapak. Hanya sekilas masa SMA dan tentang Keluarga. Dan Aku menjadi laki-laki pertama yang diajak untuk menemani Bapak makan. Seperti anak sendiri. Seperti Bapak sendiri. Mengingatkanku dengan Almarhum Ayahku.

**

Sakit Tuk Jatuh CintaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt