Part 10

1K 73 2
                                    

Jarang ngomong, sekalinya ngomong ehh bikin baper.
***










“Sya, lo mau kemana?”

“Sya,” Gavin mencegah kepergiannya. Namun tetap saja Asya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Tak lagi mempedulikan panggilan Gavin. Melihat Nazla menangis membuatnya juga tak mampu menahan cairan bening itu untuk tidak lolos.

Asya mempercepat langkahnya. Sesak di dadanya sudah semakin menjadi-jadi. Semuanya terasa begitu sakit bukan karena dia yang tersakiti, tapi karena seakan-akan dialah yang menjadi pihak yang paling jahat karena menyakiti sahabatnya sendiri.

Gadis itu memutuskan menghentikan langkahnya di taman belakang sekolah yang memang nampak sangat sepi. Mungkin itu adalah tempat yang cocok untuk meluapkan semua kesedihan dan air mata yang sejak tadi ia tahan. Dan pilihannya jatuh  pada kursi panjang yang tepat menghadap ke kolam ikan. Cukup teduh, karena pohon-pohon besar yang memang sengaja ditanam untuk membuat sekolah itu lebih asri.

Tak ada isakan tangis yang terdengar. Seakan gadis itu menangis dalam diam. Tatapannya kosong namun bulir air mata terus menetes membasah pipinya yang sedikit swelling itu.

Gadis itu sudah terlalu sering merasakan luka karena cinta dalam hati yang tak kunjung berbalas. Meski sebenarnya juga bukan itu yang ia harapkan. Karena sungguh yang ia inginkan hanyalah cinta setelah pernikahan. Tak pernah ada niatan untuk menjalin sebuah ikatan cinta haram yang bernama pacaran seperti yang dilakukan gadis-gadis seusianya. Namun tetaplah dia hanya gadis biasa yang juga punya hak untuk merasakan fitrahnya cinta. Mencoba menahan meski itu sulit, karena yang ia takutkan hanyalah rasa cinta itu akan mampu menjerumuskannya pada dosa.

Selama ini memang terkesan bahwa dia selalu blak-blakan mengenai perasaannya pada Khalif. Tapi itulah Asya, sosok gadis yang memang memiliki sifat yang sangat jauh berbeda dengan penampilannya yang selalu nampak anggun. Namun tetap, tak ada hal lain yang ia harapkan dari semua pengungkapan rasanya pada Khalif. Apalagi setelah kenyataan membawanya pada sebuah pilihan bahwa tak sepantasnya ia jatuh cinta pada sosok Khalif. Itu bukan pilihan sebenarnya, tapi sebuah keharusan. Dan disini seakan Asya ingin melawan takdir yang telah menanamkan sebuah keharusan pada hidupnya.

Cukup lama ia bertahan dengan posisinya. Membiarkan hembusan angin menerpa dirinya. Seakan berharap bahwa hembusan angin tersebut akan mampu untuk menghapus air matanya. Sampai ia tersadar bahwa ada tangan yang menyodorkan sebuah tisu kepadanya.

“Khalif?” ucap Asya setelah mendongakkan wajahnya ke arah seseorang yang menyodorkan tisu untuknya.

Khalif pun hanya diam dan setelahnya memutuskan untuk duduk di sebelah Asya dengan menyisakan sedikit jarak untuk keduanya.

“Makasih.” Asya mencoba untuk menghapus air matanya.

“Lo ngapain disini? Kan acara lagi seru-serunya?”

“Nggak suka.” Jawab Khalif singkat. Sedangkan Asya menatap Khlaif dengan tatapan seolah tak paham dengan maksud Khlaif.

“Nggak suka sama acaranya?”

“Nggak suka lihat lo nangis.” Jawaban Khlaif seakan tepat sasaran. Tepat membuat Asya seakan melayang.

Hening.

Suasana seakan berubah menjadi kaku. Asya seakan dibungkam mulutnya dengan perkataan Khalif barusan.

“Jarang ngomong, sekalinya ngomong ehh bikin baper,” batin Asya.

“Lif?”

“Hmm.”

“Kenapa lo gitu ke gue?”

Romansa & RahasiaWhere stories live. Discover now