Part 9

1K 70 1
                                    

Izinkan aku menjadi matahari bagimu, cukup dengan melihatmu bahagia tanpa diriku.
***











F

lashback on

"Diantara matahari dan bulan lo pilih siapa?" tanya sang gadis berseragam putih abu-abu itu sambil membenarkan posisi kerudungnya.

"Matahari." Lelaki yang ditanya hanya menjawab singkat dan setelahnya kembali fokus dengan laptop di pangkuannya.

"Kalau gue sih pilih bulan. Setidaknya bulan nggak kesepian meskipun berada dalam malam gelap, dia masih ditemani bintang-bintang. Kalau jadi matahari kan kayaknya kesepian gitu, gue nggak suka kesepian. Berasa jomblo banget kan," ucap sang gadis dengan panjang lebar.

"Nggak ada yang tanya!" jawaban yang cukup menohok keluar dari bibir sang lelaki.

"Ihh lo mah gitu, nggak bisa diajakin ngobrol asik. Kalau alasan lo pilih matahari apa?"

Hening.

"Ihh gue dicuekin. Lo lagi ngerjain apa sih? Sok sibuk banget," sang gadis kembali mencebikkan bibirnya.

"Artikel buat mading." Lagi-lagi hanya jawaban singkat yang keluar. Sebenarnya bukan jawaban singkat, tapi jawaban seperlunya. Lelaki itu hanya tak suka bertele-tele.

"Lo jawab dulu pertanyaan gue, abis itu lanjutin lagi ngerjainnya!" perintah sang gadis sambil mengambil laptop sang lelaki dan memindahkan laptop tersebut ke pangkuannya.

"Pertanyaan yang mana?"

"Itu, kenapa lo lebih pilih matahari?"

"Karena matahari itu penuh dengan pengorbanan. Dia seakan rela mengorbankan kebahagiaannya demi kehidupan yang lain. Bulan tak akan bersinar tanpa matahari, dan disitu matahari rela hanya mampu melihat bulan tanpa bisa bersamanya. Dia rela meskipun bulan bahagia bersama bintang. Matahari juga rela memberikan sinarnya demi kehidupan bunga-bunga di muka bumi ini. Meski lagi-lagi matahari tak akan pernah bisa bersama dengan bunga-bunga itu. Cukup melihatnya dari jauh, cukup melihat bunga-bunga itu bahagia dengan sang kumbang." Lelaki itu menarik nafas sejenak. Memberi jeda dari penjelasan panjangnya.

"Ya kurang lebih seperti itulah yang gue tangkap dari siklus kehidupan matahari. Dan karena gue seorang laki-laki sudah sepantasnya kalau gue harus jadi sosok seperti matahari." Lelaki itu mengakhiri perkataannya.

"Keren! Sumpah hebat banget!" sang gadis menatap lelaki disebelahnya dengan tatapan takjub dan juga senyum yang terus merekah.

"Penjelasan gue yang keren?" tanya lelaki itu seperti tak percaya dengan ucapan sang gadis.

"Bukan, hebat aja akhirnya lo bisa ngomong sepanjang ini. Gue nggak nyangka. Ini keren sumpah, momen yang perlu diabadikan," ucap sang gadis penuh semangat dengan senyum dan juga sorot mata yang masih berbinar.

Lelaki itu hanya mendelik sebal sambil mengambil kembali laptopnya. Ya memang dia adalah salah satu lelaki yang irit bicara. Itu sebabnya akan menjadi hal yang cukup langka jika kalimat yang dia ucapkan lebih dari 5 kata.

"Lo pernah jatuh cinta?" tanya sang gadis lagi. Kali ini ia sedikit ragu. Karena sepertinya pertanyaan tersebut sedikit sensitif.

"Hmm." Jawaban singkat dari si lelaki yang cukup mewakili jika jawabannya adak 'iya'.

"Sama siapa?" tingkat kekepoan sang gadis memang sepertinya sedang meningkat. Bahkan harusnya dia menyadari jika lelaki es disebelahnya hanya akan menjawab dengan jawaban yang seperlunya dan cenderung menohok perasaan.

Romansa & RahasiaWhere stories live. Discover now