"Zidny!!!!" (Namakamu) mengerang dan meringsut di samping ranjang membuat Iqbaal mengampiri gadis itu. Mensejajarkan tingginya dan memeluk tubuh (Namakamu)

"Iqbaal Zidny kenapa pergi? Aku masih mau dia di sini," lirih (Namakamu) di dalam dekapan Iqbaal. Tangannya mengepal.

Iqbaalpun menangis dan mengecup puncak kepala (Namakamu). Hanya (Namakamu) yang ia punya sekarang.

"Kamu tadi liat kan? Zidny setuju pas aku minta dia untuk rawat anak ini bareng-bareng? Tapi kenapa dia pergi Iqbaal.. Aku gak mau dia pergi,"

"Aku tau, aku juga gak rela.. Tapi Tuhan lebih sayang sama dia.." Iqbaal melepaskan dekapannya. Ditatapnya mata (Namakamu) dan di hapusnya air mata gadis itu. Rasa sakit yang ia rasakan, tidak sebanding dengan yang dirasakan (Namakamu). Hanya saja, ia ingin menuruti permintaan Zidny, Zidny tidak ingin dirinya terlalu bersedih karena kepergian wanita itu.

"Tuhan gak mau Zidny terus ngerasain sakit.." lirih Iqbaal. (Namakamu) melirik kearah ranjang Zidny. Entah sejak kapan sudah ada beberapa suster dan dokter yang menangani dan mencabut semua alat yang Zidny gunakan dan terakhir.. Seluruh tubuh Zidny tertutup dengan kain yang ada di rumah sakit itu.

(Namakamu) mengerang dan menggeleng. Ini sulit, ia sudah kehilangan mama dan papa nya. Kenapa sekarang ia harus kehilangan Zidny, perempuan yang sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya.

"Kita harus berdoa, semoga Zidny tenang di sana," ucap Rike menginterupsi disela isakannya. Akhirnya, (Namakamu) hanya bisa menganggukkan kepalanya. Mau ia nangis meraung seperti apapun tidak akan merubah takdir Tuhan. Zidny tidak bisa kembali hidup karena tangisannya.

Iqbaal tersenyum tipis menatap tubuh Zidny yang sudah tertutup kain putih seluruhnya.

"Aku bahagia karena pernah dipertemukan dengan malaikat baik seperti kamu, Zee. Bahagia di sana. Aku akan selalu mendoakan kamu di sini.. Aku sayang kamu."

**

Iqbaal dan (Namakamu) menaburi bunga yang sudah disediakan di atas makam Zidny. Iqbaal menatap patok kayu yang bertuliskan nama Zidny. Dielusnya kayu tersebut seolah ia tengah mengelus kepala Zidny.

Semuanya pun berjalan mulai meninggalkan makam, menyisakan Iqbaal, (Namakamu) dan beberapa orang yang lain.

"Bunda sama Ayah pulang duluan, yaa." pamit Rike bersama Herry kemudian meninggalkan makan setelah mendapat anggukan dari Iqbaal.

"Mama sama Papa pamit, yaa. Terimakasih karena kamu sudah menjaga Zidny dengan baik, Baal. Semoga kamu dan (Namakamu) bahagia selalu," ucap Linda

Linda memang mengenal (Namakamu). Karena, sebelum Iqbaal dan (Namakamu) menikah, sudah pasti pernikahan itu di bicarakan oleh keluarga Iqbaal dan juga keluarga Zidny. Sebagai permintaan persetujuan.

Seorang gadis tiba-tiba berdiri di hadapan (Namakamu) dan Iqbaal. Setelahnya gadis itu mensejajarkan tubuhnya dengan Iqbaal dan (Namakamu). Ia adalah Dianty. Teman dari Iqbaal dan (Namakamu). Dianty mengenal Zidny, namun tidak sedekat ia dengan (Namakamu).

"Gue turut berduka cita atas kepergian Zidny, maaf banget karena gak sempet buat jenguk Zidny sewaktu dia di rumah sakit." lirih Dianty pada Iqbaal dan (Namakamu) yang terlihat lesu.

Iqbaal melihat Dianty kemudian tersenyum, "Gakpapa, makasih udah mau dateng,"

"Gausah sedih karena kepergian malaikat lo, masih ada bidadari yang siap untuk menemani hari-hari panjang lo." ucap Dianty tersenyum manis seraya melirik kearah (Namakamu). Bidadari yang dimaksud Dianty adalah gadis itu. Istri kedua Iqbaal.

Iqbaal menatap (Namakamu) sejenak kemudian tersenyum. Mengelus puncak kepala (Namakamu), "Gue tau itu," ucap Iqbaal pada Dianty.

Ketiganya berdiri dan berjalan meninggalkan makam Zidny.

Iqbaal dan (Namakamu) memasuki mobil setelah keduanya berpamitan dengan Dianty.

"Mau makan dulu?" tawar Iqbaal seraya memasang pengaman di tubuhnya. (Namakamu) hanya menggeleng sebagai jawaban.

Iqbaal memasangkan pengaman di tubuh (Namakamu) kemudian menjalankan mobilnya, "Yakin, kamu beneran nggak laper?" tanya Iqbaal meyakinkan. Pandangannya masih fokus pada jalan.

(Namakamu) hanya menjawab sekenanya seraya meyakinkan Iqbaal. Dan Iqbaal tidak bisa memaksa gadis itu.

Sesampainya di rumah, Iqbaal dan (Namakamu) segera turun dari mobil. Berjalan beriringan masuk kedalam. Suasana rumah nampak seperti berbeda. Hawanya berubah. Mungkin karena kepergian Zidny masih belum 24 jam. Dan katanya, jika orang meninggal belum genap 7 hari, arwahnya masih berkeliling di area rumah.

Iqbaal menghela nafasnya kemudian kembali melanjutkan jalannya. Di ruang tengah, terdapat kedua orangtua Iqbaal dengan kedua orangtua Zidny. Suasana sudah tidak seharu sebelumnya. Setidaknya, mereka sudah mulai berbicara meski pembicaraannya tak jauh dari Zidny.

"Assalamu'alaikum," ucap Iqbaal dan (Namakamu) bersamaan kemudian menyalimi mereka berempat dan terduduk di sisa kursi yang kosong.

"Wa'alaikumussalam, kok baru pulang?" tanya Rike tersenyum kecil.

Iqbaal dan (Namakamu) hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Iqbaal, sekali lagi papa sama mama mau bilang terimakasih sama kamu. Atas ketulusan kamu menjaga Zidny selama ini,"

Pandangan Iqbaal beralih pada Bima yang tengah tersenyum pada Iqbaal, "Itu udah tugas aku sebagai suami, pa. Justru aku minta maaf, karena gak bisa buat Zidny bahagia dan hidup lebih lama di dunia ini.."

Bima dan Linda tersenyum, "Gausah sedih, Zidny pasti bahagia kalo ngeliat kamu bahagia di sini. Mama sama papa udah ikhlas atas kepergian Zidny. Dan, mama harap kamu juga ikhlas. Supaya Zidny tenang," ujar Linda

Iqbaal mengangguk dan tersenyum tipis. Mereka pun kembali melanjutkan obrolan. Merencanakan tentang pengajian malam yang sudah ditradisikan. Mereka sepakat untuk di adakan di rumah Iqbaal, dimulai dari malam ini.

💫💫💫

Perpisahan yang sesungguhnya adalah ketika kita sudah dipisahkan oleh maut.

8/8/17

All I Ask.. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang