15

8.7K 763 53
                                    

Iqbaal termenung seraya menopang dagunya dengan tangan kanannya. Tangan kirinya sibuk menggenggam lengan Zidny dan tatapannya lurus kearah wajah perempuan itu.

Menunggunya terbangun. Kapan perempuan itu segera sadar dari tidurnya?

"Zee, aku kangen.." lirih Iqbaal seraya tersenyum miris. Baru sehari ia tidak melihat gadis itu namun ia sudah merindukannya.

"Kenapa kamu gak usaha buat buka mata kamu? Zee, bangun.." lirih Iqbaal lagi kemudian mengecup tangan kanan Zidny yang tidak di infus.

Iqbaal menghembuskan nafasnya. Apa Zidny terlalu lelah hingga gadis itu enggan untuk membuka mata dan membiarkan Iqbaal terpuruk dengan kesedihan dan kekhawatirannya.

Ia ingin Zee nya kembali.

Pintu ruangan terbuka. Terlihat seorang laki-laki dan perempuan paruh baya menghampiri mereka. Itu kedua orangtua Zidny.

Linda menangkup bibirnya yang kini bergetar melihat putri semata wayangnya yang tergeletak lemah di atas ranjang rumah sakit. Begitupun dengan Bima, ayah dari Zidny. Tidak menyangka jika yang tengah terbaring di ranjang itu adalah putrinya.

Iqbaal berdiri dari duduknya. Berjalan mendekat kearah orangtua Zidny. Menyalimi tangan mereka satu persatu dan menatapnya dengan tatapan menyesal, "Maafkan saya, pa, ma,"

"Saya gak bisa menjaga Zidny, saya gak bisa buat dia bahagia.." lirih Iqbaal di iringi dengan beberapa tetes air matanya. Linda kembali menangis dan menggeleng. Ia sudah tidak sanggup berbicara lagi. Ini bukanlah kesalahan Iqbaal, menantunya. Tapi, ini adalah takdir yang diberikan oleh Tuhan.

"Papa yakin, Zidny bahagia setelah hidup sama kamu." ucap Bima dengan tegarnya kemudian menatap kearah Zidny.

Ini bukan yang mereka inginkan. Namun, mereka tidak bisa mengelak takdir Tuhan.

"Saya sangat menyayangi Zidny, namun jika Tuhan lebih menyayanginya, maka saya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikhlaskan." ucap Bima

Bima merangkul bahu Linda yang tengah menangis sambil membekap bibirnya. Mengelus pundak wanita itu dengan lembut seolah memberi ketenangan.

"Oiya, bunda sama ayah kamu apa kabar?" tanya Bima mengalihkan topik. Ia tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan.

"Mereka baik," jawab Iqbaal disertai senyumannya.

Bima dan Linda mendudukkan dirinya di sofa yang ada di sana. Mungkin mereka akan menginap untuk malam ini.

**

(Namakamu), Herry dan Rike memakan sarapan yang sudah dibuat oleh Rike dibantu dengan (Namakamu). Sarapan kali ini sedikit berbeda karena tidak adanya Iqbaal dan juga Zidny.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam," sapa mereka bertiga pada tamu yang datang. (Namakamu) segera berdiri dari posisinya.

"Biar aku yang liat, yaa,"

(Namakamu) berjalan menuju pintu utama, namun baru sampai di ruang tengah, ia melihat sosok Iqbaal yang tengah berjalan hendak mengampirinya. Segera saja ia menghampiri Iqbaal.

"Iqbaal, gimana keadaan Zidny?"

Iqbaal hanya menggeleng seraya mendudukkan dirinya di sofa.

"Kamu kenapa? Udah sarapan atau belum?"

Iqbaal kembali menggeleng untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh (Namakamu).

(Namakamu) terduduk di samping Iqbaal. Tangannya terangkat untuk mengusap rambut Iqbaal dengan penuh kasih sayang. Iqbaal memalingkan wajahnya kearah (Namakamu). Sentuhan lembut gadis itu, mengembalikan semangatnya.

All I Ask.. ✔Where stories live. Discover now