16

8.6K 760 40
                                    

"Iqbaal.." lirih Zidny bahkan hampir tidak terdengar. Iqbaal langsung mengganti posisi (Namakamu) agar ia bisa lebih dekat dengan Zidny

"Aku di sini, Sayang," lirih Iqbaal seraya menggenggam jemari Zidny dengan erat. Mengecupnya dan ditempelkan pada pipinya.

Pandangan Zidny kearah lain. Melihat Rike yang tengah menangis, "Bunda.." Rike yang dipanggil pun mendekat kearah Zidny

"Iyaa, Zidny,"

Zidny tersenyum kembali menatap yang lain. Ia melihat (Namakamu).

"(Namakamu)," (Namakamu) terisak melihat keadaan Zidny yang begitu buruk.

"Zidny, kamu kuat," lirih (Namakamu) seraya membungkam bibirnya.

"Kalian jangan nangis, aku gakpapa."

"Zid, kamu cepet sembuh yaa. Supaya kita bisa rawat bayi yang ada di sini berdua. Aku hamil," ucap (Namakamu) parau.

Zidny tersenyum bahagia mendengarnya, setidaknya meski ia sudah pergi nanti ia akan menjadi seorang ibu. Meski ia tidak akan bisa merasakan bagaimana rasanya merawat seorang anak.

"Se..lamat," ucap Zidny terbata-bata, "Aku ikut s-seneng denger n-nya," lanjutnya dengan susah payah.

"Kamu mau kan rawat anak ini?" Zidny mengeluarkan air matanya, namun tak urung ia mengangguk. Membuat senyum tipis (Namakamu) terbentuk.

Zidny memejamkan matanya sejenak karena ia merasa kesakitan yang amat sangat di bagian perutnya.

"Kenapa, Zee? Yang mana yang sakit?" tanya Iqbaal khawatir. Zidny membuka matanya kemudian menggeleng lemah.

"Boleh gak, aku minta kalian peluk aku? Aku mau ngerasain pelukan kalian," pinta Zidny.

Rike dan (Namakamu) mengangguk kemudian memeluk tubuh Zidny secara bersamaan. Di iringi dengan isak tangis dan haru.

"Kamu kuat, Zid," lirih Rike setelah melepas pelukannya.

"Aku sayang kalian.." lirih Zidny tersenyum kemudian menatap Iqbaal.

"Peluk?" Iqbaal terisak kembali dan memeluk Zidny dengan erat. Zidny pun ikut terisak, tangannya sesekali mengelus rambut Iqbaal dengan lemah.

"Jangan nangis, Baal. Aku gak suka," lirih Zidny parau. Iqbaal hanya bisa mengangguk, "Aku gak mau kamu nangis terus karena kepergian aku."

Lagi-lagi Iqbaal hanya mengangguk membuat Zidny tersenyum tipis.

"Jagain (Namakamu), yaa. Sayangi dia melebihi kamu sayang sama aku. Apalagi ada anak kamu di dalam rahim dia.. Aku sayang kamu," ucap Zidny dengan berbisik karena ia mulai sulit berbicara

"Selamanya aku bakal sayang sama kamu." lirih Iqbaal dan dibalas anggukan oleh Zidny. Ini adalah perpisahan yang paling menyakitkan.

Keduanya melepaskan pelukan mereka. Zidny kembali menatap kearah semuanya sambil tersenyum

"Ikhlasin aku pergi, yaa."

Rike dan Iqbaal terdiam, sementara (Namakamu) hanya menggelengkan kepalanya sambil terisak membungkam bibirnya.

Zidny tersenyum, "Makasih untuk semuanya," ucap Zidny tersenyum kemudian memejamkan matanya. Saat itu juga mesin pendeteksi jantung berbunyi lain daripada yang seharusnya dan layar monitor yang hanya menunjukkan garis lurus. Tandanya, sudah tidak ada detakan di jantung Zidny.

Saat itu juga (Namakamu) mendekat kearah Zidny dan mengguncang tubuh gadis itu, "Zidny bangun! Kamu kenapa? Jangan pergi.. Zidny!!!!"

Iqbaal memeluk tubuh Zidny kemudian mengecup kening gadis itu dengan lamat sambil memejamkan matanya. Ini adalah kecupan terakhir sebelum akhirnya gadis itu pergi ketempat yang tidak bisa ia deteksi keberadaannya. Iqbaal harus belajar mengikhlaskan.

All I Ask.. ✔Where stories live. Discover now