Chapter 6 - Bad Habit

Start from the beginning
                                    

Kenapa juga pria itu diam saja, apa ia sudah tahu? Apa semua kebetulan ini...Tidak, tidak, aku harus benar-benar memastikannya terlebih dahulu.

"Dad! Tolonglah sekarang bukan zaman-nya lagi perjodohan!" tukasku.

Mereka benar-benar gila, Aku mengerti bahwa aku anak satu-satunya dan mereka ingin yang terbaik bagiku, tapi bukan berarti...

"Why not? Karena kami akan menggunakan kesempatan terakhir, sebagai permintaan kami."

JLEBB!
Aku tidak bisa apa-apa selain terdiam. Merasakan semburan kata-kata itu bagaikan jarum menusuk-nusuk, memaksa masuk kedalam telingaku.

Dad sangat pintar, dan aku? Aku termakan oleh sumpahku sendiri.

Aku memandang mom sekilas, tapi ia juga terlihat sangat mendukung omong kosong yang sedang dad bicarakan.

"Dia pewaris Damaris Airlines yang kupercayakan, dan akan menjadi suamimu kedepannya." Jelas mereka.

Aku menahan emosi, memejamkan mataku lagi dan lagi, berharap ketika aku membuka mataku, semua ini hanyalah mimpi.

Kenapa mereka terus saja ingin mencampuri kehidupan pribadiku?!

Siapa sebenarnya pria asing itu? Kenapa mereka sangat percaya padanya?!

Poor Kendra, Padahal aku sedang mendamba-dambakan hubungan cinta lokasi. Seperti aktor-aktor senior membawa peran hubungan mereka disuatu film lalu mereka bawa ke dalam dunia nyata.

Baiklah! Sampai situ saja, Emosiku bahkan belum turun karena ucapan-ucapan mereka kemarin.

Flashback off

👑

Krik! Krik!

Dia bahkan tidak memandang kearahku.
Apa ia buta?
Ia tidak menganggap aku disini?
Aku sudah berdiri dengan sapu tangan itu cukup lama.

Aaron lalu mengernyit.

I know we're just stranger but, apa ia tidak tahu ia sedang mengabaikan seorang top star? Lalu kenapa dia tidak memandang kearahku?

"Hey! Aku disini, kau tidak melihatku? Apa kau tidak menganggapku ada disini?" Sentakku sambil memancingnya dengan menggerak-gerakkan sapu tangan itu.

Ia meletakkan piringnya dengan sangat pelan, meraih remote, dan mematikan TV. Suasana benar-benar hening dan canggung sekarang.

Dan aku, aku, sangat, gugup, aku sedikit menyesal sudah menyentak dan mendatangi dirinya, sungguh.

Waktu, kumohon bawa aku kembali.

Melihat wajahnya, terlebih bibirnya, mengingatkanku pada perasaan yang tak ingin kurasakan dan seolah sedang ragu akan kejadian yang bahkan tidak kuingat dengan jelas.

Kau harus sadar, Kendra!

Aku berdeham sembari memalingkan wajahku, dia menatapku, dia benar-benar menatapku lurus-lurus.

Aku benar-benar lupa apa yang harus kukatakan padanya, padahal aku sudah susah payah merencanakannya tadi.

"Kau mau dianggap kehadiranmu?" Tanyanya tiba-tiba.

Well, pertanyaan yang aneh, Kurasa pertanyaan itu tidak perlu jawaban, jadi kurasa diam akan lebih baik daripada memusingkan pertanyaan aneh itu.

Dia lalu menarikku sehingga aku jatuh ke pangkuannya dan Aaron menahan pergelangan tanganku, mencengkramnya erat.

"Hey, lepaskan aku!" Pekikku dan berusaha pergi darinya.

Goshh! Jantungku, tenanglah kumohon. Jantungku akan meledak.

Ia membuka lebar kera kemeja putihnya itu dengan tangan satunya yang bebas sehingga kiss mark di leher dan di sekitar tulang selangkanya itu terlihat jelas sekarang. Jujur saja, bercak merah itu terlihat sangat buruk.

"Tanggung jawab, Kendra" Ucapnya dengan santai, Well, apa dia tidak merasa canggung sedikitpun dengan posisi begini?

Aku tidak berani menatapnya, aku berusaha untuk pergi dari posisi ini dan menjauhinya, tapi tetap percuma saja.

"Kenapa? Bukannya kemarin kau yang pertama datang dan duduk dipangkuanku?" Ucapannya kali ini berhasil membuatku terdiam dan menatapnya binggung.

Pria itu benar-benar punya kekuatan yang kuat untuk menahanku tetap duduk di pangkuannya.

"Aku? Aku seperti ini? Aku yang melakukan semua hal ini padamu?" Tanyaku pelan, aku selalu berani memperlakukan setiap pria yang bersikap cabul dan tidak sopan seperti dia contohnya.

Tapi ketika aku menatap mata berwarna grayish blue itu, Ia seolah membuatku menciut dan takut. Aku selalu ikut terlarut dalam tatapan lekatnya.

Dad, mom, kalian dimana? Aku kecewa dengan diriku yang manja ini.

Aku terdiam, disaat-saat seperti ini aku hanya bisa diam. Kurasa dengan jarak kami yang sedekat ini, aku takkan bisa melakukan apapun, karena dia, dia terlalu tampan.

Ia mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Bibirku dengan bibirnya. Dan perasaan yang sama muncul dari ciuman ini, ciuman yang tidak pula terbawa nafsu, dan rasanya sangat manis sehingga aku hanya ingin lagi dan lagi.

Shitt!! Apa yang kupikirkan? Kenapa aku menikmatinya dan ingin lagi?
Aku mendorong dadanya dengan sekuat tenaga, berusaha membuat jarak diantara kami.

"Ingat aku?" Tanyanya, aku semakin menciut ketika ia melemparkan senyuman smirk itu kepadaku, menakutkan.

👑
TBC

✅ A Missing PartWhere stories live. Discover now