Kebohongan

898 99 13
                                    

Aku melangkahkan kakiku dengan perasaan senang dan gembira, bagai anak manusia kecil yang baru diberi mainan baru oleh orang tuanya. Ya, sebuah buku selalu membuatku senang dan tertawa bahagia, apalagi bagiku yang tak pernah memiliki teman. Bagiku kebahagiaan itu sangat sederhana, cukup dengan sebuah buku baru maka aku akan tersenyum.

Aku memang belum tahu datang darimana buku ini, atau siapa yang tanpa sengaja menjatuhkan buku ini, tapi yang jelas aku sangat bahagia karena mendapatkan buku ini. Ini adalah sebuah jawaban dari pertanyaan yang aku cari. Aku memang masih sangat penasaran dengan kemampuan tersembunyi peri warior.

Aku menggerakkan tanganku untuk menyibakkan semak yang aku buat untuk menghalangi pergerakan Ataska. Sambil berjalan, aku sambil menggerakkan tanganku agar semak di belakangku kembali tertutup dan menyembunyikan tempat rahasiaku.

"Ah...akhirnya peri yang tak berguna dan pembawa sial muncul juga," kata Heina saat melihatku tengah berjalan menuju rumahku.

Aku bergeming dan menatap Heina serta peri lainnya dengan tatapan sedikit kebingungan. Bagaimana aku tidak bingung, mereka berkumpul dan seolah memang sengaja sedang menungguku kembali.

"Ada apa?" akhirnya kata itu muncul juga dari bibir tipisku.

"Ada apa kamu bilang, kamu tidak tahu apa yang telah kamu perbuat?" tanya Heina dengan suara bernada tinggi dan tentu saja ada amarah dan penekanan dalam suaranya.

"Aku tak tahu apa-apa tentu saja aku bertanya pada kalian yang sedari tadi berkumpul menungguku datang," kataku setelah mampu menguasi kekagetanku atas kehadiran mereka.

"Ataska celaka, dan itu semua karena kamu!" tuduh Heina yang langsung menghujam jantungku.

Ataska celaka, bagaimana bisa? tanyaku dalam hati.

Aku menatap Heina tajam, aku mencari kesungguhan atas perkataannya, karena jujur aku tak percaya jika Ataska celaka. Terakhir kali aku bertemu dengan Ataska dia baik-baik saja bahkan tak ada satu pun kekurangan dari dalam dirinya.

"Kenapa aku yang di salahkan atas celakanya Ataska? Apa hubunganku dengan kecelakaan yang dia alami?" tanyaku yang entah bagaimana mulai memiliki keberanian untuk menjawab setiap perkataan yang di lontarkan oleh Heina.

Heina terdiam saat mendengar pertanyaanku. Dia sepertinya tak menyangka jika aku akan berani menjawab perkataannya.

Biasanya aku hanya diam tanpa menjawab perkataan mereka. Aku hanya akan berlalu menghindari mereka tanpa membalas walau hanya sepatah kata pun.

"Jawab, kenapa aku yang di salahkan atas celakanya Ataska? Apa yang telah aku lakukan hingga membuat dia celaka?" tanyaku sambil melangkahkan kakiku mendekat pada Heina.

Ya, Heina memang tidak terbang selama berbicara denganku. Dia berdiri di atas tanah, mungkin ingin melihat mimik wajahku dengan jelas agar dia dapat tersenyum puas setelah mengintimidasiku.

"Dia celaka karena mencarimu!" jawab Heina tanpa sedikit pun rasa berat untuk mengatakannya.

Aku terhenyak kaget dan mundur beberapa langkah ke belakang. Rasanya aku tak percaya jika dia celaka karena mencariku. Dia yang telah memotong sayapku, lalu untuk apa dia mencariku hingga terluka seperti itu.

"Sudahlah Heina jangan membohongiku, aku tak percaya padamu," kataku sambil memaksakan diri untuk tersenyum walau senyuman itu terasa begitu aneh dan hambar.

"Untuk apa aku membohongimu, dia memang celaka dan semua itu karenamu, Ruby!" kata Heina dengan kata-kata yang sengaja ditekan agar aku percaya dengan semua perkataannya, percaya jika akulah yang telah membuat Ataska celaka.

Kembali aku bergeming sambil menatap Heina. Entah kenapa ada sisi lain di hatiku yang mengatakan bahwa apa yang dikatakan Heina itu benar adanya. Tapi di sisi lain aku tak mempercayai perkataan Heina.

"Kamu memang peri pembawa petaka, Ruby," kata Heina sambil terus menatapku.

Sekilas aku melihat raut kemenangan di wajahnya. Dia benar-benar merasa puas setiap kali aku terhenyak dan terdiam karena kata-kata yang begitu membuatku frustasi, peri pembawa petaka.

"Hentikan Heina!" aku mendengar suara peri lain yang begitu berat dan berwibawa.

Aku menengadahkan kepalaku dan melihat Ataska tengah turun untuk menghampiriku dan Heina. Dia terlihat baik-baik saja tanpa ada satu pun kekurangan. Tapi tunggu, sayapnya di balut sesuatu, sepertinya dia terluka, tapi bagaimana dia bisa terluka?

"Ah...sudah kuduga kalau kau berbohong Heina," kataku sambil tersenyum simpul karena telah berhasil mengetahui kebohongannya.

"Aku tidak berbohong, lihat sayapnya yang terluka karena terkena semak berduri saat mencarimu," kata Heina.

"Heina!" teriak Ataska.

"Siapa yang meminta dia mencariku, tidak ada," kataku sambil menatap Heina tajam dan kemudian beralih menatap Ataska yang telah berada di samping Heina. "Dan kau, bagaimana rasanya sayapmu terluka, sakit? Lebih sakit mana dengan apa yang aku alami?"

Kembali aku terbayang pada saat Ataska memotong sayapku tanpa belas kasihan. Aku berjalan ke hadapan Ataska dan mengambil pedang yang di pegangnya hingga keluar dari sangkurnya.

"Bagaimana jika aku memotong sayapmu, sama seperti kamu yang memotong sayapku?" tanyaku sambil menatap tajamnya mata pedang Ataska yang kini berada di genggamanku.

Aku melihat Ataska dan Heina mundur beberapa langkah ke belakang. Mereka sepertinya tak percaya dengan apa yang baru saja aku lakukan. Ya, aku berhasil mengancam Ataska dan Heina dengan menunjukkan sisi peri wariorku. Kami memang memiliki sisi agresifitas yang tinggi untuk menyerang dan mengintimidasi lawan tanpa berbelas kasihan.

"Kenapa, kalian tak pernah menyangka kan kalau aku memiliki sifat seperti kalian? Jangan lupa kalau aku adalah seorang peri warior, sama seperti kalian!" kataku sambil menatap mereka dan menghunuskan pedang ke arah Ataska.

"Aaaggghh...," terdengar teriakan Heina saat aku mengacungkan pedang dan melemparnya hingga terjatuh tepat di samping Ataska.

"Aku bukan peri yang licik sepertimu, Ataska!" kataku sambil berjalan meninggalkan mereka.

Aku melangkahkan kakiku dengan pemikiran yang sulit untuk aku jabarku. Semua karena ketidak percayaanku jika aku mampu bersikap selayaknya peri warior. Ini adalah hal yang baru bagiku, hal yang tak pernah aku lakukan sebelumnya.

Apakah selama ini aku terlalu takut hingga tak pernah memperlihatkan kemampuanku? Ah...entahlah aku tak tahu apa yang membuatku tidak pernah mengeluarkan sikap dan sifatku sebagai seorang peri warior.

"Aku baru tahu kalau kamu memiliki sifat seorang peri warior," terdengar suara peri yang begitu lembut tapi tegas.

Aku menatap ke suara itu berasal. Dan betapa kagetnya aku saat melihat Elsie tengah terbang tak jauh dariku. Dia, peri yang aku sendiri tak pernah tahu darimana dia berasal, dia yang mengaku mengenal Ataska tapi Ataska tidak mengenalnya.

"Aku peri warior sama seperti yang lainnya, jadi tak perlu kaget seperti itu!" kataku acuh dan sedikit waspada terhadap Elsie karena aku tak tahu jati diri dia yang sesungguhnya.

"Bukan kaget, hanya aku tak menyangka saja jika kamu akan menunjukkannya secepat ini," kata Elsie yang sepertinya memang tidak kaget dengan sifat dan sikapku saat menghadapi Ataska dan Heina barusan.

"Ah iya aku sampai lupa. Kamu sebenarnya siapa Els, Ataska mengatakan kalau dia tak mengenalmu?" tanyaku dan seketika raut wajah Heina berubah. Dia seperti tengah menyembunyikan sesuatu dariku.

Siapa Elsie yang sesungguhnya? tanyaku dalam hati.

The Missing Of RubyWhere stories live. Discover now