Putus Asa

988 108 11
                                    

"Sayapku sobek parah, aku tak dapat terbang lagi dan itu artinya aku peri tak berguna. Peri tapi tak bisa terbang," kataku lirih.

Kali ini ucapanku berhasil membuat Ataska terperangah kaget. Sepertinya dia tak pernah menyangka jika yang membuatku putus asa adalah karena sayapku yang rusak.

"By...," kata Ataska.

"Aku tak memerlukan belas kasihanmu,"kataku jelas sambil membalikkan badanku dan kembali berjalan ke tepi sungai.

Aku terus berjalan tak menghiraukan suara panggilan Ataska. Aku sungguh sudah merasa bahwa hidupku ini hancur sehancur-hancurnya. Aku benar-benar telah menjadi peri yanf tak berguna sama sekali. Mungkin kematian akan menjadi akhir dari semua kisah pilu hidupku.

"By...," lagi terdengar suara Ataska memanggil namaku keras. Dia sepertinya ingin mencegahku untuk mengakhiri hidupku.

"By...kamu jangan bersikap bodoh seperti !" kata Ataska sambil menarik tanganku ke arahnya.

Dan kini aku berada dalam pelukan Ataska. Entah untuk apa dia memelukku seperti ini, apakah dia menyukaiku? Ah tidak, pikiran bodoh macam apa yang baru saja melintas dalam benakku?  Ataska melakukan semua ini hanya karena tugas dia, kewajiban dia melindungi semua peri.

"Lepas!" teriakku sambil mendorong Ataska menjauh dariku.

Aku tak ingin hidup menjadi orang yang dikasihani. Aku harus mampu berdiri di atas kakiku sendiri.

Tapi sekarang, semua kekuatanku telah runtuh bersama dengan sobeknya sayapku. Aku sudah benar-benar hancur sehancur-hancurnya.

Kembali aku melangkahkan kakiku menuju tepi sungai. Aku ingin membiarkan tubuhku hancur terbawa arus sungai yang deras.

Perlahan aku memasukkan kakiku ke dalam air yang mengalir. Tubuhku mulai bergoyang ke sana-ke mari diterpa aliran sungai.

Wush

Aku merasakan angin berhembus kencang dan seketika tubuhku melayang. Ya, Ataska mengangkat tubuhku yang hampir terbawa arus.

"Lepas!" kataku sambil berusaha untuk melepaskan tangan Ataska yang memegang tanganku dengan erat.

"Diam By dan biarkan aku membawamu menjauh dari tempat ini," kata Ataska sambil terus terbang.

"Aku tak ingin hidup lagi, biarkan aku mati!" kataku masih mencoba melepaskan diri dari Ataska.

Semakin aku mencoba melepaskan diri, maka Ataska semakin erat menggenggam tanganku. Dia seolah tak ingin aku terlepas dari genggamannya. Dia tak ingin membiarkanku melakukan hal bodoh dihadapannya.

Setelah beberapa menit terbang, akhirnya Ataska turun dan mendudukkanku di bawah sebuah pohon besar yang tinggi menjulang. Tak ada aliran sungai, tak ada danau, yang ada hanya pepohonnan. Ataska benar-benar membawaku ke tempat yang 'aman', hingga aku tak dapat melakukan apa-apa di sini. Ya, di sini aku tak akan bisa mengakhiri hidupku, terlebih saat Ataska ada dihadapanku.

"Kenapa kamu menyelamatkanku?" tanyaku sinis pada Ataska.

Aku memang tak ingin di selamatkan oleh siapa pun, aku ingin mati. Aku tak akan sanggup jika mendapat penghinaan lagi hanya karena aku tak dapat terbang di angkasa seperti yang lainnya.

"Berhenti berpikir bodoh By," kata Ataska tak kalah marahnya denganku.

"Tak akan ada yang kehilangan jika aku mati," kataku sambil menundukkan kepalaku.

Ya, tak akan ada yang kehilangan jika aku mati. Tak akan ada yang menangisi kepergianku. Peri tak seperti manusia yang memiliki orang tua dan saudara. Yang kami miliki hanya kawanan kami. Tapi sayang, mereka tak pernah menganggapku ada, bahkan mereka sangat membenci kehadiranku yang mereka anggap sebagai petaka.

"Aku yang akan kehilanganmu, aku akan merasa bersalah karena telah gagal menjagamu," kata Ataska sambil menatap iris kuningku tajam.

Aku sendiri hanya bisa terperangah saat mendengar kata-kata Ataska. Aku tak mengerti kenapa dia akan merasa kehilangan jika aku tiada. Ah...tidak, mungkin semua itu hanya pikiranku saja, pikiran yang tak seharusnya ada dalam otakku.

"Untuk apa kamu merasa kehilangan atas peri yang dianggap sebagai pembawa petaka?" tanyaku sambil menatap iris warna biru langit milik Ataska.

Semua peri memang memiliki iris berwarna biru, kecuali aku yang memiliki iris mata berwarna kuning, karena itulah aku di hina dan dianggap sebagai peri pembawa petaka.

"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri Ruby, semua masalah di sini bukan karenamu," kata Ataska.

"Kalau bukan karenaku, kenapa sayapku sobek hingga aku tak dapat terbang lagi?" tanyaku masih tetap menatap iris birunya.

Kini dia hanya diam tak menjawab walau hanya sepatah kata pun. Aku tahu kalau dia memang tak memiliki jawaban apa pun atas pertanyaanku. Dan ya, sobeknya sayapku memang karenaku, bukan karena orang lain.

"Kamu tak bisa menjawabnya kan?" tanyaku lagi.

Aku beranjak dari bawah pohon besar yang melindungiku dan Ataska. Aku tak ingin lagi berada di sini, aku pergi jauh sebelum ada peri lain yang datang dan menghinaku lagi.

"By...," kata Ataska sambil menarik tanganku ke dalam pelukannya.

Entah kenapa ini adalah kali keduanya dia memelukku. Aku tak tahu kenapa dia melakukan hal seperti ini padaku. Aku sangat tahu bahwa Ataska tak pernah melakukan hal ini, bahkan pada Heina, peri yang cantik dan sempurna.

"Lepas!" kataku sambil berusaha untuk mendorong tubuh Ataska menjauh.

Tapi sekuat apa aku berusaha melepaskan diri dari Ataska, maka sekuat itu pula dia memelukku.

"Lepaskan aku Ataska, aku tak mau dikasihani," kataku sambil terus berusaha melepaskan diri dari pelukan Ataska.

Tanpa terasa, bulir-bulir bening mulai membasahi pipiku. Ya, akhirnya aku menumpahkan semua rasa sakit yang ada di dadaku dalam pelukan Ataska. Aku tak pernah menangis saat mendapat penghinaan dari kawananku, tapi kali ini, entah kenapa pertahananku runtuh dengan begitu mudahnya.

"Menangislah sampai kamu tenang," kata Ataska sambil membelai rambutku.

Aku terus memangis dan menumpahkan semua rasa sakitku selama ini. Rasanya, setidaknya beban yang selama ini adalah di dalam dadaku hilang bersama setiap air mata yang mengalir dari kedua belah pipiku.

"Aaaggghhh...," teriakku saat aku merasakan sesuatu yang tajam menggores sayapku yang sobek.

Seketika aku mendorong tubuh Ataska menjauh. Aku melihatnya masih menghunuskan pedang yang begitu tajam.

Seketika aku berbalik dan mendapati potongan sayapku tergelatak di atas tanah. Sayap yang selama bertahun-tahun ini menemaniku untuk terbang ke sana- ke mari kini teronggok di atas tanah. Dan seketika itu pula aku merasa sangat membenci Ataska.

Aku tak pernah menganggap jika sikap baik Ataska akan berakhir menyakitkan seperti ini. Dia hanya berpura-pura baik hanya untuk menyakitkiku.

"Kamu jahat Ataska!" teriakku sambil menatapnya nanar.

Ada sedikit seringai di bibir tipis Ataska. Dia terlihat sangat senang dengan apa yang baru saja dia lakukan padaku.

"Kamu lebih jahat dari yang lain!" kataku sambil mengambil potongan sayapku dan berlalu pergi membawa semua luka dan kesakitan yang menggelayut di dalam dadaku.

The Missing Of RubyWhere stories live. Discover now